webnovel

OXEAN

Bagaimana rasanya ketika kita bersahabat dengan berbeda jenis hingga akhirnya kita ingin selalu bersamanya sampai kapan pun. Segala suka dan duka yang hadir diantara salah satunya selalu membuat ia menjadi yang pertama dari yang lain, tak ingin menjadikannya urutan kedua. Lalu, rasa apakah yang mereka miliki? Apakah bisa dikatakan cinta? Bagaimana dengan nasib persahabatan mereka yang sudah terjalin beberapa tahun lamanya? Apakah akan kandas begitu saja? Kita cari jawabannya ~~~ "Tak kan kubiarkan kau sendirian dalam suka maupun duka. Aku akan selalu bersamamu sampai kapan pun." -Kiki "Makasih karena selalu ada untukku." -Nana

sykalila · Urban
Not enough ratings
6 Chs

02

Walaupun kita saling bertengkar, kita akan tetap satu. Karena kita adalah Sahabat yang selalu bersama selamanya sampai kapanpun. Bahkan hingga maut memisahkan

~~~

"Terus kamu mau ngapain sama tas itu?" Tunjuk Nana ke arah tas kiki yang berada di dalam kamarnya.

"Oh itu, aku mau nginep di sini. Boleh?"

"Mm ...." Nana mengerutkan keningnya sembari menghadap ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Kiki. Kiki pun memasang wajah memelas sembari tersenyum.

"Ayolah Na, kan kamu baik. Lagian ortumu aja ngizinin aku nginep kapan aja. Jadi aku boleh kan nginep disini?" Kiki menaikkan kedua alisnya.

"Mm ... Ya udah deh boleh."

"Nah gitu dong, btw aku ajarin dong PR Matematikanya. Kan kamu pintar Matematika," melas Kiki.

"Iya aku ajarin, tapi kamu ngerjain sendiri ya. Gak boleh nyontek aku," putus Nana.

"Siap." Kiki mengangkat tangannya bergaya sedang hormat.

"Yuk ngerjain PRnya dulu, entar aku anterin deh ke kamarmu." Nana melenggang masuk ke dalam kamar yang disusul oleh Kiki.

"Woke."

Mereka pun mengerjakan PR bersama-sama. Hingga waktu pun menunjukkan pukul 21.30.

"Akhirnya, selesai juga."

"Eits ... Alhamdulillah, Ki. Kebiasaan tau."

"Iya iya, Alhamdulillah."

"Kalo gitu yuk ke kamar," ajak Nana yang beranjak dari kasurnya.

"Ayuk, btw PSnya masih ada kan?"

"Mm ... Iya masih. Tapi kamu kan harusnya tidur. Biar besok gak kesiangan," ucap Nana sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ya elah Na, bentar doang kok. Lagian kan aku bisa dibangunin kamu," jawab Kiki sambil menaik turunkan alisnya.

"Alesan aja, jadi ceritanya kamu kesini biar aku yang bangunin?" tanya Nana dengan muka betenya.

"Nah itu tau. Hehe ...." Tawa Kiki. Mereka pun berjalan keluar dari kamar Nana menuju kamar Kiki.

Sesampainya di kamar Kiki, Kiki teringat akan sesuatu.

"Oh iya, nih aku bawain kamu makan." Kiki merogoh tasnya mencari kotak bekal.

"Makan?" Alis Nana pun saling bertautan. Menatap penuh binar ke arah Kiki.

"Iya, mau gak nih?" Kiki menyodorkan sebuah kotak bekal ke arah Nana.

"Mau-mau." Nana langsung mengambil kotak bekal dari tangan Kiki dan langsung berjalan menuju sebuah meja yang menyediakan dua kursi.

"Hm, kebiasaan kalo sudah denger kata makan." Kiki menyusul Nana dan duduk di hadapan Nana.

"Biarin," jawab Nana acuh tak acuh sembari membuka tutup bekalnya. Kiki pun mengeleng-gelengkan kepalanya akan tingkah Nana.

"Oh iya, makasih ya Ki makanannya, Kiki baik deh."

"Hmm."

Setelah mereka selesai makan, Nana memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan tidur.

~~~

Keesokan paginya ....

"WOI SUBUH WOI!" Teriak Kiki berkali-kali di dalam kamar Nana. Akan tetapi, Nana tak berkutik dan tetap dalam mimpinya. Kiki pun kembali membangunkannya, hingga tersirat sebuah ide jahil.

Byur ....

"Gilak!! Kok aku disiram sih? Kamu tuh ya nyebelin," kesal Nana sembari melotot ke arah Kiki.

"Hehe, habis kamu gak bangun-bangun sih." Kiki menggaruk tengkuknya.

"MAMA! KIKI JAHAT!"

"Eh eh, gak usah teriak juga kalik. Berisik!" Kiki mengorek-ngorek telinga kanannya.

"Habis kamu sih jahil banget, jadi basah kan baju dan kasurku. Ih, Nyebelin!"

"Haha ... Makannya jangan tidur mulu. Kena kan. Hahaha ...." Tawa Kiki pecah. menertawakan nasib malang Nana. Yah, sahabat tidak tahu diri ya begini. Bukannya membantu, justru menertawakan.

"Sudah, cepetan kamu pergi!" usir Nana sembari menuding pintunya.

"Iya-iya, bawel!" Kiki pun berjalan menuju pintu kamar Nana. Tetapi, sebelum Kiki pergi,

"Jangan lupa sholat! Wle ...," ucap Kiki sembari menjulurkan lidahnya. Dan ia pun bergegas keluar dari kamar Nana. Nana yang mendengarnya pun kontan melempar bantalnya ke arah pintu. Namun, Kiki sudah terlebih dahulu keluar. Alhasil, bantal kesayangannya menubruk pintu dan jatuh tergeletak di lantai.

"Ih, apaan sih. Aku juga tau kalik. His ...." desis Nana dengan suara lantang.

~~~

Setelah shalat, Nana memutuskan untuk tidur kembali. Tak lupa, ia mengaktifkan alarm pada pukul 05.45. Dan ia pun langsung tidur.

Kring ....

Alarm berbunyi, Nana bergegas bangun dan mandi. Setelah itu, ia turun menuju meja makan untuk sarapan.

"Morning Ma, Pa, Mas Fian."

"Morning."

"Na, si Kiki mana?" tanya Tante Indah sembari celingak-celinguk.

"Kiki? Dia belum bangun?" Nana mengerutkan kening.

"Kalo sudah ya gak mungkin Mama tanya ini ke kamu."

"Oh iya, kalo gitu Nana bangunin Kiki dulu ya, Ma."

"Iya." Nana kembali menaiki tangga menuju kamar Kiki.

Sesampainya di kamar Kiki,

"KIKI BANGUN, ENTAR TELAT." Teriak Nana di dalam kamar Kiki. Namun, sang empu nama tetap kukuh dalam mimpinya.

"WOI, BANGUN KI!" Nana kembali berteriak dan hasilnya tetap nihil. Dia pun berniat mengerjai Kiki atas kelakuannya tadi Subuh.

Byur ....

"APAAN NIH? KOTAK KOTAK DINGIN. Ih, kamu tuh ya dingin tau gak??!!" protes Kiki sembari terduduk di ranjangnya.

"Nggak tuh, kalo gitu buruan mandi! Kutunggu kamu di bawah. Buruan ... Entar keburu telat," ucap Nana yang berada di ambang pintu dan keluar dari kamar Kiki.

"Iya-iya bawel," kesal Kiki.

Sesampainya Nana di meja makan ....

"Gimana? Kiki sudah bangun?"

"Sudah Ma." Nana pun langsung melahap nasi gorengnya. Tak lama, Kiki datang dengan seragam lengkapnya.

"Pagi Tan, Om, Kak."

"Pagi."

"Ih, kamu tuh ya. Gara gara kamu aku kedinginan nih." Kiki memeluk tubuhnya sembari mengelus-elus tangannya memberi kehangatan.

"Ya kamu sih yang mulai duluan. Masa pagi-pagi sudah disiram aja."

"Kan aku masih lumayan nyiram pake air. Lah kamu nyiram pake air ditambah es batu," sungut Kiki kesal.

"Siapa suruh dibangunin gak bangun-bangun."

"Kamu tadi—"

"Sstt ... Sudah kalian sekarang diam!" lerai Tante Intan yang sudah mulai muak dengan perdebatan antara Nana dan Kiki.

"Iya, Ma."

"Iya, Tan."

"Kalo gitu, Nana berangkat dulu ya. Ayo Ki, asalamualaikum," kata Nana sembari menyalimi tangan orang tuanya.

"Waalaikumsalam."

"Yah ... Kan aku belum makan." melas Kiki yang hendak sarapan.

"Entar aja makannya di mobil. Ini sudah aku bawain." Teriak Nana yang sedang berjalan menuju pintu keluar.

"Iya deh iya, Kiki pamit ya Tan, Om. Asalamualaikum," pamit Kiki sembari menyalimi tangan Tante Indah dan Om Deni.

"Waalaikumsalam." Kiki melesat pergi menuju halaman rumah Nana.

Di dalam mobil,

"Kamu tuh ya, kan aku laper. Kenapa kamu sudah ngajakin aku berangkat aja. Kasihan tau perutku dangdutan," omel Kiki kesal.

"Iya iya aku tau, kan sudah aku bawain makanan. Lagian nanti kalo telat gimana? Nanti kita malah dihukum. Kamu mau?"

"Enggak enggak, kita gak bakal dihukum. Lagian kan ini masih jam 06.05 jadi masih pagi."

"Ya gak papa kalik datang pagi-pagi. Kan lebih enak."

"Masa sih?"

"Iya, salahnya sendiri berangkat gak pernah pagi. "

"Ya kan setiap malam aku PSan, jadi ya... Sering bangun kesiangan. Ehehe." Kiki menggaruk tengkuknya.

"Kebiasaan! Seharusnya kamu itu ngurangin PSmu. Entar malah berpengaruh sama nilaimu. Kalo nilaimu turun gara-gara PS gimana? Kan sayang kalo itu terjadi."

"Iya-iya Nana bawel."

"Ih, apaan sih kamu! Pokoknya ya itu peralatan PS aku sita jam 7 malam titik!! Gak ada alasan." Nana melipat kedua tangannya di depan dada.

Sontak, Kiki yang mendengarnya pun langsung menginjak rem.

"What??!!"

Tin tin ....

Kiki menoleh ke arah belakang dan kembali menancap gas mobil.

"Kok kamu gitu sih, jahat tau gak!" protes Kiki tak terima.

"Nggak! Pokoknya itu berlaku selama kamu nginep di rumahku."

"Is ... Iya deh, aku nurut."

"Nah gitu dong."

"Untung aku nginepnya gak lama," gumam Kiki yang masih bisa didengar Nana.

"Apa?!"

"Eh, nggak kok."

Tak selang beberapa lama, mobil Kiki pun memasuki parkiran sekolah yang membuat kaum hawa meneriaki nama dirinya.

"KIKI, OH MY GOD!"

"DATANG JUGA SUAMI GUE."

"IH!! KOK ADA DIA LAGI SIH."

"NYEBELIN DEH."

"TAMBAH GANTENG AJA BEBEP GUE."

"Ki." Nana memanggil nama Kiki dengan pandangan masih melihat ke arah depan.

"Hm." Kiki menolehkan wajahnya ke arah Nana.

"Kamu gak keganggu diteriakin gitu?"

"Gak."

"Kenapa?"

"Karena bagiku mereka hanyalah angin yang berderu seperti di sawah."

"Oh gitu, kamu hebat juga ya." Nana menolehkan wajahnya ke arah Kiki.

"Iya dong, siapa dulu?" tanya Kiki sembari menaik turunkan alisnya.

"Idih ...." Nana melempar pandangannya ke jendela kiri.

"Kok malah idih sih? Tega banget."

"Eh, iya iya Ki. Jangan marah gitu dong sahabatnya Nana." Kiki yang tadinya kesal pun mengukir senyum.

"Nah, gitu dong sahabatnya Kiki yang paling cantik." Nana pun mengangkat sudut bibirnya.

"Gak dibales nih?"

"Bales apa?"

"Ya ucapin aja kalo sahabatmu ini ganteng."

"Idih ...."

"Lah kan, Nana gitu ... Tau ah!!"

"Eh, jangan dong Ki. Iya iya Kiki sahabatnya Nana yang paling guanteng. Puas?"

"Nah gitu dong " ucap Kiki sembari tersenyum puas.

"Hm ... Kalo gitu yuk masuk kelas,"

"Ayuk," ucap Kiki masih dengan senyumnya. Mereka pun menuruni mobil dan berjalan beriringan menuju kelas.

~~~

"Asalamualaikum guys," sapa Kiki sembari menaruh tasnya di kursi dan duduk.

"Waalaikumsalam." jawab mereka serempak.

"Eh Ki, lo napa senyam senyum sendiri? Tuh fans lo pada keGR-an sendiri," ucap Deni sembari menunjuk pintu kelas.

"Mm ... Ada deh."

"Sejak kapan lo kalo jawab pertanyaan kita jadi adadeh? Gak tumben-tumbennya lo gitu."

"Sejak gue kenal kata itu, dan itu pun sudah lama. Kalo gak percaya, tanya saja Nana sahabat gue."

"Oh, jadi ini karena Nana?"

~~~