"Sial!" umpat seseorang saat melihat mesin yang berada di depannya rusak sehingga menyebabkan suara sirene yang memenuhi gedung pusat itu. Listrik listrik kecil menghiasi mesin yang rusak itu.
Brak!
Suara dobrakan pintu langsung terdengar jelas, dua orang yang berada di dalam ruangan bernuansa putih dan biru muda itu langsung melihat ke arah pintu, 21 orang berdiri disana dengan ekspresi beraneka ragam.
"Apa yang terjadi?!" tanya nya frustasi, itu adalah Lee Taeyong, pemimpin dari 22 orang ini.
"Kami tidak sengaja! Dia menyenggol minumanku hingga tumpah ke mesin!" seru orang tadi seraya menunjuk temannya.
"Aku hanya bercanda-"
"Diam kalian!" bentak yang lain, Nakamoto Yuta.
Kim Doyoung langsung mendekat ke arah mesin, ia melihat mesin itu tidak terkendali, lalu menoleh pada sebuah tabung berwarna putih, terlihat seperti pil raksasa.
"Ini bencana." serunya dengan nada tenang, walaupun sebenarnya mulai ketakutan.
Beberapa detik, mesin itu akhirnya berhenti mengeluarkan listrik listrik kecil, lalu pil raksasa tadi terbuka.
"Apa-" belum selesai bertanya, namun Kim Doyoung sudah memotong kalimatnya.
"Dia ter-setting pada tubuh gadis berusia 16 tahun." serunya seraya menunduk dan menutup matanya.
Mereka diam, frustasi, harusnya ini adalah teknologi mereka yang paling sempurna, walaupun sebenarnya semuanya sudah sempurna. Nyaris sempurna.
"Dia yang terburuk, seluruh kemampuannya buruk." seru pria itu singkat.
Gadis yang ada dalam tabung tadi membuka matanya, mata itu indah, berwarna coklat tua sebenarnya, rambutnya berwarna hitam pekat, tidak panjang, namun juga tidak pendek, sekitar sepunggung. Ia memakai pakaian berwarna biru muda.
Ia lalu terduduk, kemudian menatap 23 orang yang ada disana sambil tersenyum kecil.
Hening, tidak ada yang berbicara.
"Aera" seru seseorang secara tiba tiba, semuanya menoleh pada orang itu, Moon Taeil, "Cho Aera" sambungnya.
Gadis tadi memiringkan kepalanya.
Lee Taeyong menatap Kim Doyoung, "Apa saja yang kurang?"
"Nyaris segalanya, dia seperti bayi, kita harus mengajarnya dari awal."
"Seperti merawat bayi?" tanya Dong Si Cheng, atau biasa dipanggil Winwin.
"Kita tidak punya waktu untuk itu!" balas Nakamoto Yuta dengan nada tegas, matanya memicing tajam.
"Apakah..kita akan membuangnya..?" tanya Osaki Shotaro yang merasa bersalah.
"Jalan satu satunya."
"Tidak!"
Mereka semua menatap kebelakang, menatap Park Jisung dengan tatapan heran.
"Kita akan merawatnya!"
"Jisung, kita tidak ada waktu untuk ini" balas Jhon Suh, biasa dipanggil Jhonny.
"K-kalau begitu aku yang merawatnya!"
"Park Jisung-" ucapan Jhonny terputus, Jung Jaehyun menyelanya.
"Pelayan?"
"Apa-" Kim Doyoung tampak tak terima.
"Kenapa tidak kita jadikan pelayan saja?" usul Jung Jaehyun.
"Ya, mungkin akan lebih berguna." balas Taeyong menyetujui.
Mereka terdiam.
"Dia bisa berbicara, Doy?" tanya Taeyong.
"Ya, bisa, itu hal dasar, tidak terganggu sedikit pun walau mesin rusak." balas Doyoung.
"Dia paham perkataan kita?"
"Ya, aku paham." balas gadis itu bersahabat.
Mereka kembali diam selama beberapa detik.
"Baiklah, nama mu adalah Cho Aera." seru Lee Taeyong.
Aera hanya diam seraya tetap tersenyum.
"Berhenti tersenyum" titah Jung Jaehyun, namun Aera tak mendengarkan, "Ku bilang berhenti tersenyum!"
"Aera, itu perintah." seru Park Jisung lembut.
"Aera tidak mengikuti perintah siapa pun."
Mereka diam, ada sedikit rasa marah karena perkataan Aera tadi.
"Siapa namu mu?" tanya nya seraya menatap Lee Taeyong.
"Apa urusanmu?" balas Nakamoto Yuta.
"Aera hanya bertanya."
"Aku benci gadis ini" seru Jung Jaehyun dengan nada sinis, "Buang saja."
"Hyung!" Park Jisung tidak terima.
"Baiklah, Aera, aku Lee Taeyong."
Jaehyun dan Yuta mengernyitkan dahinya.
"Aku Taeil."
"Jhonny."
"Yuta."
"Kun."
"Doyoung."
"Ten."
"Jae-" tepat saat Jaehyun memperkenalkan dirinya, Aera mendengus kesal.
"Membosankan, lagipula Aera tidak akan mengingat kalian." balasnya malas.
"Hyung, dia dendam pada mu." seru Mark Lee seraya tertawa kecil.
Jaehyun hanya bisa menahan amarah.
"Aera." panggil Taeyong, Aera menatap mata Taeyong, "Kami adalah atasan kamu, kamu harus mematuhi segala perintah kami, atau kamu akan mendapat hukuman." jelasnya.
"Hukuman seperti apa?"
"Kau mau tau?" tanya Yuta seraya menyeringai, ia memegang gesper yang ia kenakan.
"Tidak, Aera tidak mau tau."
"Baiklah, Sungchan, ajak dia berkeliling."
Orang yang disuruh mengajak Aera berkeliling pun langsung mengajak Aera, Aera menurut, ia tak mau mendapat hukuman, takut. Ia takut saat Yuta memegang gespernya tadi, padahal ia tak tahu apa yang akan Yuta lakukan padanya.
Sungchan dan Aera meninggalkan ruangan itu.
"Mesin ini tidak bisa rusak." Kim Doyoung berseru seraya mengernyitkan dahinya, bingung.
Mereka semua menatap pria itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Lee Taeyong.
"Aku merasa ada pengkhianat."
"Tapi hyung, saat minumanku terjatuh, mesin itu mulai mengeliarkan listrik kecil."
Kim Doyoung diam, ia memutari mesin itu, lalu menemukan sesuatu, sesuatu berwarna merah yang tertempel di mesin itu, ia mengambilnya.
"Kita harus cepat." serunya seraya tetap menatap lekat benda kecil itu, "Perkuat pertahanan, mereka bisa masuk."
Lee Taeyong mengangguk.
"Kenapa tak kita buang saja?" tanya Zhong Chenle.
"Ya, kita buang setelah dia tak berguna." balas Lee Taeyong datar.
×××
"Halo, Aera." sapa Sungchan tanpa menatap ke arah Aera
Aera diam, tak membalas sapaan Sungchan.
"Aku Sungchan."
"Halo, Sungchan." sapa Aera
"Apa yang kau rasakan?"
Aera kembali tak membalas.
"Apa saja yang bisa kau lakukan?"
Masih tak ada sahutan, Sungchan berusaha sabar.
"Kau harus membalas, Aera. Jika tidak, kami mungkin akan menghancurkanmu, lalu membuangmu."
"Aera takut." serunya tiba tiba
Sungchan memilih diam, mendengarkan.
"Kalian siapa?"
"Kami atasan kamu, kamu harus mendengarkan perintah kami."
"Kenapa Aera ada disini?"
"Karena kami menciptakan mu."
"Aera takut." serunya lagi
"Kenapa?"
"Kalian terlihat seram."
"Benarkah?"
"Iya." Aera mengangguk dengan kuat.
"Kau takut padaku juga?"
"Iya." jawabnya lagi tanpa keraguan sedikit pun
"Ya, memang seharusnya begitu."
Aera diam.
"Ini gedung pusat." Sungchan mulai menjelaskan, "Terbagi menjadi tiga, kami adalah NCT, kubu pertahanan pertama dan terakhir. NCT 127 berada ditengah, NCT Dream disebelah kiri, dan WayV di sebelah kanan. Kau seharusnya berada di gedung paling pinggir sebelah kiri, di sebelah NCT Dream, tapi ada kesalahan yang membuatmu mungkin akan dibuang kapan saja."
Aera masih diam, terlihat seperti mendengarkan.
"Kau mendengarkan?"
"Siapa nama mu?"
Pertanyaan Aera membuat Sungchan menghentikan langkahnya, "Apa?"
"Siapa nama mu? Kau siapa? Apa yang kau biacarakan?"
Sungchan terdiam, ia kesal sekali pada gadis ini.
"Baiklah." bukanya, "Ingat baik baik, aku Sungchan."
"Sungchan? Seperti pernah dengar.."
"Tentu saja pernah, kita berjalan bersama sedari tadi, ah, sudahlah, aku bisa terkena tekanan batin, ayo kembali saja." seru Sungchan seraya memutar balik arah langkahnya.
Aera yang tak paham memilih menurut.
Mereka kembali ke tempat tadi, beberapa dari mereka keluar, langsung menuju tempat masing masing
"Hyung!" panggil Sungchan pada seseorang
Orang tadi menoleh, "Kenapa?" tanya nya, lalu menatap Aera
"Aku tak bisa, bisakah kau saja yang mengajarinya?"
Na Jaemin, orang yang ditanyai memilih diam, ia masih menatap Aera.
Ia lalu membungkukkan sedikit badannya karena perbedaan tinggi tubuh mereka, membuat Aera memundurkan langkahnya sedikit.
"Ada apa?" tanya Na Jaemin.
"Dia bilang dia takut pada kita."
"Benarkah?"
Jung Sungchan mengangguk.
"Aera, aku Na Jaemin, kau bisa memanggil Jaemin, atau Nana."
Aera diam seperti biasa.
"Ayo ikut aku." ajak Jaemin seraya mengulurkan tangannya
Aera menggeleng, "Aku mau bersama Sungchan saja."
"Aku tidak akan menyakitimu, ayolah."
"Kau..berjanji?"
Na Jaemin menatap Sungchan, lalu kembali menatap Aera dan tersenyum manis, "Ya." jawabnya singkat
Aera menerima uluran tangan itu, lalu mereka berjalan ke bagian kiri gedung, lalu akhirnya memasuki sebuah ruangan lagi, masih sama, bernuansa biru muda.
Beberapa orang yang ada disana menoleh.
"Kenapa kesini?" tanya Lee Dong-hyuck, pertanyaan yang ditujukan untuk Aera.
"Sungchan memberikannya pada ku" balas Nana seraya duduk di kursinya, meninggalkan Aera yang masih diam di depan pintu.
Ada 6 bangku disana, di depannya ada banyak monitor yang menunjukkan seluruh penjuru kota, monitornya memenuhi ruangan itu.
"Taeyong hyung dan yang lain membuat yang lain." seru Zhong Chenle tiba tiba.
"Memang seharusnya begitu." balas Lee Dong-hyuck.
"Aera, kemari." seru Nana, Aera menurut, ia mendekat pada Nana, "Kau paham ini?" tanya nya seraya menunjuk seluruh tombol dan monitor di depannya, Aera menggeleng sebagai jawaban.
Na Jaemin menghela napas kasar.
"Aku akan mengajarinya, hyung."
"Park Jisung, kami membutuhkanmu untuk mengawasi kota." ujar Zhong Chenle.
"Kota sedang aman, ada WayV juga yang mengawasi nya kan?"
"WayV hanya menyerang, Park Jisung, kita yang memberi tahu sinyalnya." Zhong Chenle mengingatkan kewajiban Jisung.
"Tak masalah, aku menggantikan tempatmu untuk sementara." usul Lee Jeno.
"Terimakasih, hyung." Jisung mendekat pada Aera, "Aera." panggilnya lembut, "Aku Jisung."
Aera mengangguk kecil
"Mau duduk?"
"Jisung saja, Aera berdiri saja." balas Aera seraya tersenyum kecil
"Kalau kau tidak duduk, aku juga tidak, dengar, ini adalah gedung pusat kota, kita mengawasi semuanya dari sini."
Aera diam mendengarkan.
"Kau seharusnya menjadi bagian dari kami, anggota inti, namun ada kesalahan dalam proses.."
"Ya."
Jisung tersenyum, "Hyung kami bisa membuang mu kapan saja dia mau, jadi kita harus mulai belajar."
Aera diam.
"Kau paham?"
"Kau siapa?"
Pertanyaan Aera membuat Na Jaemin menoleh, lalu menatap ke arah Jisung.
Jisung tersenyum, "Tak masalah jika kau lupa, mau buah?"
Aera mengangguk.
Jisung lalu pergi ke mejanya, ia menarik lengan Aera, tiba tiba sebuah apel berada di atas meja itu setelah sebuah lingkaran di meja itu terbelah. Jisung memberikan apel itu pada Aera, dan Aera memakannya.
Lee Dong-hyuck tertawa kecil, "Jisung, kau kira itu bisa meningkatkan daya ingatnya?"
"Lebih baik dicoba dulu kan, hyung?"
"Ya." balas Lee Dong-hyuck
"Jisung." Aera tiba tiba memanggil
"Eh? Ya? Kau ingat aku?"
Aera menggeleng, "Aku hanya memanggil asal asalan."
"Tapi kau ingat namaku?"
Aera mengangguk.
"Nama siapa saja yang kau ingat?"
"Hm..Nana, Sungchan, dan Jisung, seeprtinya ada satu lagi, Tae..Tae.."
"Taeyong." seru Lee Jeno.
"Ya." balas Aera yang menyetujui.
"Baiklah Aera, kau bisa menulis?"
"Sepertinya tidak."
Na Jaemin menghela napas, membuat Aera menoleh padanya.
"Apa kau baik baik saja?"
Nana melirik sejenak, "Ya, tentu, ada apa?"
"Kau terlihat kesal?"
"Karena mu" seru Lee Dong-hyuck.
"Apa yang aku lakukan?" Aera terlihat sedih.
"Tidak ada, dia berbohong." balas Na Jaemin dengan lembut.
"Dengar, Aera, kau akan ku latih nanti malam, aku ada pekerjaan sekarang, bisa kau menungguku?"
Aera mengangguk.
"Bagus kalau begitu." balas Jisung, lalu ia kembali ke tempatnya
Mereka terlihat fokus, sampai akhirnya tak menyadari bahwa Aera meninggalkan mereka, padahal suara pintu yang terbuka dan tertutup itu terbilang cukup keras.
————— TBC •