webnovel

Progress

Handphone aja dimainin panas Apalagi hati.

-Anonym-

©SiKei

"Yang nggak update pricelist siapa?"

Semua terhening tak ada yang menjawab, sebuah masalah pagi ini datang dari tim distributor fashion. Mereka tidak mengupdate harga yang akan berbeda setiap minggunya.

"Yang input sales order harusnya bisa pastiin mereka PO untuk daerah mana?" Sebagai Direktur perencanaan dan pemasaran sudah tugas Gean memastikan jika barang-barang yang dijual sesuai dengan pricelist terupdate dan daerah yang dituju.

"Nanti kita cek ke sales counter Pak." kata Afif.

Setelahnya Gean keluar dari ruang meeting menyudahi meeting yang lebih mirip sidang di pengadilan kalau menurut Afif.

"Lo kasih makan apa sih dia?" Afif mendekati Tria yang masih membereskan laptop miliknya, semua tim marketing di ruang meeting ini bisa bernapas sedikit lega setelah eksistensi Gean tak lagi ditemukan di sini.

"Kasih makan nasi biasa,"

Tria berjalan ke arah Sherly yang masih mengerutkan keningnya, meeting bulanan seperti ini memang melelahkan salah-salah bisa menyebabkan diare berkepanjangan.

"Gimana masih fans lo sama doi?"

"Masih lah, ini semakin meningkatkan semangat gue buat taklukin dia." dengan yakin Sherly mengatakan itu semua. Belum tahu saja dia jika Gean hampir tak pernah melirik perempuan selain Aruna.

"Tunggu tanggal mainnya, gue pasti bisa jinakin dia." sambil mengepal tangannya Sherly tersenyum senang, seolah apa yang ia yakini akan terjadi.

"Selamat berjuang deh!"

"Belum juga maju lo udah ke tendang duluan," ucap Afif. Afif dan Tria itu jam terbangnya sudah lama samaan, tahu situasi lapangan bagaimana

Jika anak baru seperti Sherly memandang Gean dengan tatapan berbinar penuh rasa kagum, beda dengan Tria dan Afif yang hampir muak dengan sikap Gean.

"Gean itu trauma sama cewek, takut ditinggal nikah lagi." lanjut Afif, Tria yang menyadari ucapan Afif bisa saja berlanjut panjang langsung mengalihkan pembicaraannya.

"Udah sana cek sales counter," Tria menepuk bahu Afif. Sambil berbisik pelan di atas telinga Afif. "Sampai si Bos denger lo ngomong yang nggak-nggak bisa disunat habis lo."

Apa yang bisa Tria banggakan dari pekerjaannya sekarang selain gaji, orang-orang menilai Tria sekilas mungkin akan menuduh Tria sebagai orang yang tak pandai bersyukur. Padahal jika dilihat lebih dalam ada banyak tekanan yang Tria hadapi setiap harinya tanpa keluhan, bukan hanya masalah pekerjaan yang bisa memperpendek umurnya. Masalah mental Gean yang memang lebih sering cacatnya dibanding benarnya. Juga menjadi masalah utama hidupnya.

"Saya nggak jadi liburan ke Vietnam bareng Davin," kata Gean. Ia masih membaca lembar demi lembar biografi Bill Gates yang sempat tertunda karena pekerjaannya.

"Saya jadi cuti, Pak."

Sudah berapa lama Tria tak merasakan kebebasan? Rasanya sejak insiden pernikahan Gean yang batal itu Tria tak pernah bisa mengambil cuti panjangnya. Ia selalu memprioritaskan Gean dalam hidupnya, hanya karena rasa tanggungjawab yang begitu besar Tria hampir lupa cara menikmati hidup.

"Berapa lama?"

"Dua minggu."

"Kamu mau cuti apa resign? Lama banget."

"Santai aja Pak saya masih mau kerja kok," Tria mengambil beberapa kertas persetujuan pengalihan sewa. Ia melirik Gean yang tak memindahkan fokusnya dari bacaan yang mengisahkan perjalanan hidup Bill Gates itu.

"Kalau cicilan rumah saya sudah bisa dibayar pake do'a, baru saya resign deh Pak." lanjut Tria.

"Kamu mau kemana lama banget?" pertanyaan ini sebenarnya sudah diulang oleh Gean berkali-kali. Namun Tria masih enggan mengatakan kemana ia akan pergi, karena sejujurnya Tria masih belum pasti ingin pergi kemana.

Karena sepertinya Sumba terlihat menarik setelah Tria melihat beberapa artikel tentang keindahan alam Sumba. Mungkin Kalimantan bisa lain kali.

"Kenapa Pak Gean tanya saya mau kemana terus?" tanya Tria.

Karena sesungguhnya bukan wewenang Gean bagaimana Tria menghabiskan jatah cutinya, kewenangan Gean adalah memberikan izin cuti untuk Tria. Bukan mewawancarai Tria seolah Tria tak berhak mendapat jatah cutinya.

Ini yang paling Tria sesalkan, kenapa ia harus terjebak begitu lama dengan Gean. Ketika teman-temannya lima tahun sudah mencicipi berbagai lapangan. Tria masih stuck berdiri di samping Gean tak ada perkembangan, sejak dulu bos nya cuman satu cuman Gean.

Tak ada hal baru yang bisa Tria ceritakan pada teman-temannya semasa bangku kuliah. Hanya Gean dengan ketidaksabarannya dan Gean dengan segala kekurangannya.

"Kamu lupa. Kamu itu statusnya pacar saya."

"Kan cuman bohongan." tukas Tria.

Seketika Gean menutup bukunya, membuat Tria memasang kuda-kuda sebentar lagi pasti Gean akan mengulitinya.

"Kenapa memangnya kalau bohongan, saya nggak boleh tau kemana pacar bohongan saya akan menghabiskan waktu liburnya? Saya nggak boleh kasih perhatian? Kalau kamu kenapa-kenapa pas liburan saya cari kemana?"

Ini yang Tria takutkan dengan permintaan Gean tentang menjadi pacar bohongannya Gean, Gean dan perasaannya yang biasa saja. Sementara perasaan Tria seperti wanita pada umumnya, yang menerima perhatian sedikit demi sedikit lama-lama jadi baper.

"Pak Gean sehatkan? Tadi bangun tidur nggak kejedot jendela atau tembok gitu?"

"Tinggal jawab pergi kemana aja kok susah banget sih, Tria."

"Saya cuman nggak suka dengan perhatian yang Pak Gean berikan. Pak Gean kenapa sih?"

Tepatnya sejak pertemuan dengan Davin tempo hari Gean jadi sedikit berubah, lebih ke arah mencurigakan bagi Tria. Pria itu lebih perhatian yang terkesan menakutkan untuk Tria.

"Saya nggak mau dibilang pacar yang kurang perhatian sama kamu." rajuk Gean. Sebenarnya siapa yang akan mengatakan hal seperti itu? Seorang Tria mana berani berkata seperti itu.

"Davin bilang saya nggak tahu apa-apa soal kamu, saya ini egois."

Tria menghela napas berat, jadi permasalahannya ada dipercakapan antar sahabat yang memusingkan kepala Tria.

"Pertama, yang harus Pak Gean garis bawahi di sini adalah Kita pacar bohongan, ini hanya kepura-puraan yang kita ciptakan agar Aruna tak mengganggu hidup Pak Gean lagi."

Masih dengan atmosfer yang berbeda dari biasanya Tria mencoba memberikan penjelasan pada bosnya yang semena-mena terhadap hatinya.

"Pak Gean nggak usah terlalu memikirkan apa kata Davin, Pak Gean cukup jadi diri Pak Gean yang semestinya. Pak Gean atasan saya, dan saya adalah sekretaris yang tak wajib mendapatkan perhatian. Status pacaran kita hanya berlaku di depan orang lain, nggak berlaku kalau kita lagi berdua apalagi membahas hal-hal yang privasi."

Tria harus membentengi hatinya, Gean adalah bahaya terbesar yang bisa saja menyerangnya.

Kayaknya gue harus beli antibaper. Biar nggak jatuh hati sama Gean. Dia yang senyum gue yang deg-degan.

©©

01-02-2019

Jumat rasa Minggu.

Selamat bermalas-malasan.

Next chapter