webnovel

Ore no Imouto wa Shousetsuka!

Dikisahkan seorang anak SMA yang memiliki adik perempuan yang memiliki profesi sebagai penulis novel erotis. Adiknya sedang menjalin suatu hubungan dekat dengan sahabatnya di masa kecil. Mereka bertemu kembali di akhir bulan musim semi, dengan sebuah pertemuan yang mengejutkan. Bagaimana kisah kelanjutannya? Saksikan di TKP!!

ANABANTINGAN · Realistic
Not enough ratings
8 Chs

Siapa Lelaki Tampan Itu?

"Zen ...."

Ya, laki-laki itu bernama Zen, dia sebelumnya sudah lewat di depan adiknya ..., waktu itu ... seragam itu ....

Yukichi menyadari kalau Zen sekarang ada di sini.

'Jadi, tadi itu beneran dia, ya?' pikirnya sambil mendekati laki-laki yang tampan yang sedang menggendong adiknya.

Rambut Tamami yang sudah terurai itu menjadikan dirinya cukup cantik, dia terpukau dengan ketampanan wajah Zen yang memasang senyum lembutnya dari dekat.

Zen segera menurunkan Tamami dari gendongannya begitu dia terlihat baik-baik saja.

"Kau tak apa?" tanya Zen dengan lembut pada Tamami.

Sedangkan Tamami yang sekarwng berdiri di dekatnya, masih tercengang cukup lama memandangi sosok Zen yang ada di depannya ini ....

"A-ah, tidak apa-apa." Jawab Tamami yang begitu tersadar dengan pertanyaannya, tangan mereka masih bergandengan ... karena Zen masih memegangi Tamami yang tampaknya masih agak shock karena kecerobohannya ini.

"Lain kali hati-hati, ya." Tangan Zen berganti menepuk pundak Tamami dengan pelan.

Mereka berdua berpandangan dekat, membuat wajah Tamami memerah dan tersipu malu hingga dia memalingkan pandangannya dengan menundukkan kepalanya.

Tamami hanya mengangguk menanggapi perkataan Zen.

Sementara Yukichi yang ada di dekatnya menyapanya, "Zen ...."

"Oi, Yuchiki." Mendengar sapaan orang yang tampak dikenalinya itu, Zen segera dengan mempertahankan senyum manisnya.

Dia mengakngkat tangannya dari pundak Tamami kemudian melambaikan tangannya pada dengan ramah menyapa laki-laki berwajah pas-pasan yang mendekatinya ini.

"Kau di sini? Tidak di luar negeri?" Yukichi bertanya to the point.

"Ah~ aku pulang di awal musim semi ...." Jawab Zen dengan sejujurnya.

"Oh," kedua laki-laki ini menjadi canggung di depan Tamami.

"...."

'Seragam itu ....' Dalam hati Yukichi yang masih memperhatikan sosok Zen di depannya. Yukichi ingin bicara banyak padanya tapi, dia tadinya berlari hanya ingin menghampiri Tamami.

"Terima kasih, Zen telah menyelamatkan adikku." Ucap Yukichi langsung yang merasa sungkan pada lelaki tampan yang ada di depannya ini.

Meski mereka saling mengenal tampaknya pertemuan ini malah Yukichi merasa seperti menjadi orang pertama yang merepotkannya.

Lalu Yukichi menggenggam tangan Tamami yang telapak tangannya terasa berkeringat karena sedari tadi gugup di depan Zen, "Horaaa, kamu harus mengucapkan terima kasih juga, Tamami!" seru Yukichi pada adiknya yang begitu ceroboh.

Tamami yang masih tertunduk itu mulai membungkukkan sedikit badannya dan berterima kasih dengan sopan, "Terima kasih, Zenni-chan." Itulah panggilan Tamami padanya. Dia mengucapkannya dengan sikap malu-malunya.

"Ahahaha~ sama-sama." Sedangkan Zen merespons mereka dengan membuat senyum kecilnya.

Zen adalah sahabat masa kecil Yukichi. Jarak rumah mereka dulunya begitu dekat. Perkenalan mereka dimulai dengan awal Yukichi masuk TK yang ada di sekitar rumahnya. Saat itu, Yukichi memperkenalkan diri dengan sangat berani. Dia adalah anak yang sangat berani di antara semua anak yang ada di TK ini.

Tentu saja, Yukichi agak sombong soal potensinya tapi, dia tidak acuh pada teman-temannya, dia mudah sekali mendapatkan teman meski wajahnya pas-pasan.

Waktu itu ada anak pemurung yang berdiam diri berjongkok di pojok taman, dia sering menyembunyikan wajahnya dari teman-temannya dengan mengenakan topi, dan dia hanya melihat mereka bermain dari kejauhan. Yukichi memperhatikan anak itu, dia berpikir anak yang ada di sana adalah anak yang aneh. Konon kata teman-temannya, dia selalu duduk di belakang sendiri.

'Hmm ....'

Yukichi menjadi penasaran, sebab apa anak itu tak ramah pada yang lain? Tapi, 'Dari cara dia melihat kami ... tampaknya dia ingin bermain juga.'

Yukichi mengendap-endap di jalan pulang untuk mengikutinya. Asal tidak ketahuan dia melangkahkan kakinya pelan dengan membuntuti anak itu. Rambutnya abu-abu, sebagian besar orang Jepang pasti memiliki rambut berwarna hitam, 'Apa karena warna rambutnya yang terlalu mencolok itu dia menyembunyikan wajahnya sekaligus memakai topi untuk menyembunyikan warna rambutnya juga?'

'Eh, tapi—' Jalan ini kan—!!? Tentu saja Yukichi ingat kalau ini adalah jalan menuju rumahnya.

Yukichi tak bergeming namun dia menopang dagunya dengan salah satu tangannya tanda dia berpikir.

'Ternyata anak itu belum tahu kalau aku membuntutinya,' pikir Yukichi.

Lalu, begitu anak itu berhenti secara tiba-tiba di depan rumahnya, dan berbalik menatap bangunan ini dengan menengadahkan wajahnya ....

Sementara Yukichi bersembunyi di balik pagar dari jarak yang agak jauh dari rumahnya, dia mengintip apa yang akan dilakukan anak itu?

'Ataukah dia sedang menunggu seseorang?'

'Mengapa dia terdiam cukup lama?'

"...." Yukichi sudah tidak tahan lagi menunggu pengintaian ini!! Akhirnya dia menunjukkan diri dan mendekatinya dengan tubuh gagahnya. Dia menatap Yukichi serius dari kejauhan sambil melangkah maju ....

Anak itu tampaknya terpukau begitu melihat rumajnya, dan Yukichi berpikir begitu melihat ekspresinya dengan mata berbinar-binar itu, "Anak ini, kenapa?" dalam hati Yukichi berkata, 'Eh, apa jangan-jangan ....'

Aroma ini?

Bau sedap yang menyengat hidung itu berasal dari dapur milik keluarganya Yukichi. Tampaknya ibunya Yukichi sedang memasak kari sehingga bau rempah-rempahnya sangat kuat membuatnya menggoda selera.

Glek!!

Siapa yang tidak akan menelan ludah begitu mencium aroma seperti ini.

Yukichi mendekatinya kemudian menepuk pundaknya yang membuat anak itu terkejut sehingga membuat pandangannya tidak fokus lagi, "Kau boleh mencicipinya, kok." Kata Yukichi to the point yang merasa bisa menebak isi pikirannya.

Tapi, anak itu ....

Karena terlalu malu dan kaget melihat anak seumurannya di dekatnya, dia langsung berlari terbirit-birit. Yukichi hanya bisa melihat wajahnya sekilas.

"O-oi—" begitu Yukichi hendak meraih tubuhnya, dia sudah berlari dengan cepat. Yukichi tidak bisa menjangkaunya.

Anak berambut silver itu ... 'Kira-kira siapa namanya?'

Begitu Yukichi pulang, dia menceritakan pada ibunya. Wanita yang telah membuat kari dengan aromanya yang kuat ini tampaknya tahu ada orang pindahan di dekat rumahnya, jaraknya tidak begitu jauh.

Kalau saja bisa akrab bertetangga dengannya ....

Ibunya yang mendengar cerita Yukichi itu segera membungkus kari-nya di wadah plastik lalu mengemasnya. Dia juga mengajak Yukichi untuk berkenalan dengan tetangga yang baru saja dia bicarakan.

"Jadi, anak itu ... bisa menjadi tetangga kami?" gumam Yukichi dengan hatinya deg-degan memikirkannya, anak seperti apa dia? Mengapa cukup pendiam?

"Woaaah~" Yukichi begitu terkesan melihat rumah anak itu yang sangat besar, rumah bergaya eropa. Tapi, bukannya ini bangunan kuno?

Mereka masuk, dan tampaknya banyak semak belukar di rumahnya ....

Tampak tidak cukup terawat, 'Apa dia tinggal sendirian?' kalau dilihat tampak menyeramkan.

Ibunya berjalan lurus di jalan setapak menuju rumahnya, 'TOK! TOK! TOK!' tanpa ragu dia mengetuk pintu rumahnya ....

"Ano, apa ada orang di sini?" Ibunya tak segan-segan bertanya pada penghuni rumah ini dengan sedikit mengeraskan suaranya.

CEKLEK!!

Begitu mendengar gagang pintu itu terbuka, "Ya, ada." Jawab seorang anak laki-laki sembari membukakan pintu rumahnya untuk wanita yang membawa bingkisan ini.

"Oh!!!" sontak membuat ibunya Yukichi terkejut karena pertama kalinya dia disambut dengan anak yang seumuran dengan anaknya.

Yukichi pun terheran hingga memiringkan kepalanya, 'Apa rumah sebesar ini hanya memiliki satu penghuni saja?'