webnovel

ORAZIO

Malam itu menjadi malam terakhir bagi Lesya, dimana hidupnya berjalan dengan normal. Sejak gadis berusia 18 tahun itu membuka mata, semuanya telah berubah. Mulai dari kamar yang terlihat seperti kamar dari kerajaan mewah, sampai dirinya mendapat perlakuan istimewa dari seluruh penghuni istana. Sejak hari itu Lesya dipaksa untuk dipukul oleh nasibnya sendiri. Ia selalu berusaha memecahkan kehidupan apa yang sebenarnya tengah ia jalani. Transmigrasi? Tentunya bukan. Karena, dirinya masih ada dalam raga yang sama. Mereka menganggap Lesya sebagai seorang putri bangsawan kerajaan besar, dan yang lebih menariknya, rupanya gadis 18 tahun itu sedang berada di abad ke-22. Tidak berhenti disitu saja. Lesya semakin dibuat terkejut saat mengetahui jika Arsen, kekasihnya ada di sana, dengan sebuah fakta jika Arsen adalah Pangeran dari Kerajaan Prisam, atau Kerajaan berbentuk Monarki besar yang bisa menghancurkan Kerajaan lain kapanpun itu. Lantas, akankah Lesya berhasil menguak misteri yang sedang ia hadapi bersama kekasihnya?

Leni_Handayani_2611 · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

KEMARAHAN

LESYA POV

Kali ini aku benar-benar mengalami kesulitan untuk mendeskripsikan perasaanku sendiri. Mungkin yang aku rasakan hanyalah senang karena sekarang di dalam kamar ini, 4 orang pelayan tengah menata diriku agar lebih terlihat cantik.

Malam ini, tepatnya di Istana Kerajaan Mukesh, King Avery dan Ratu Delfina berkata jika kita akan mengadakan acara makan bersama dengan keluarga Kerajaan Prisam, atau lebih tepatnya keluarga Arsen.

Maka tidak heran jika sejak tadi aku selalu mengulas senyum menawan. Bahkan, 4 orang pelayan yang ditugaskan untuk mempercantik diriku ikut bahagia.

Mereka bilang aku sangat cantik, dan cocok jika bersanding dengan Arsen. Aku juga sempat melakukan perbincangan ringan dengan mereka, membahas hal-hal yang ada di sekitar Istana.

Kurang lebih 45 menit sudah terbuang, dan sedikit lagi akan selesai.

Senyumku semakin lebar. Aku menampik semua ucapan para pelayan tersebut, jika diriku memang sangat cantik. Rambut yang biasanya tergerai, kini dibuat seperti sanggulan para Putri Kerajaan pada umumnya. Gaun berwarna gold-merah indah, menambah kesan elegan pada tubuhku. Jangan lupakan riasan make-up, yang membuat wajahku semakin terlihat mempesona.

"Kau semakin cantik, Tuan Putri."

"Matamu terlihat sangat indah."

"Kau benar, Pasya. Senyuman Tuan Putri seperti memiliki sihir hingga membuat yang melihatnya, akan merasa terpana."

Aku terkekeh kecil mendapat pujian dari mereka. "Ini semua berkat kalian."

"Tidak, tentu saja tidak. Putri Lesya memang terkenal oleh kecantikannya. Jadi, jika tidak dirias pun Anda memang sudah sangat cantik."

Naomi, pelayan yang berdiri disamping Pasya mengangguk cepat. Semua pelayan menurutku memiliki sifat yang sama-sama ramah. Sejak kecil mereka memang dididik agar menjadi perempuan yang rendah hati, dan patuh pada siapapun, lebih tepatnya pada para petinggi Istana.

"Terimakasih," ungkapku begitu tulus.

"Soilse Tuan Putri." Atensi kami teralihkan pada seorang prajurit yang baru saja datang.

"King meminta saya untuk menjemput Anda, karena acara makan malam akan segera dimulai."

Aku mengangguk kecil, menatap pelayan silih berganti. "Sekali lagi aku ucapkan terimakasih. Malam ini adalah malam yang sangat membuatku senang. Aku mendapat penampilan yang begitu istimewa. Karena itu, tunggu hadiah kecil dariku untuk kalian."

"Sampai jumpa," ucapku cepat. Tanpa menunggu balasan dari mereka aku segera melenggang pergi, diikuti oleh prajurit yang diutus oleh King Avery untuk menjemputku. Jantungku mulai berdetak. Sekarang, hari ini juga, aku akan menemui kedua Orangtua Arsen.

Rasanya aku sungguh melayang. Menurut kabar yang aku dapatkan dari para pelayan Istana, keluarga Arsen adalah keluarga yang begitu terpandang.

Bagaimana tidak? Kerajaannya adalah sebuah kerajaan Monarki, yang kekuasaannya tidak dibatasi oleh peraturan hukum apapun.

Deg.. deg.. deg..

Jantungku kian berdetak kencang kala seorang prajurit membukakan pintu ruangan, hingga semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut, berdiri menyambutku.

Aku mengulas senyuman manis, sedikit membukukan tubuh sebelum berkata, "Salam hormat untuk yang Mulia Kaisar, yang mulia Ratu, dan yang Mulia Pangeran," ucapku sebelum duduk mengisi tempat kosong yang ada diantara mereka.

"Malam ini kau terlihat sangat cantik, Putri," puji Ratu Kayees.

Aku tersenyum hangat. "Terimakasih Yang Mulia. Sebuah kehormatan besar, mendapat pujian berharga dari Anda."

Sedangkan King Avery dan Ratu Delfina hanya tersenyum ramah seperti biasa. Semuanya nampak terlihat berbeda, ditambah dengan suasana serta hidangan yang tersaji rapih di atas meja.

"Aku sangat senang, karena malam ini kita akan membahas pernikahan antara Putri dan Pangeran."

Aku mengerutkan pelipisku, lebih tepatnya terkejut pada pernyataan yang baru saja King Vincent ungkapkan.

Aku kira ini semua hanyalah sebuah pertemuan biasa, bukan pertemuan yang memiliki title bergengsi seperti ini. Jika aku dan Arsen menikah, tanggung jawab kita akan semakin bertambah.

Aku sama sekali tidak mengetahui ini. Terlebih lagi tidak pernah ada yang menyinggung ikatan antara aku dan Arsen lebih jauh.

Arsen yang kebetulan duduk di sampingku, mengusap tanganku lembut. Aku menoleh pada Arsen, dan menangkap Arsen yang tengah melemparkan senyuman tipis padaku.

Penampilannya sangat berbeda. Kekasihku terlihat semakin mencolok dengan pakaian kerajaan. Apalagi, aku tidak pernah bisa berpikiran logis jika harus melihat bibirnya yang manis.

"Tenang, aku akan menjelaskannya setelah ini," bisik Arsen, yang langsung ku angguki.

Kami melakukan makan malam dengan penuh khidmat. Pertemuan antara dua keluarga kerajaan itu berjalan dengan lancar, tanpa adanya hambatan apapun. Hingga semuanya berakhir, Arsen meminta izin pada kedua Orangtua kami untuk membawaku pergi.

Lagipula, King Avery dan Kaisar Vincent akan melakukan perbincangan serius terkait pernikahanku dengan Arsen. Hanya mereka, tanpa melibatkan siapapun lagi. Bahkan Ratu Delfina dan Ratu Kayees diminta untuk meninggalkan kedua Raja tersebut.

Ditengah perjalanan, aku sedikit menggerakkan tanganku hingga Arsen menoleh seakan melemparkan pertanyaan.

"Kau akan membawaku kemana?"

"Ke kamarmu. Kemana lagi?"

Dengan spontan aku menghentikan langkah, membuat Arsen mau tidak mau mengikuti pergerakanku.

"Tidak. Aku tau apa yang akan kau lakukan."

Aku dapat melihat jelas tatapan Arsen yang berubah sayu. Untung saja dikoridor ini tidak ada siapapun, yang bisa melihat perlakukan manja Arsen. Jika tidak, maka reputasi Arsen sebagai seorang Pangeran akan jatuh begitu saja.

"Sayang, apa kau--"

"Tidak, Arsen. Kau akan semakin kurang ajar jika aku selalu menuruti permintaanmu," ucapku tidak sungguh-sungguh.

Aku tidak sepenuhnya marah pada Arsen. Melainkan sebaliknya, aku sangat suka jika Arsen berubah menjadi manja seperti ini. Kekasihku akan terlihat semakin menggemaskan, sekaligus semakin tampan.

"Aku sangat merindukanmu. Aku harus meminta waktumu sebentar," ungkap Arsen dengan nada serius seperti biasa.

"Sejak berada di sini, kita jadi memiliki banyak jarak."

"Di sana aku selalu menunggu kabar baik tentang pertemuan kita."

"Dan yang selalu membuatku ingin marah adalah, aku merindukan pelukanmu, Queen."

Aku menghembuskan napas pelan. Arsen sangat aneh. Padahal kita baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, dan sekarang? Pria itu sudah mengeluh pada rasa rindunya untukku.

"Jangan seperti anak kecil," ketusku.

Perlahan Arsen menunduk. Ia menatap kedua ujung kakinya. "Aku tau ini berlebihan, tapi apa kau tidak bisa membiarkan aku merindukanmu?"

"Aku sangat merindukanmu."

"Aku kira setelah kita berada di dimensi lain, bisa memiliki banyak waktu untuk bersama."

"Nyatanya aku salah. Aku harus dihadapi oleh masalahku sendiri sebagai seorang Pangeran."

"Aku telah dipukul oleh ekspetasiku sendiri. Karena itu, aku selalu merindukanmu."

"Hanya merindukanmu."

Aku tidak bisa menahan senyum. Arsen sungguh manis jika sedang seperti ini. Banyak kalimat yang Arsen lontarkan, hingga mampu membuatku melayang ke udara.

"Jika kau sedang lelah, aku bisa kembali ke Istana-ku sekarang. Mungkin lain kali, setelah aku selesai menyiapkan beberapa urusan penting terkait perang, aku akan kembali menemuimu."

Aku menelan salivaku sulit. "P-perang?"

Arsen mengangguk kecil. "Aku pergi dulu, sampai jum--"

"Tidak Arsen. Mengapa kau seperti ini? Mengapa kau tidak memaksaku, seperti yang biasa kau lakukan saat kita ada di dimensi nyata?"

Perubahan Arsen sungguh berbeda drastis. Aku kira setelah aku menolaknya tadi, Arsen akan kembali menarik tanganku dan memaksaku untuk memberikan apa yang ia mau. Bukan Arsen yang pasrah pada penolakan kecil seperti ini.

"Aku tidak tau. Aku rasa kau memang sedang lelah."

Aku menggeleng kecil tidak puas pada jawaban yang Arsen berikan. Malas untuk menanggapinya, aku memutuskan untuk segera melenggang pergi tanpa memperdulikan keberadaan pria itu.

"Sayang."

Aku tetap berjalan hingga sesampainya di dalam kamar, aku segera mengunci pintu kamarku. Namun baru saja berjalan satu langkah dari pintu, pintu yang telah aku kunci itu berhasil terbuka dan menampilkan sosok Arsen. Aku sungguh terkejut. Bagaimana bisa Arsen melalukan hal aneh itu?

Arsen kembali mengunci pintunya, dan kembali menatapku dengan tatapan yang liar. Oke, Arsen kekasihku telah kembali. Namun sayangnya semua minatku terhadapnya sudah hilang sejak Arsen mengatakan kalimat pasrah yang begitu aku benci.

"Holy shit, aku tidak bisa menahannya." Arsen mengatakannya dengan nada rendah yang berat.

"Keluar Arsen, lakukan apa yang sempat ingin kau lakukan."

"Ya, tentu saja. Aku akan melakukannya bersamamu." Aku berdecak kesal, melihat Arsen menggulung lengan baju yang ia pakai. Apalagi saat Arsen tersenyum miring, dengan menatapku secara intens.

"Tidak. Kau mengatakan akan kembali ke Istana-mu," tolakku kasar.

"Tidak, Sayang. Aku tidak bersungguh-sungguh mengatakan itu."

Aku memutar bola mataku malas, lalu menepis tangan Arsen yang hendak menyentuh bibirku. "Aku benci. Silakan keluar sekarang juga."

"Kau pikir aku akan keluar setelah kau membuatnya terbangun?"