webnovel

12

Alea terbahak sementara Rani langsung memukul lengan Reza merasa gemas dengan mulut laki-laki itu, "Jahat banget kata-kata lo, tapi emang bener sih kalau udah cinta kadang-kadang suka bikin orang bego tanpa sadar." Pada akhirnya Rani ikut menyetujui kebenaran itu.

Alea mengedarkan pandangannya ke segala arah, tiba-tiba merasa was-was dan seakan mengerti Oji langsung membuka suara. "Bos sama Nima masih di luar, ketemu orang yang mau supply kopi."

Alea hanya ber'oh'ria lalu mulai bercerita tanpa ragu. "Gue pernah suka sama orang sampai bikin gue keliatan bego, parahnya gue bego hampir setahun." Ujarnya terkekeh geli, menyadari seberapa bego dirinya dulu. "Untung dia keburu lulus dan kita lost contact, nggak kebayang kalau misalnya gue bego-nya permanen."

Ketiganya terbahak di tempatnya, Rani bahkan sampai harus memegang perutnya. Dito yang baru muncul dari dapur hanya memandang mereka bingung. Lalu memilih pulang tepat waktu untuk menemani calon isterinya mengurus persiapan pernikahan mereka.

"Thanks Lea, lo bikin gue sadar kalau ternyata cantik aja nggak cukup bikin hidup lo lurus-lurus aja tanpa adanya drama menye-menye." Rani akhirnya bersuara di sisa-sisa tawanya.

Kenyataan yang baru di dengarnya saat ini benar-benar sebuah kejutan. Runtuh sudah segala ekspektasinya selama ini. Rani pikir... Alea yang cantik, berpenampilan menarik, ramah dan selalu menebar sisi positif itu akan selalu beruntung di dalam hidupnya. Termasuk dalam hubungan asmara, Alea adalah sosok perempuan yang banyak di inginkan laki-laki. Namun, siapa sangka jika di balik itu semua Alea hanyalah perempuan biasa yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Sialan lo!" Umpat Alea kesal.

"Tapi tunggu---" Oji tiba-tiba menginterupsi, menatapnya serius "Jangan bilang kalau orang yang bikin lo bego itu G-Dragon? Gue gampar lo kalau sampai beneran." Ancamnya penuh peringatan. Oji tidak ingin tertipu lagi.

Kali ini Alea yang terbahak, "Ya enggaklah! Lo pikir hidup gue kurang berwarna apa, sampai harus se-drama itu sama idol kpop." Bantahnya tidak terima.

"Tapi gue penasaran... sebagus apa orang yang udah bikin lo bego itu? Secara ya kan, lo udah cakep kayak gini masa cinta bertepuk sebelah tangan sih?" tanya Rani penasaran.

Alea tersenyum, mengenang kembali masa-masa SMA-nya yang menyenangkan. Adik kelas yang menyukai kakak kelasnya dalam diam, drama sekali bukan? Alea sendiri merasa malu dengan ke-barbaran-nya di masalalu.

"Dia kakak kelas gue. Orangnya cuek, rada kaku dan jarang senyum kalau di sapa. Dia bukan anggota osis, bukan siswa teladan juga. Cuma anak basket yang sering di hukum karena ketahuan ngerokok dan bolos. Nggak ada yang spesial sih, tapi nggak tau kenapa gue jadi lebih sering liatin dia di sekolah. Dan ke-bego-an pertama gue di mulai saat gue ngeliat dia abis sholat jum'at, auranya beda aja kayak ada cahaya di sekeliling dia yang menggetarkan jiwa anak perawan." Ujarnya menggebu-gebu, entah kenapa mengingat masa-masa itu selalu membuatnya bersemangat.

"Fix! Lo bucin garis keras." Seru ketiganya kompak.

"Siapa yang bucin?"

Suara berat itu sontak menghentikan tawa mereka, seketika suasana menjadi hening. Tidak ada yang menyadari perubahan ekspresi Alea, walaupun perempuan itu berusaha terlihat setenang mungkin.

"Ini Mas, kita lagi bahas kisah cinta Alea yang katanya bertepuk sebelah tangan sama kakak kelasnya." Jelas Rani santai.

Selain Atta dan Alea, Nima juga turut merasakan ketegangan suasana yang membuat bulu kuduknya berdiri. Sementara Alea berkali-kali mencuri lirik ke arah Atta, penasaran dengan respon laki-laki itu. Alea pikir, Atta akan merasa tidak nyaman lalu memilih pergi. Namun, takdir seolah sedang mempermainkannya karena dengan santainya laki-laki itu malah menarik kursi di sampingnya dan duduk.

"Oh ya?" Atta secara terang-terangan menatap Alea "Siapa?" Tanyanya terdengar antusias.

Alea mengalihkan pandangannya ke segala arah, menghindari kontak mata dengan laki-laki itu.

"Kakak kelasnya dulu, iya kan Lea?" Jelas Oji tanpa di minta, Alea sontak menatap Oji dengan tatapan peringatan. Berharap agar laki-laki itu menutup mulutnya.

"Kakak kelas pas kapan? SMP atau SMA?"

Alea sontak menatap Atta tidak percaya, kenapa laki-laki itu tiba-tiba kepo dan---tunggu, melihat dari caranya tersenyum, sepertinya Atta memang sengaja menyudutkannya.

Kali ini Alea dengan berani balas menatap Atta dengan dagu terangkat, "Emang penting ya buat tau?"

Atta mengangguk santai, "Siapa tau aja gue kenal. Lo nggak lupa kan, kalau gue juga kakak kelas lo."

Tanpa sadar Alea memutar bola matanya malas, "Bukan orang yang Mas Atta kenal." Alea sengaja menekankan panggilan 'Mas' untuk membuat laki-laki itu kesal.

Dan berhasil. Karena tatapan laki-laki itu kini berubah tajam, terlambatkah jika Alea menyesali kata-katanya barusan?

***

Berulang kali akal sehatnya menolak menerima, meski hati tetap berkata demikian. Harus Atta akui, perempuan itu memiliki daya tarik tersendiri. Kadang Atta berpikir, mungkinkah ini karma? Karena pernah mengabaikan perasaan seseorang di masa lalu?

Lalu apakah perasaannya juga akan terabaikan?

Atta akui, Alea sudah terlalu jauh masuk ke dalam hidupnya. Alea selalu membuat Atta penasaran dengan dunianya, penasaran bagaimana rasanya merengkuh tubuh mungil yang tingginya tidak seberapa itu ke dalam pelukannya dan penasaran dengan rasa bibir itu lagi. Apakah rasanya masih selembut dan semanis itu?

Selain rasa aneh yang tiba-tiba ada setiap memikirkan perempuan itu, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan Atta sebelum bertindak lebih jauh. Atta tidak ingin memberikan harapan lalu menyakiti perempuan itu lebih parah lagi, karena Atta tau dirinya sudah terlalu sering menyakiti Alea. Setiap kali melihat tatapan kecewanya, matanya yang berkaca-kaca dengan bibir bergetar menahan tangis... Atta kembali merutuki dirinya karena tidak kuasa menghapus air mata itu.

Terlebih lagi dialah yang menjadi penyebab dari runtuhnya pertahanan perempuan itu.

"Kenapa lo, suntuk banget." Dito yang baru datang langsung memposisikan dirinya di samping Atta, menaruh dua kaleng bir di atas permukaan meja. Keduanya kini sedang menikmati angin sore di rooftop Nightfall. Jangan heran jika Dito bisa sesantai ini ketika berhadapan dengan Atta, selain umur mereka sama, mereka juga satu kampus meskipun beda jurusan.

Selain hamparan rumput hijau sintetis, hanya ada satu gazebo minimalis dan meja kecil di depannya untuk sekedar menikmati sunset, smooking area atau sekedar lari dari kenyataan hidup dan menikmati me time. Seperti yang Atta lakukan, sebelum Dito datang dan bergabung dengannya. Di antara tiga opsi yang di sebutkan tadi, Sepertinya laki-laki itu sedang lari dari kenyataan. Karena sudah pasti Dito terlalu sibuk untuk sekedar menikmati sunset apalagi merokok. Kecuali kepalanya kejedot tembok dan lupa ingatan, maka mungkin saja Dito akan melupakan slogan hidupnya 'hidup sehat itu mahal'.

"Ngaca! Masalah lo nggak lebih baik dari gue." Atta meraih satu kaleng bir dari atas meja lalu meneguknya.

"Lo beneran nggak ada rasa sama Alea?"

Uhukk---Uhukk!