webnovel

one of one

"Untuk apa indah tapi tak tergapai?" "Well hanya naga yang bisa menjamahnya." Mendengar jawaban Long Jin, Na Ra tidak menyadari ada makna tersirat disana. "Tapi, aku tidak ingin jadi seperti bulan, meski indah dan dipuja banyak orang dia tetap sendirian." *** "Apakah kau tahu, darah lebih kental daripada air? Semua orang bisa memiliki kekayaan dan pengaruh yang sama besar dengan keluarga Dan.. Namun tidak semua orang bisa memiliki darah keluarga Dan yang mengalir dalam dirinya." "Kau boleh mengambil darahku, jika kau terobsesi dengannya." "Anak-anak kita... di dalam tubuh mereka akan mengalir darah yang sama, berasal dari tetesan yang sama, dan menjadi segumpal daging yang mendiami rahim yang sama."

Talmina_Halim · Urban
Not enough ratings
12 Chs

Making Over

Dalam beberapa jam setelah aku terbangun, aku sudah diperlakukan macam-macam. Bahkan aku tidak tahu apakah aku memang bangun secara alamiah atau memang waktunya sudah ditentukan. Dan sekarang disinilah aku, terduduk di depan cermin dengan pakaian dalam berkualitas nan lembut menggoda. Bagaimana aku tahu? karena selama wajahku dipoles, pria yang belum kuketahui namanya itu masih setia menungguku. Aku tidak lagi memperhatikan apakah dia berkedip atau tidak, tapi yang aku tahu bahwa aku membenci tatapan tajam yang dia tujukan padaku. Entah berapa banyak kata cabul yang terlintas di otaknya.

Polesanku selesai dan para perias pun mengambil pakaian yang sebelumnya telah mereka bawa.

"Jangan tanya bagaimana aku bisa mendapatkan ukuranmu."

"I am not asking."

"Dont You curious?"

"No." Jawabku singkat.

"Tidak mau tahu atau kau sudah tahu?"

"Aku tidak ingin berdebat denganmu."

"Bagaimana dengan menciumku? Apakah sudah kau pertimbangkan?"

"Terserah."

"Oh ayolah, kau tidak seru sama sekali."

"I am not your toys."

"Toys mean a lot. Sedangkan kamu hanya satu."

"Jika bukan mainan, lalu kamu sebut apa aku?"

"Mari putuskan nanti, setelah aku menilai bagaimana perilakumu."

Cocktail dress akhirnya tiba dan dia pun melebarkan jarak kembali. Warna dress itu seperti warna buah apel tanpa kulit berbahan satin, dengan sentuhan lace di bagian pundak hingga dada dan menerus hingga siku tangan. Tertutup namun sedikit terbuka di beberapa bagian yang membuat sepasang mata pria itu tetap tak berkutik.

Setelah menata model rambutku yang bergelombang menjadi messy bun dengan hiasan bandana swarovski, seorang diantara mengambil sepasang sepatu dengan bahan dan warna senada, namun dihadang pria tadi. Sepasang sepatu itu berpindah tangan dan kedua perias itu pun keluar dari ruangan. Ternyata dia memakaikan sepasang sepatu tersebut di kakiku.

"Apakah sakit?" tanyanya sambil menatapku, aku hanya menjawab dengan gelengan.

"Tinggi 5cm bukan masalah kan?"

"Apa aku masih bisa protes?"

"You are learning so quick... Kau sepertinya sudah mulai terbiasa ditatap olehku." Aku membuang muka dan memutar mataku jengah.

*

Awalnya kupikir dia akan mengantarku hingga ke mobil saja, tapi sepertinya aku salah besar. Karena di dalam mobil yang kami tumpangi, sudah tersedia suitbag untuk outfit yang akan dia kenakan. Mobil berhenti di sebuah area lapang, hanya ada pagar besi dengan pembatas sebelum masuk. Ternyata area tersebut adalah pintu masuk menuju landasan dengan melewati jalur khusus.

Ternyata sebuah jetplane berwarna silver dove sudah menanti kami, tanpa identitas hanya nomor lambung saja yang tertulis di buritannya. Setelah berada dalam jetplane, hanya terdiri tiga awak, seorang pramugari dengan outfit rancangan khusus berwarna merah (yang berarti keberuntungan), dengan sepasang pilot-copilot yang sedang berkomunikasi dengan menara ATC dalam bahasa Inggris, setidaknya dari semua hal yang diperbincangkan, komunikasi mereka sajalah yang ku pahami.

Pria itu menuntunku ke kabin tengah, sedangkan pengikutnya berada di kabin depan. Kemudian si pramugari itu pun entah berbicara apa dan akhirnya dia pun meninggalkan kamu menuju ke depan.

"Kau diam saja atau menikmati suara pilotku?"

"Jadi kau lebih suka aku meronta seperti orang gila?"

"Kau terlalu menyenangkan untuk diculik."

"Kemana kau akan membawaku?"

"Bukankah kau bisa mengerti dari komunikasi pilot dan menara ATC tadi?"

"Tapi aku ingin tahu darimu."

"Kau tipikal wanita penuntut rupanya."

"Jawablah atau diam saja." Sejenak mata kami saling menatap, eye to eye. Kontak itu terputus karena pria itu memajukan wajah dan bibirnya padaku, secara otomatis membuatku mundur.

"Aku tidak menyukai riasanmu."

"Masa bodoh dengan pendapatmu." Lalu dia berdiri dan pergi ke kabin belakang, kemudian tak lama pramugari itu datang dengan nampan dan dua minuman diatasnya.

*