"Sudah ikuti saja saranku ini!" teriak Rian yang masih dalam ketakutan, memaksa temannya yang sok preman itu.
"Apa kamu takut, kawan? Jangan sebut aku Rendi kalau tidak bisa menghabisi guru brengsek itu secepatnya," jawab Rendi masih dalam kesombongan yang teramat sangat.
"Baiklah kalau kamu masih mau meneruskan siasat konyolmu itu. Aku tidak mau terlibat terlalu jauh. Biarkan aku pulang naik kendaraan umum saja," sahut Rian sembari keluar dari mobil dan melangkah pergi meninggalkan sahabatnya sendirian disitu.
"Dasar pecundang yang tidak berguna kamu itu!" teriak Rendi, kemarahannya kian memuncak.
Rian terus berjalan menuju gerbang sekolah tanpa memperdulikan sahabatnya yang konyol itu. Tepat saat keluar dari gerbang sekolah, kebetulan dari jauh terlihat ada angkutan kota yang menuju ke tempatnya. Rian berupaya menghentikan angkutan tersebut, kemudian langsung masuk ke dalamnya.
Belum genap 500 meter angkutan kota yang di tumpanginya melaju, Rian dikagetkan dengan pemandangan di depannya. Terlihat dua mobil yang terparkir di tepi jalan raya yang terbilang ramai.
Rian faham betul dengan mobil tua nan antik itu jelas kepunyaan pak Bayu. Benar apa yang ia pikirkan, tidak jauh dari mobil itu, nampak pak Bayu dan pak Harry sedang berbincang bincang dengan empat orang yang tidak kalah rapih pakaian mereka dengan dua gurunya tersebut.
Ke empat orang itu bertubuh tinggi besar dan body atletis layaknya binaragawan. Rian sangat yakin kalau mereka pasti anak buah ayahnya Rendi yang di suruh untuk membereskan guru baru itu oleh sahabatnya tadi.
Satu hal yang membuat Rian keheranan adalah kenapa orang-orang itu berbincang dengan lepas dan santainya seolah sudah saling kenal dan sedang tidak terjadi masalah apapun.
'Halaaah, itu bukan urusanku kenapa aku harus pusing-pusing memikirkan hal itu,' bisik Rian dalam hati. Dengan santai ia terus menikmati perjalanan hingga tiba di pertigaan dekat tempat tinggalnya. Setelah membayar ongkos pada sopir, ia pun turun dan berjalan santai menuju rumahnya.
Dua puluh menit yang lalu, saat mobil pak Bayu keluar dari gerbang sekolah favorit tempat beliau mengajar, kepala sekolah itu langsung melajukan mobil dengan santai mengarah ke tempat tinggal pak Harry untuk mengantar guru baru itu pulang.
Baru beberapa ratus meter berjalan, saat dua guru itu berbincang ringan, sang kepala sekolah merasa seperti ada yang mengikuti. Dengan rasa percaya diri, guru yang sudah dewasa itu menepikan dan menghentikan mobil yang ia kendarai.
Benar saja, mobil yang mengikuti mereka juga ikut berhenti tepat di depan mobil classik milik kepala sekolah tersebut. Dua guru yang masih berada didalam mobil masih duduk dengan santai, saling pandang karena masih belum tahu apa yang sedang dan akan terjadi.
Dua sosok tinggi besar dengan tubuh kekar berkacamata hitam terlihat keluar dari dalam mobil merk ternama yang berhenti di depan mereka itu, diikuti dua orang berikutnya yang tidak kalah sangar penampilannya.
Ke empat orang dengan penampilan menyeramkan itu berjalan bersama menuju ke arah mobil yang mereka tumpangi, salah satu dari mereka mengetuk kaca jendela jelas memberi kode untuk mereka berdua agar keluar.
Tanpa adanya rasa curiga dan khawatir, dua guru itu pun keluar secara bersamaan. Sepersekian detik, pak Harry dibuat heran oleh perlakuan dua pria berpenampilan layaknya seorang Debt Colector itu.
Mereka bersalaman dan mencium tangan guru yang baru memulai mengajar disekolah ternama dikawasan Jakarta ini. Setelahnya, dua pria itu secara bergantian memeluk penuh keakraban dan kehangatan kepada guru tampan di depan mereka.
"Ada apa, apa maksudnya ini," tanya Harry penuh keheranan. Begitu juga dengan pak Bayu yang melihat moment itu merasa bingung campur haru juga.
"Maafkan kami, Master. Kami hampir saja melakukan kesalahan fatal," jawab salah satu dari pria misterius itu sambil membuka topi dan kacamata yang mereka kenakan.
Harry masih sedikit bingung, tapi samar samar ia seperti tidak asing dengan wajah dua lelaki ini. "Apakah kita pernah bertemu sebelum ini?" Harry meyakinkan diri untuk bertanya pada mereka.
"Kami murid-murid dari perguruan ayahmu yang pernah kamu didik dan disalurkan kerja, Master," jawab mereka berdua sambil membungkukkan badan sebagai tanda hormat.
"Astaga," jawab Harry menyebutkan nama nama dua pria itu sambil mengelus pundak kekar dua orang di hadapannya.
Setelah saling menanyakan kabar masing-masing dan berbincang beberapa menit, akhirnya Harry menanyakan perihal kepentingan apa hingga mereka harus membuntuti mobil yang sedang ia tumpangi.
Ke-empat pria kekar itu pun menerangkan secara bergantian, apa maksud tujuan mereka berada dikawasan itu sambil tidak henti-hentinya membungkukkan badan dan meminta maaf.
Suasana sudah normal kembali, setelah berbincang kesana kemari. Salah satu dari pria-pria atletis itu menengahi dan mengambil keputusan untuk mengajak dua guru ini untuk makan siang bersama di restoran ternama di kawasan itu.
"Sebagai wujud permintaan maaf," candanya disambut gelak tawa dari semua yang ada di lokasi tersebut.
Setelah menentukan tempat makan, mereka semua berjalan bersama ke arah mobil masing-masing. Belum sempat mereka sampai di mobil, serentak mereka berhenti setelah semua mengarahkan pandangan pada mobil sport warna merah yang berhenti tepat di belakang mobil tua nan antik milik pak Bayu.
Terlihat sosok pemuda dengan buru-buru keluar dari dalam mobil tersebut, tanpa memperdulikan keberadaan kepala sekolahnya, pemuda itu yang tak lain adalah Rendi salah satu anak didik pak Bayu langsung berjalan ke arah empat lelaki dengan pakaian serba hitam yang merupakan anak buah dari tuan Agung Bramasta, ayah kandung pemuda songong itu.
"Brengsek kalian semua ini! Membereskan satu tikus got saja tidak becus!" bentak si pemuda dengan suara lantang penuh emosi yang meluap kepada pria-pria kekar disana.
Pak Bayu dan bawahannya Harry yang melihat kejadian itu hanya bisa geleng-geleng kepala penuh penyesalan karena telah gagal mendidik siswa itu yang sama sekali tidak punya sopan santun karena membentak dan berkata kasar kepada orang yang usianya lebih tua darinya.
Kepala sekolah tersebut mencoba mendekat, berniat meredakan emosi siswanya dan mendinginkan suasana. Belum sempat guru itu berkata.
"Bapak jangan ikut campur urusan ini!" Terdengar kalimat yang keluar dari mulut Rendi masih dengan nada emosional dan jari telunjuk yang mengarah kemuka kepala sekolahnya. Guru paruh baya itu akhirnya mundur satu langkah sambil menggelengkan kepala tak habis pikir.
Lelaki paling tua diantara empat bodyguard itu mencoba mendekati anak bosnya untuk menenangkan sang pemuda dan berniat menerangkan tentang apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Sabar dan tenangkan dirimu dulu, Tuan muda," ucapnya lirih penuh wibawa sambil memegang pundak Rendi yang masih terlihat sangat marah.
"Apa maksud, Om? Kalau memang tidak mampu, kenapa tidak bilang dari awal?" ucap Rendi dengan emosi yang sudah mulai mereda.
"Begini, Bos. Apa bos tahu siapa sebenarnya orang yang kamu suruh untuk kita bereskan itu?" jawab sang lelaki mengecilkan nada suaranya.
"Siapapun dia, aku mau orang itu disingkirkan dari sekolahku karena sudah membuat pacarku tersinggung!" Rendi masih tetap bersikukuh pada pendiriannya.
Lelaki dewasa di depannya hanya bisa terdiam, bingung harus bagaimana lagi untuk menerangkan kepada putra sulung bosnya ini.
"Biar saya yang jelaskan semua kesalahpahaman ini," ucap Harry yang sedari tadi hanya diam mempelajari suasana sekarang sudah ada di dekat mereka berdua dengan percaya diri dan penuh kewibawaan.
"Pak guru?" ucap Rendi lirih dengan suara gemetar.
To be continued...