webnovel

One Night Stand With Mr. Mafia (Bahasa Indonesia)

Arzelyn Selena adalah seorang wanita dewasa yang sangat menjunjung tinggi prinsip hidupnya, yaitu sangat menjaga harga dirinya dengan tidak pernah membiarkan satu pria pun mencium atau menyentuhnya. Karena ia ingin menyerahkan kesuciannya hanya pada pria yang kelak akan menjadi suaminya. Saat ini, ia mempunyai seorang kekasih yang sangat mencintainya dan menghormati semua prinsip hidup yang ia pegang teguh. Namun, dalam satu malam hidupnya hancur setelah kemalangan menimpanya. Semua kemalangan itu berhubungan dengan rahasia besar mengenai masa lalunya. Akankah impian seorang wanita cantik yang sangat berprinsip itu akan tercapai? Ataukah hanya menjadi impian semu yang hanya menjadi angan semata?

Dianning · Teen
Not enough ratings
279 Chs

Berolahraga

Axel yang rencananya ingin merehatkan tubuhnya sejenak, tidak mampu melakukannya karena pikirannya kini diliputi sebuah tanda tanya besar. Refleks ia bangkit dari posisinya yang telentang dan meraih Biometric wallet (Dunhil) USD 825 setara Rp 11,59 juta. Dompet favoritnya karena menawarkan banyak fitur unik yang tidak bisa ditemukan pada dompet lain.

Karena dompet miliknya bisa menautkan dompet di handphone melalu bluetooth. Karena jika dompet miliknya berjarak jauh dari tempat lokasinya berada, maka alarm akan berbunyi. Selain itu, dilengkapi teknologi RFID dan sensor sidik jari, memberi kemampuan untuk mengunci dompet dari siapa pun yang ingin mengambil dompet favoritnya.

Axel menarik foto yang terselip di sana dan menatapnya intens, "Apakah benar kamu sudah mati, istri kecilku? Bagaimana dengan janjimu padaku dulu? Bukankah kamu saat itu mengatakan bahwa ...." Axel tidak melanjutkan perkataannya karena mendengar suara ketukan pintu. Refleks ia bangkit berdiri dan berjalan untuk membuka pintu dan dilihatnya pria yang sudah membelikan pesanannya.

"Ini pesanan Anda, Tuan Axel." Membungkuk hormat dengan memberikan makanan dan juga buah apel merah pada pria yang selalu menampilkan wajah tampannya yang datar.

Axel hanya menatap kantong plastik itu dan berlalu pergi untuk masuk ke dalam. "Taruh saja di dalam."

"Baik, Tuan Axel." Detektif itu buru-buru masuk dan segera menaruh makanan di atas meja sesuai perintah dari pria yang ditakutinya. "Sudah, Tuan Axel. Saya mohon pamit."

Axel yang sudah mendaratkan tubuhnya di atas sofa, menunjuk ke arah pistol yang ada di atas ranjang. "Kamu ambil kekasihku dulu yang ada di sana. Karena aku sedang ingin bermain-main dengannya."

Detektif tersebut langsung menoleh ke arah jari telunjuk yang mengarah pada senjata api dan berhasil membuat nyalinya menciut seraya menelan kasar salivanya. "Baik, Tuan Axel."

'Astaga, pistol dipanggil kekasih dan bilang sedang ingin bermain-main. Semoga bukan aku yang jadi sasarannya,' gumam sang detektif yang sudah membungkuk untuk meraih benda sakral menakutkan itu.

Namun, belum sempat ia menyentuhnya, suara bariton dari Axel membuatnya berhenti dan tidak bergerak.

"Berhenti! Jangan menyentuhnya dengan tanganmu langsung, tetapi pakai sesuatu untuk melapisinya. Karena aku tidak suka kekasihku mengejar orang yang meninggalkan sidik jari yang tertinggal," ucap Axel dengan tersenyum smirk.

"Baik, Tuan Axel." Pria dengan kulit sawo matang itu terlihat sangat ketakutan dan memutar otak untuk mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk melapisi senjata api tersebut. Hingga ia berpikir sapu tangannya bisa untuk menutupi tangannya, kemudian sangat berhati-hati untuk menyentuh senjata kesayangan tersebut dan berjalan ke arah pria yang terlihat sudah menikmati buah apel yang tadi dibelinya.

"Ini kekasih Anda, Tuan Axel."

Axel hanya mengarahkan dagunya ke arah meja, memberikan sebuah kode pada pria di depannya tersebut agar menaruhnya di atas meja.

Tentu saja tanpa membuang waktu, pria tersebut menaruhnya di atas meja.

Axel membuka ponselnya dan memperlihatkan foto seseorang ke arah pria di depannya. "Sekarang kamu berjaga di loby dan jika wanita ini sudah tiba, hubungi anak buahku." Axel mengibaskan tangannya dan kembali melanjutkan kegiatannya yang mengunyah buah favoritnya.

"Siap, Tuan Axel." Membungkuk hormat dan buru-buru keluar dari kamar hotel.

Sementara itu, Axel masih intens menatap ke arah ponselnya. "Arzelyn Selena, ternyata nama lengkap arsitek itu sangat manis. Rasanya sangat menarik saat bermain-main dengan wanita manis ini."

Beberapa menit berlalu, Axel sudah menyelesaikan menu makan siangnya. Ia menunggu panggilan dari anak buahnya, hingga suara ponselnya berdering. dan buru-buru jarinya menggeser layar.

"Apa dia sudah datang?"

"Sudah Bos, dalam satu menit sudah tiba di depan kamar Anda."

"Oke."

Axel bangkit dari sofa dan melihat detik jam tangannya. Tepat satu menit ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Namun, ia melihat siluet yang sangat dihafalnya sudah berjalan semakin menjauh dan tentu saja membuatnya merasa semakin kesal. Akhirnya suara baritonnya keluar untuk mengancam Zelyn.

"Aku akan membatalkan kerja sama ini jika kamu berani berjalan satu langkah saja, Arzelyn Selena!"

Suara teriakan dari Axel berhasil membuat tubuh Zelyn meremang dan lagi-lagi degub jantungnya berdebar kencang. Akan tetapi, mau tidak mau ia segera berbalik badan agar tidak menyulut amarah dari Axel. Dengan membungkuk hormat, Zelyn mencoba untuk bersikap biasa dan menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.

"Tuan Axel, maafkan saya karena datang terlambat."

"Kamu mau pergi, bukan?" sarkas Axel dengan tatapan tajam penuh selidik.

Buru-buru Zelyn menggelengkan kepala. "Tidak, itu saya tadi ingin segera ke toilet karena menahan sakit perut. Jadi, Tuan Axel jangan salah paham pada saya."

Axel mengerutkan kening saat tidak mempercayai perkataan wanita di depannya. "Benarkah?"

"Tentu saja, Tuan Axel." Zelyn berpura-pura memegangi perutnya dan meringis. "Saya sudah tidak bisa menahannya lagi, Tuan Axel." Zelyn berlari ke arah Axel dan melewatinya untuk segera masuk ke dalam kamar mandi di ruangan tersebut.

Sementara itu, sudut bibir Axel melengkung ke atas saat merasa tidak percaya dengan kata-kata dari Zelyn. "Ternyata dia cerdas juga dalam mencari alasan." Melangkah masuk ke dalam ruangan kamarnya dan menutup pintu.

Axel Kemudian menunggu di depan pintu kamar mandi, sambil bersandar di dinding dengan posisi tangan kiri ia masukkan ke saku celananya. Sedangkan kaki kanannya terlihat mengetuk-ngetuk lantai dengan ujung sepatu pantofel hitam mengkilat yang dipakainya.

Sedangkan Zelyn yang saat ini merasa sangat kebingungan di dalam kamar mandi, tidak berhenti memegangi jantungnya. "Astaga, seumur hidup, baru kali ini aku bersikap konyol di depan orang lain. Gara-gara si Axel sialan, jiwa feminimku langsung hilang begitu saja. Sekarang aku tinggal memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk."

Zelyn berjalan mondar-mandir di dalam kamar mandi sambil berkacak pinggang karena merasa bingung harus berbuat apa.

"Oke, rileks." Mengambil napas teratur dan mulai melanjutkan perkataannya. "Axel berengsek itu tidak akan memperkosaku, kan? Kenapa aku jadi takut, ya. Tidak ... tidak mungkin dia berani melakukannya karena aku adalah calon menantu dari keponakan sahabat papanya."

Zelyn sudah menekan tombol pada closed agar terlihat seperti orang yang benar-benar sakit perut betulan. Kemudian ia berjalan ke arah pintu dan mulai membukanya. Refleks ia langsung ber-sitatap dengan sosok pria tampan yang berdiri di hadapannya.

'Sial, kenapa pada posisi itu, dia terlihat sangat tampan. Ini konyol sekali, kenapa aku malah memujinya,' gumam Zelyn.

"Tuan Axel, Anda juga mau ke toilet?"

"Dasar bodoh! Aku sedang menunggumu. Cepatlah, aku sudah tidak sabar ingin bermain-main denganmu."

Zelyn menelan kasar salivanya begitu mendengar kata ambigu dari pria yang sudah berjalan meninggalkannya. Kini, ia buru-buru mengekornya. "Apa maksud Anda bermain-main, Tuan Axel. Saya bukan wanita murahan, tetapi saya sangat menjaga harga diri. Jadi, tolong jangan macam-macam."

Axel sama sekali tidak menanggapi rengutan dari Zelyn karena ia sudah mengambil buah apel berwarna merah dan berjalan mendekat ke arah Zelyn, kemudian meletakkan buah itu ke atas kepala wanita yang terlihat kebingungan tersebut.

"Diam dan jangan bergerak karena aku ingin bermesraan dengan kekasihku. Dia butuh pelepasan karena merasa stres beberapa hari ini tidak dikeluarkan," ujar Axel dengan tersenyum smirk.

Zelyn yang merasa sangat tidak paham dengan kata-kata yang terkesan vulgar itu, membuatnya tidak bisa menahan lebih lama rasa penasarannya. "Tuan Axel, apa yang sedang Anda lakukan? Pelepasan, bermesraan, apa maksudnya?"

"Aku ingin melemaskan otot-ototku yang kaku dengan berolahraga. Jadi, diamlah dan jangan bergerak!" ucap Axel dengan tegas.

"Berolahraga? Kenapa harus menaruh apel di kepala saya? Memangnya Anda mau berolahraga apa?" tanya Zelyn dengan sorot mata penuh pertanyaan seraya menatap wajah dengan rahang tegas di depannya.

"Menembak, memangnya apa lagi?"

"A-apa?" Zelyn yang sangat terkejut karena merasa shock, refleks langsung membekap mulutnya disertai wajahnya yang berubah memerah karena merasa ketakutan.

TBC ...