webnovel

Hanya Perasaanku

Tiara tidak bisa fokus dimulai saat Tiara mendengar jawaban dari Raza. Dalam pelajaran Tiara tidak memperhatikan penjelasan guru mata pelajaran, entahlah apa yang sedang dipikirkan oleh Tiara. Apa pikirannya terus berputar dengan pernyataan Raza perihal tentang suka atau tidak dengan Ria. Berulang kali usahanya untuk menyingkirkan hal tersebut tetapi terus saja hinggap di otak Tiara.

Bel istirahat pun berbunyi, tidak seperti biasanya Raza jalan duluan untuk keluar kelas. Biasanya Raza selalu bertanya pada Tiara untuk ke kantin bareng. Hal itu disadari pula oleh Zia dan bertanya langsung pada Tiara, "Raza kenapa, Ra? Kok tumben gak nanya kita dulu."

Tiara hanya mengangkat pundaknya ttanda tidak mengetahui maksud dari sikap Raza yang tiba-tiba berubah. Didalam pikira Tiara tetap saja perubahan sikap Raza adalah perihal pertanyaanya.

"Apa benar Raza suka sama Ria?" tanya Tiara dalam hati.

Tidak ingin memikirkan lebih lanjut, Tiara langsung mengajak Zia ke kantin. Dipesannya mie rebus kesukaan Tiara serta es teh yang selalu menemani makan istirahtanya. Zia pun memesan dengan menu yang sama. Dua mata Tiara menangkap sosok pria yang dianggap sudah seperti kakaknya sendiri. Saat tatapan mereka saling bertemu dengan cepat Tiara mengalihkan pandangan dengan melanjutkan memakan mienya.

"Gue rasa Raza suka sama Ria deh, Ra?" Sebuah pertanyaan dari Zia sukses membuat Tiara terseddak kuah mie dan merasakan panas di tenggorokannya, dengan cepat Tiara meminum es teh hingga habis.

"Teh, aku mau es teh satu lagi," pesanny pada empunyya warung.

"Pelan-pelan kali, Ra. Sampe tersedak gitu. Kenapa emang?" selidik Zia melihat sikap sahabatnya, Tiara.

"Lagian lu ngadi-ngaddi aja deh. Terus kalo Raza suka emang kenapa? Masalah buat gue? Enggga kan," jawab Tiara cepat tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

"Ya biasa aja kali jawabnya kok jadi marah gitu si, lu," balas Zia.

"Gue nggak arah, siapa juga yang marah. Lagian itu hak mereka, perasaan mereka juga, gue nggak berhak buat ikut campur," jelas Tiara sambil membenarkan nada bicaranya agar Zia tidak bertanya lagi.

Zia tidak berbicara lagi dan lebih memilih untuk menghabiskan makannya. Sebuah pesan whatsApp datang di handphone Tiara. Dibukanya pesan tersebut dan sebuah senyuman terlukis di bibir milik Tiara. Zia yang menyadari senyum sahabatnya langsung kepo dibalik senyuman tiba-tiba itu.

"Penyejuk hati gue ngirim pesan, padahal semalam sudah deal tapi dia malah basa-basi nanya hal itu lagi." Tiara menjelaskan rasa penasaran Zia.

"Terus lu beneran jalan bareng dia?"

Tiara mengangguk dengan semangat tanda mengiyakan sebagai pengganti jawaban untuk petanyaan Zia.

"Cie, kayanya ada yang pe de ka te nih," kata Zia mengeja kata terkahir.

"Apaan si lu, ya engga lah. Lagian gue nemenin buat beli snack bukan sengaja jalan bareng," jelas Tiara lagi.

Suara tawa Tiara dan Zia mengundang tatapan tajam tapi tidak di sadari oleh keduanya. Bertanya dalam hati apa yang sedang dibicarakan dan apa yang sedang ditertawakan sampai mereka terlihat bahagia.

Bel masuk istirahat pun berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan masuk ke kelas masing-masing, begitupun dengan Tiara juga Zia. Saat akan duduk dibangkunya, Tiara melihat dua mata yang seakan ingin menerkam mangsa. Tiara menghiraukannya dan melanjutkan duduknya. Tidak lama kemudian guru plajaran selannjutnya masuk ke kelas dan menerangkan serta memberikan tugas yang di sebut perkerjaan rumah.

"Baik anak-anak, ibu harap peremuan selanjutnya kalian sudah mengerjakan dan bagi siapa yang belum selesai akan ibu kurangi nilainya. Kalian semua paham?" terang bu guru dan langsung keluar kelas karena pelajarannya telah selesai.

Sehabis istirahattterdapat dua pelajaran lagi, kini pelajarn terakhir tetapi gurunya izin tidak datang karena sedang seminar di luar kota. Wali kelas mengggantikan guru tersebut dan langusng memberikan tugas untuk dikerjakan masing-masing sampai bel pulang berbunyi dengan catatan tugasnya dikumpulkan sebelum pulang sekolah.

Semua siswa siswi beamburan ke tempat dimana terdapat murid yang pintar menurutnya, berbeda dengan Tiara, dia mampu mengerjakan sendiri tanpa harus mencontek atau menyalin jawaban dari murid terpintar di kelasnya.

Tiara dan Zia berkerja sama menyelesaikan tugas terrsebut. Saat mengerjakan sempatt terrbesit pertanyaan dalam pikirannya.

"Kenapa Raza nggak ngerjain bareng ya? Tumben?"

"Woi buruan, dikit lagi bel bunyi!" seru siswa yang sehabis melihat jam di dinding.

"Iya nih, malah masih banyak banget lagi yang belum dikerjain," saut siswi lainnya.

"Lagian lu bercanda terus, nih salin jawaban gue," balas siswi lainnya.

"Jangan ribut dong, buruan kerjain. Pokoknya pas bel buku udah dikumpulin di meja depan ya," teriak ketua kelas dan seketika memperhatikannya.

"Tiara, buruan yang ini susah banget, soal kaya gini kan Raza jago ngerjainnya," kata Zia khawatir.

Tanpa pikir panjang dan mengesampingkan gengsinya, Tiara menghadap ke belakang untuk bertanya kepada Raza si jago fisika.

"Za, jawaban yang ini dong. Tinggal dua nomor nih," kata Tiara sambil memasang puppy eyes andalannya.

"Nih rumusnya make yang ini, lu kerjain sendiri," jawab Raza menuliskan rumus di kertas.

"Gue juga tau rumusnya tapi gak nemu jawabannya masa jadi begini angkanya," ucap Tiara menunjukan kertas coret-coretannya.

Raza menghembuskan nafas panjangnya dan memberitahukan jawaban dari dua soal tersebut. Tidak ingin ketinggalan Zia juga mengubah posisi duduknya dan menyalin jawaban dari buku Raza.

Terdengar suara bel pulang, siswa dan siswi yang sudah selesai mengerjakan langsung meletakkan buku tugasnya di depan meja guru. Begitupun dengan Tiara, Zia dan juga Raza.

"Za, tungguin gue dong," teriak Tiara saat melihat Raza keluar kelas terlebih dahulu.

Tiara langsung berlarimenghampiri Raza yang sudah jalan di depannya. Langkahnya terhenti saat Raza menghampiri perempuan yang menjaddi rivalnya itu. Tidak ingin mengganggu kegiatan mereka, Tiara langsung berjalan cepat tanpa melihat kearahh mereka yang tangah asyik mengobrol. Tiara langsung menaiki angkot menuju rumahnya tanpa Raza disampingnya. Tiara terus memikirkan pemandangan yang dilihatnya tadi.

"Apa Raza beneran suka sama Ria?" tanya Tiara dalam hati.

Sesampainya di rumah, Tiara langsung meletakkan tasnya dengan sembarang dan merebahkan diri diranjangnya. Tanpa mengganti seragamnya, Tiara memejamkan matanya bermaksud untuk menghilangkan pikiran serta dugaan yang bersarang diotaknya kini.

"Nggak mungkin Raza suka Ria, yang gue tau dia suka sam gue. Tapi kenapa~" Tiara tidak melanjutkan perkataannya karena memang dia sendiri tidak mengetahui maksud perkataannya itu.

Ddrtt.. ddrrtt.. ddrrtt..

"Halo," Tiara menjawab panggilan telepon dari Zia.

"Lu sudah sampai, Ra?" tanya Zia.

"Iya udah, tumben tadi angkotnya nggak ngetem lama," jelas Tiara.

"Eh tau gak, tadi kan gue lihat Raza boncengan sama Ria tau," ucap Zia antusias.

"Boncengan? Make motor siapa?" tanya Tiara bingung karena dia tau, Raza tidak di bolehin membawa motor oleh mamanya.

"Ya motornya Ria kali, motor siapa lagi. Apa beneran mereka jadian ya, Ra?" tanya Zia menyelidik.

"Nggak tau ah, udah ya gue cape mau tidur." Tiara langsung mematikan sambungan telepon sepihak.

Dengan cepat Tiara memerikasa status terakhir Raza, betapa terkejutnya membaca kata online pada whatsApp Raza.