1 Rain

BUK! BUK! BUK!

"Aduh!" rintih salah satu pemuda yang sudah dibuat tumbang dengan satu pukulan di perutnya.

"Gitu aja, udah keok. Dasar payah." ejeknya menyeringai sembari meregangkan seluruh tubunhnya yang kecil sehingga menimbulkan suara 'krek'.

"Sialan, padahal tubuhnya kecil. Bagaimana bisa tumbang sekali pukul?" tanya pemuda yang berada di belakang tubuh kecil itu.

"Mau tahu. Ayo sini, coba lawan aku kalo bisa." ucapnya menantang.

"Hei bocah, jangan remehkan kami!" bentaknya kesal tidak terima.

"Hoo~, mau main keroyok ke aku. Oke deh, aku layanin." balasnya santai dengan seringai di wajahnya.

"Hajar bocah sialan ini!! ~~" ucapnya memberi aba-aba menyerbu tubuh kecil itu.

"Beraninya main keroyok, dasar para cowok kebiasaan tawuran. Nih, rasain!" cetusnya menendang wajah dari kanan, lalu berputar ke kiri mengambil alih tongkat baseball, kemudian memutarnya sampai berputar cepat. Dan melepasnya melambung sehingga mengenai seluruh tubuh mereka dengan terus berputar layaknya baling-baling boomerang.

Dalam hitungan beberapa menit mereka semua tumbang dengan luka memar, lecet, dan patah tulang di beberapa tempat mereka dari luka yang mereka terima. Tergantung serangan apa yang mereka terima.

Dan tangan berhandshock biru dongker kecil nan mungil, berhasil menangkap kembali tongkat baseball itu dengan mudah.

"Bocah, kamu ini.... Sebenarnya siapa dan maklhuk apa? Mana mungkin bocah sepertimu.... Dengan tubuh kecil itu.... -" ucapannya terpotong dibungkam dengan telunjuk kiri kecil itu.

Tubuh kecil itu jongkok membungkamnya.

"Aku ini bukan siapa-siapa dan sama seperti kalian manusia. Aku bukan iblis, malaikat, ataupun sesuatu yang magis atau ghaib. Karena aku hanya manusia biasa, seperti yang kau ucapkan. Ketika kau menghinaku." tuturnya lembut akan tetapi hawa yang ada pada dirinya terlalu mencekam dan menyeramkan untuknya.

"Apa kata-kata itu tidak terlalu berlebihan, jika keluar dari bibir kecilmu?" tanya siluet di balik lorong berjalan menghampirinya.

Lalu tubuh kecil

"Huh?! Terserah akulah! Lagipula, ini sudah jadi kebiasaanku. Sudahlah jangan banyak omong, sekarang mana?" balasnya acuh tak acuh dengan tangan menadah. Tepat di depan pemuda yang tinggi semampai, rambut hitam lurus poni terbelah di tengah, mata biru malam dibalik kacamata kuda bening.

"Ada apa kenapa menadahkan tangan padaku?" tanya pemuda itu polos.

"Cih! Mana bayaranku?! Kemarin juga, kau baru membayar setengah dari pekerjaan yang sama padaku!! Apa kau mau berhutang dengan tidak memberi gaji yang kau janjikan padaku?!" bentaknya kesal dengan memutar tongkat besi secepat kecepatan cahaya ke wajahnya.

GTANG!! ~

"Kamu ini terlalu perhitungan dan cukup berbahaya juga, kalau tidak ada persiapan sama sekali." tuturnya menahan tongkat besi dengan tangannya. "Bisa-bisa kepalaku bakal melayang terus koma. Ternyata aku tidak salah memilihmu." sambungnya.

"Kalau sudah tahu, jangan membuatku kesal ataupun marah. Kepalamu bisa senasib dengan tangan kananmu itu." balasnya melempar membuang tongkat besi.

"Ah, iya. Baiklah." katanya menghela napas dan memberinya sebuah ransel besar

"?"

"Kerja bagus. Ini bayaranmu, itu sudah termasuk bayaran kemarin, juga bonus karena bekerja lebih cepat dari biasanya." sambungnya.

"Yes, akhirnya dapat gajian lagi. Lumayan buat 1 bulan." ucapnya berseri-seri sambil memeluk erat ransel itu.

"Satu bulan? Gajimu itu lebih besar daripada pemerintah, artis, apalagi yang berhubungan dengan negara. Emangnya kamu pakai untuk apa saja?" tanyanya heran dan gelisah.

"Aku pakai untuk~,.. Beli DVD, beli kuota, bayar Wi-fi,... Lalu-.... Aku tidak perlu memberitahukannya padamu, karena ini adalah uang dari gajiku. Aku berhak melakukan apapun terhadap uangku." celatuknya berbalik badan segera beranjak dari tempat meninggalkan pemuda itu.

"Kasihan sekali kau, SM01." desahnya menghela napas.

ZRAAASSSSHHH

"Hah~! Hujan? Aku harus ke halte dan pulang." desahnya segera berlari ke halte terdekat.

Sesampainya di halte dia segera duduk di kursi menunggu bis.

"Fyuh----3~, untung aku tahu jalan pintas. He?!" ucapnya menghela napas lega.

"Zzzzz.....zzzzzz... Zzzz....." seseorang jatuh ke pangkuannya seketika setelah dia duduk beberapa saat yang lalu.

"Sialan, mau mempermainkanku sebagai seorang cewek ya?" katanya geram dan langsung menendangnya ke sisi lain.

Meskipun begitu, orang yang dia tendang sama sekali tidak bangun.

"Aneh, sudah kutendang masih belum bangun. Dia ini kalau dilihat seperti orang tidur. Dih, nih cowok nyebelin banget sama aja!" gerutunya kesal.

"Cowok ini.."

Dia menarik kerah bajunya dan memandangnya dengan tajam penuh selidik.

"Ng.. Harum sekali." orang itu mengigau sembari membuka matanya perlahan. "Wah~, ada bidadari cantik, tapi kok mukanya kusut banget kayak kain pel 'yak?" celatuknya membuat gadis kecil itu semakin geram dan langsung mendorongnya dengan keras sehingga mencium tanah.

"Masih hidup dan gak pura-pura ternyata. Cowok aneh." ucapnya datar enteng.

"Hoaaammm~..... Maaf." pemuda itu menguap lalu berlutut membungkuk minta maaf pada gadis itu, bukannya membuat dia tenang justru membuat dia semakin kesal.

"Omae wa shinderu~!!" teriaknya memukul bokong pemuda itu sehingga kembali mencium tanah.

"Kamu ini cewek apa cowok?.... Mana ada cewek tendangannya mantap kayak gini...." tanya pemuda itu bangkit dan berdiri di depannya.

"Aku cewek. Emangnya kenapa? Lagipula ngapain cowok tidur di halte bis malam larut gini." jawabnya dengan mendengus kasar.

"Aku cowok. Lah, ngapain juga cewek imut kayak bidadari malam larut baru pulang gini?" tanya balik pemuda itu membuatnya naik pitam.

Cowok emang nyebelin. Huh, kenapa aku setiap hari ketemu sama cowok yang nyebelin sih?!

Tapi, dia ini lebih nyebelin dari semua cowok yang aku temui.

"Oi! Denger ya, gua pulang malam larut kerja lembur bagai kuda!! Paham kagak?!" dia membentaknya dengan keras sampai napasnya terengah-engah.

Sial, kenapa aku tampak curhat padanya?

Aku harus hati-hati sama dia, apalagi kalau ketemu cowok kayak 'dia'.

"Oke, aku paham kok. Nih, aku kasih uang buat pulang. Noh, bisnya udah dateng. Kita duduk berdua ya, nanti?" bujuknya sembari memberinya uang dua puluh ribu rupiah.

GEDEBUK! GEDEBAK! GEDEBUK! BAM!

Setelah memukulnya dengan puas, mereka akhirnya duduk berdua.

"Neng, jangan kasar-kasar. Nanti para calonmu bisa kabur." ujar pak sopir bus.

"Hehe, iya pak. Terima kasih." balasnya meringis lembut.

"Bukannya ini terlalu berlebihan, neng?" tanya pemuda itu memplagiat gaya bicara pak sopir bus.

"Diam! Kamu siapa? Kamu gak punya rumah apa, sampe tidur di halte bus segala?!" tanyanya agak membentak.

"Neng, suaranya dipelanin. Malam-malam kok ribut kayak kelelawar." tegur pak sopir pelan dengan menahan kesal.

"Ckckckc... Kayak kelelawar... Ckckckck...." pemuda itu terkekeh dengan senyum lebar puas di wajahnya, setelah sang gadis ditegur.

"Masnya juga, jangan kebiasaan suka ganggu anak perempuan. Ibunya si mas, juga perempuan 'kan?" sambung pak sopir dengan menegur pemuda itu.

"Rasa' in." gumam sang gadis terkekeh pelan.

Beberapa menit kemudian....

"Mas, Neng. Udah sampai halte B 87." tutur pak sopir pelan.

"Oh iya, pak. Terima kasih. Ini uangnya." balas sang gadis membayar dengan uang yang diberikan pemuda tersebut.

"Ini kelebihan, saya gak punya kembalian." kata pak sopir meminta ganti uang kecil.

"Kembaliannya, buat bayar mas yang tadi juga. Sisanya bapak ambil saja. Ya sudah, saya pamit pak." kata gadis itu segera turun dari bus.

"Pulang sendirian, ayo kutemenin." bujuk pemuda tadi di depannya.

"Ngapain kamu masih disini?" tanyanya sebal.

"Aku mau pulang kerumah tentunya. Kamu juga 'kan?" ujarnya mendekatkan wajahnya dengan gadis itu.

Gadis itu memundurkan wajahnya agar tidak terlalu dekat dengan wajah pemuda itu.

"Jangan berbuat rese atau kau akan kena lagi." ancam gadis itu kembali melangkah secara bersamaan pemuda itu menyingkir memberi jalan, kemudian berjalan di jalan yang sama menuju rumah mereka.

"Kalau pulang, apa juga lewat sini?" tanya gadis itu acuh tak acuh.

"Iya. Aku pulang lewat sini. Oh, kita belum-..." perkataannya terpotong ketika gadis itu berhenti tiba-tiba dan berbalik ke arahnya.

"Aku sudah sampai, terima kasih sudah mengantarku pulang. Permisi." ucapnya berpamitan dan segera masuk ke dalam sebuah rumah yang cukup besar bertingkat dua.

"Ah, iya. Sama-sama." balasnya agak sungkan.

Jadi, cewek ini yang tinggal di sebelahku.

Rumah ini, apa hanya dia yang tinggal disini?

Tetangga baru, harus dimaklumi dulu.

avataravatar
Next chapter