webnovel

Old Love

Hyun Soo pada Kyung Ji "Jika aku bisa bertemu denganmu lagi, aku akan melakukan apapun untuk menebus apa yang telah terjadi padamu waktu itu. Aku akan membuatmu tersenyum seperti saat aku tidak bisa melihat senyummu." Kyung Ji pada Hyun Soo "Aku menyukaimu, aku akan selalu memilihmu. Jika keadaan berjalan sesuai yang kuinginkan, aku tidak akan memilih untuk menguburmu dalam - dalam dari ingatanku."

Tarin_Swan · Teen
Not enough ratings
47 Chs

CHAPTER 33 PERTANYAAN

Seperti dugaanku kemarin, pagi ini situasi menjadi sangat kacau. Berita tentang kami pun beredar di seluruh kota Seoul. Dering telfon di seluruh ruangan perusahaan tidak berhenti terdengar, karyawan terlihat berlari - lari panik menggelilingi kantor, dan bisikan terus terdengar dimana aku melewati koridor perusahaan. Berita kali ini benar - benar menjerumuskan kami, tidak hanya wajah Hyun Soo yang terpampang jelas disana, tiap lekukan wajahku juga terlihat sangat jelas memenuhi portal berita, koran harian, dan layar TV. Aku duduk sambil menutup separuh wajahku di balik meja menatap pintu ruangan Hyun Soo yang tertutup rapat, aku melirik jam di ditanganku dan menghembuskan nafas panjang setelahnya. Sudah hampir 2 jam sejak kedatangan Do Hwan -ssi untuk berbicara dengan Hyun Soo, namun ia tidak kunjung meninggalkan ruangan itu, hal ini membuatku khawatir pada Hyun Soo. Dugaan - dugaan aneh mulai bermunculan di otakku seperti 'apa Hyun Soo di pecat? Apa dia tidak mendapat bayaran bulan ini? Apa dia membawa pisau?' memikirkan dugaan buruk itu membuatku semakin cemas. Seo Rin datang dengan segelas kopi di tangannya, ia menatapku sinis "aigoo.. kerja bagus Eun Kyung Ji -ssi" bukanya menghina, aku langsung menoleh melemparkan tatapan sinisku padanya

"wae.." jawabku singkat

"aku pikir kau hanya datang makan malam dengannya, tidak ku sangka kau menghabiskan seharian romantis bersamanya"

"kau seharusnya membantuku saat ini, bukannya ikut menceramahiku Heo Seo Rin -ssi" timpalku menekan.

Seo Rin menghembuskan nafas panjang dari mulutnya sambil menggeleng kecil, ia menggeser kursinya mendekat ke arahku "gwaenchanha?" tanyanya sambil menopangkan sikunya di tangan kursi. Aku menundukkan kepalaku lemas "apa kau pikir aku akan baik - baik saja?" jawabku lesu, Seo Rin menggeleng kuat "ada 3 pilihan" sahutnya mengangkat jarinya. Aku menoleh cepat mendengar jawabnnya itu "apa?" tanyaku penasaran

"mereka membayar media menutup berita ini rapat - rapat, membiarkan kalian berhubungan dengan tenang" jelasnya menurunkan 1 jari, aku mengangguk cepat mendengarkannya penuh harap

"kedua, mereka melimpahkan semua pada tuan Hyun Soo" jelasnya menurunkan 1 jari lagi.

Aku membuka mulutku tercengang mendengar pilihan kedua itu, "ketiga, mereka menyingkirkanmu" jawabnya santai sambil melipat tangannya di depan dada.

Aku langsung mengacak - acak rambutku kesal mendengar jawaban ketiga itu, aku tidak bisa melihat masa depanku jika pilihan ketiga itu menjadi hasil akhirnya. Aku menoleh ke arah Seo Rin dengan rambut acak - acakan "na eotteohaji?" tanyaku panik, sementara Seo Rin hanya menatapku dengan wajah datar lalu menghembsukan nafas besar

"kau sedang memikirkan nasibmu sendiri atau nasib tuan Hyun Soo? Sangat kelihatan" timpalnya jahil

"MOLLA.." teriakku kesal.

Getar ponselku menggangu pembicaraan kami, aku melihat layar ponselku langsung melebarkan mataku kaget dan melempar ponselku ke atas meja ketakutan. Seo Rin mencondongkan badannya melihat nama yang tertera di layar ponselku lalu menahan tawanya yang ingin pecah begitu saja, sementara aku semakin mengacak - acak rambutku tak beraturan mengutuk diriku sendiri dalam hati. Setelah ponselku berhenti bergetar aku menunduk lemas menghembuskan nafas besar, tak lama getar panjang kembali terdengar dan kali ini berasal dari ponsel Seo Rin, ia mengeluarkan ponselnya dan gerakannya terhenti meliriku sejenak. Aku yang memahami lirikan mencurigakan itu langsung menyerangnya hendak merampas ponsel itu dari tangannya, gerakan cepat Seo Rin membuatku gagal mendapatkan posnelnya dan aku langsung menempelkan kedua tanganku

"aku akan mentraktirmu makan siang hari ini" tawarku, Seo Rin menggerakkan jempolnya hendak mengetuk layar ponselnya,

"AHH.. TUNGGU - TUNGGU" teriakku cepat menahan gerakannya "gaji tambahan" tawarku tanpa berfikir panjang.

Senyum puas melebar di bibir Seo Rin dan ia meletakkan ponselnya tenang di atas meja, aku sekali lagi menghembuskan nafas berat dari mulutku sambil menepuk dadaku yang terasa semakin sesak. Aku langsung berdiri cepat merapikan rambutku melihat Bae daepyonim datang dengan sekertaris Min mengikutinya dari belakang, Seo Rin pun ikut berdiri dan kami membungkuk sopan bersama. Setelah pintu ruangan Hyun Soo kembali tertutup aku menjatuhkan badanku lemas ke kursiku memikirkan berapa lama lagi Hyun Soo akan berada di dalam sana, Seo Rin menghembuskan nafas besar

"aigoo.. sepertinya pilihan kedua yang akan menjadi hasilnya" bisiknya kasihan.

000

Hyun Soo berdiri dan langsung menunduk sopan melihat ayahnya datang ke ruangannya. Ia melipat tangannya dan terus menundukkan kepalanya "maafkan atas kelalaianku" bukanya sopan. Bae daepyonim duduk lalu melepas kancing jasnya santai, ia berdeham kecil

"aku sudah memimpin HANSAN Grup sejak usiaku 25 tahun, jadi ini bukan hal baru bagiku, duduklah" bukanya santai.

Hyun Soo mematuhi perkataan ayahnya dan ia duduk sambil menundukkan kepalanya merasa bersalah, Bae daepyonim mengalihkan pandangannya pada Do Hwan -ssi

"apa yang terjadi kali ini?" tanyanya terdengar tegas.

Do Hwan -ssi menunjukkan artikel koran tentang kami dan menyodorkan berita melalui tablet pada Bae daepyonim. Setelah membaca berita yang di tunjukkan Do Hwan -ssi padanya, Bae daepyonim mengangguk kecil dan mengangkat kepalanya menatap Hyun Soo

"apa hubungan kalian saat ini?" tanyanya terang - terangan.

Hyun Soo mengangkat kepalanya cepat lalu membuka mulutnya hendak menjawab, namun suaranya terhenti. Sorot matanya terlihat ragu dan akhirnya ia tidak menjawab apapun. Bae daepyonim tersenyum miring melihat sikap anaknya itu "kau menghabiskan seharian penuh bersamanya, kau membuatnya senang sampai kau lupa akan statusmu, maka dari itu aku bertanya apa hubungan kalian saat ini?" desak Bae daepyonim. Hyun Soo terus terdiam menundukkan kepalanya tidak tahu jawaban apa yang harus ia berikan atas pertanyaan ayahnya itu, otaknya terus berputar memikirkan hubungan apa yang kami miliki. Hyun Soo mengakui pada hatinya kalau ia menyukaiku, namun ia tidak tahu apa aku merasakan hal yang sama padanya? Hal yang paling ia takutkan adalah bukan jika aku tidak menyukainya, melainkan jika suatu hari nanti aku kembali mengingat semuanya, apa aku akan tetap bersamanya?

Hyun Soo terus bertanya dalam hatinya, ia juga tidak ingin hubungan kami ini justru membawa kami kembali pada masa lalu kami yang menyedihkan, tapi ia tidak menyadari berita ini pasti sudah sampai pada Gyu Na ahjumma yang terus mengintai kami dari kejauhan. Dering ponsel Bae daepyonim terdengar memecahkan suasana tegang yang menyelimuti ruangan, sekertaris Min berjalan maju dan menunjukkan ponsel Bae daepyonim yang menuliskan Gong Gyu Na pada layarnya. Bae daepyonim mengangkat tangannya di susul anggukan kecil sekertaris Min, yang membiarkan ponsel itu terus berdering sampai akhirnya sambungan terputus dengan sendirinya. Bae daepyonim menoleh kecil "urus semuanya sampai tuntas" perintahnya pada sekertaris Min tegas, sekertaris Min pun menunduk sopan lalu meninggalkan ruangan Hyun Soo cepat setelah mendengar perintah itu. Melihat sekertaris Min keluar seorang diri, aku langsung berlari mendapatinya mengeluarkan rasa cemasku padanya "bisa eonni ceritakan padaku apa yang terjadi di dalam sana? Apa mereka memarahi Hyun Soo?" tanyaku. Sekertaris Min tersenyum kecil dan menepuk pelan bahuku

"semuanya akan baik - baik saja, tetap diam dan jangan cemas" jawab sekertaris Min tenang lalu melangkahkan kakinya cepat meninggalkanku.

Aku membuka mulutku hendak menahannya namun aku mengurungkan niatku, aku kembali duduk di mejaku menatap kosong pintu ruangan Hyun Soo. Seo Rin menepuk kecil punggungku "bersabarlah" katanya, di sambut anggukan kecilku. Seo Rin mengigit bibirnya sejenak dan memutuskan untuk mengutarakan pikirannya

"bisakah aku mengatakan sesuatu sebagai temanmu?" mintanya.

Jika Seo Rin sudah mengatakan hal seperti itu, berarti ini sangat penting untuk ku dengarkan, aku menoleh ke arahnya lalu mengangguk cepat. Seo Rin tersenyum pahit sebelumnya

"aku tahu kau menyukainya tapi.. jika kau terus mengambil selangkah mendekat padanya, aku takut kau akan semakin terluka" bukanya

"terluka?" ulangku berpikir

"wajahmu telah tersebar luas, itu berarti hidupmu akan berubah"

"apa aku tidak bisa lagi bersamanya?" tanyaku ragu.

Seo Rin menghembuskan nafas besar dari mulutnya terganggu mendengar pertanyaanku yang terkesan tidak mempedulikan diriku sendiri. Ia mencengkram kedua bahuku "sadarlah, Eun Kyung Ji, sekarang hubungan apa yang kau miliki dengannya?" tanyanya terang - terangan. Jantungku terasa berhenti berdetak sesaat setelah aku mendengar pertanyaan tajam Seo Rin barusan, aku membuka mulutku hendak menjawabnya cepat, namun suaraku tidak bisa ku keluarkan. Hatiku kembali bertanya - tanya 'hubungan apa?' dan itu membuatku mempertanyakan perasaan Hyun Soo padaku. Seo Rin menghembuskan nafas besarnya sekali lagi

"Kyung Ji -ah aku paham jika kau tidak mempedulikan pendapat orang lain, tapi untuk kali ini kau tidak bisa untuk tidak peduli"

"wae?" tanyaku polos,

"karena pria yang kau sukai kali ini bukan pria yang memiliki kehidupan normal" tekan Seo Rin.

Seo Rin mengeluarkan ponselnya, membuka komentar - komentar yang terdapat di berita kencan kami, lalu menyodorkan poselnya padaku. Aku mengambil ponsel itu dan membaca berbagai hujatan yang tidak hanya di layangkan pada Hyun Soo, tapi juga padaku. Aku berhenti menggerakkan jariku tidak sanggup membaca komentar itu lebih banyak lagi, Seo Rin menatapku kasihan dan mengambil ponselnya kembali dari tanganku

"mianhae.. tapi ini lah kenyataan, kau tidak bisa selalu berbuat sesuka hatimu, karena yang menilai hidupmu bukanlah dirimu sendiri tetapi orang lain" jelasnya merasa bersalah,

"dan aku tidak bisa lepas dari penilaian itu.." sambungku lesu.

Seo Rin mengangguk kecil lalu memelukku sambil menepuk kecil punggungku, aku menghembuskan nafas besar "apa yang kau lakukan?" tanyaku datar. Seo Rin menutup matanya "menghibur" jawabnya lembut.

000

Gyu Na ahjumma menurunkan tangannya perlahan dengan eskpresi penuh emosi, ia menundukkan kepalanya melirik koran yang bertuliskan berita tentang pertemuan kami, emosinya semakin memanas dan ia berteriak kesal sambil menyambar koran di hadapannya kasar. Gyu Na ahjumma berdiri dari kursinya berjalan cepat menuju kamarnya, langkahnya terhenti melihat kedatangan suaminya. Mereka terdiam saling menatap, sampai Gyu Na ahjumma memalingkan matanya dan melangkah melewati pundak appa begitu saja. Appa menggerakkan tangannya mencenggram lengan Gyu Na ahjumma

"apa yang akan kau lakukan?" tanya appa membalikkan badannya menatap lurus - lurus mata Gyu Na ahjumma,

Gyu Na ahjumma membalikkan badannya tersenyum kecil "tidak ada" jawabnya santai.

Kemarahan semakin tampak di wajah appa, ia menarik lengan istrinya kasar "kau pikir aku akan percaya padamu?" tanyanya menekan. Gyu Na ahjumma juga menunjukkan ekspresi marah yang sama dengan appa, ia menarik tangannya berusaha lepas dari cengkraman appa namun usahanya itu sia - sia, appa justru semakin erat mencengkram lengannya. Mata Gyu Na ahjumma menyipit, ia pun meringis kesakitan, namun ia berusaha mengendalikan dirinya menahan rasa sakit itu. Sorot matanya kembali tajam

"wae? Apa kau berfikir aku di balik semua ini?" tantangnya berbohong.

Appa melepaskan tawa kecilnya mendengar pertanyaan Gyu Na ahjumma yang tidak menyadari, bahwa appa telah mengetahui sebagian kecil rahasianya. Appa yang tidak bisa menggungkapkan perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya itu menghembuskan nafas besar dari mulutnya di sela tawa kecilnya, appa menundukkan kepalanya "aku tahu apa yang kau lakukan, jadi hentikanlah" katanya memperingatkan. Gyu Na ahjumma menyipitkan matanya curiga mendengar peringatan appa barusan "apa yang kau ketahui? Tidak, sampai mana kau mengetahuinya" tanyanya termakan tipuan appa. Mendengar itu, appa mengangkat kepalanya menatap Gyu Na ahjumma, ia mendorong wanita itu menabrak dinding kasar

"apa yang kau lakukan pada Soo Kyung? Pada Kyung Ji? Dan putramu yang buta itu?" tanya appa dengan emosi yang meluap.

Nafas Gyu Na ahjumma mulai cepat, ekspresinya berubah seiring detak jantungnya yang menderu kencang. Ia terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkannya dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk tetap mengubur rahasianya itu rapat - rapat. Gyu Na ahjumma benar - benar terpojok dalam situasi ini, dan terus membungkam mulutnya sambil menatap appa lurus - lurus. Tatapan yang di lemparkan Gyu Na ahjumma itu malah membuat kemarahan appa semakin tersulut

"KATAKAN!" bentak appa membuat Gyu Na ahjumma melebarkan matanya, kali ini sorot matanya terlihat ketakutan menghadapi amarah yang appa luapkan padanya.

Gyu Na ahjumma mengepalkan tangannya kuat sambil menggigit bibir bawahnya kecil, matanya mulai berkaca - kaca, tak lama air mata pun turun membasahi pipinya. Ia berusaha mengendalikan ekspresinya, menyunggingkan sebuah senyum licik dengan air mata yang berjatuhan "aku tidak melakukannya sendirian, karena kau juga membantuku melakukannya" jawabnya berusaha terdengar angkuh. Mata appa menyipit mendengar jawaban yang tak terduga itu,

"mwo?"

sorot mata Gyu Na ahjumma berubah lebih tenang kali ini, ia memalingakan wajahnya sejenak dengan senyum licik yang semakin melebar di bibirnya "kau tetap menikahiku meskipun kau tahu putraku dan putri kesayanganmu itu sama - sama hidup" gumamnya menekan. Mata appa bergetar hebat, cengkaraman yang awalnya kuat dan yakin pun perlahan melemas. Gyu Na ahjumma menarik cepat tangannya, ia terus menatap appa bagai orang yang paling hina di matanya "kau bahkan tidak mengingatkannya kembali tentang Hyun Soo" tambahnya. Gyu Na ahjumma maju selangkah melingkarkan tangannya pada leher appa sambil berjinjit kecil mengarahkan bibirnya pada telinga appa "jangan menganggap dirimu tidak bersalah Ji Yeol -ssi, kau dan aku memiliki dosa yang sama" bisiknya licik lalu menepuk kecil pundak appa dan berajalan melewati appa meninggalkan rumah.

000

Kerumunan wartawan terus terlihat di manapun Hyun Soo berada, mereka terus menunggu dengan siaga demi mendapatkan pernyataan langsung baik dariku ataupun dari Hyun Soo. Aku akhirnya memiliki kesempatan menemui Hyun Soo setelah Do Hwan -ssi meninggalkan ruangan Hyun Soo beberapa menit yang lalu. Hyun Soo menoleh kecil ke arah pintu ruangannya mendengar ketukan kecil dari balik pintu itu, ia menyahut kecil dan memaksakan senyumnya melihatku datang dari balik pintu.

Aku menyadari ini bukan saat yang tepat untuk pertemuan manis, langkahku terasa sangat canggung dan aku terus mengalihkan pandanganku darinya ketika mata kami betemu. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan di saat seperti ini, aku terus diam menunduk sambil memainkan kukuku. Sejujurnya ada banyak hal yang ingin ku tanyakan padanya, seperti 'apa kau baik - baik saja? Apa yang mereka katakan padamu? Dan yang terpenting, aku ingin menanyakan perasaannya padaku.'

Hyun Soo berdiri dari kursinya, ia menatapku hendak mengambil selangkah mendekat ke arahku, namun entah mengapa kakiku otomatis mengambil langkah mundur menajuh darinya tanpa ku sadari. Aku mengedipkan mataku beberapa kali bingung dengan sikapku ini, sementara mata Hyun Soo tampak sayu melihatku mengambil langkah mundur menajuh darinya. Aku menutup mataku rapat dan mengigit bibir bawahku kesal dengan diriku sendiri, aku menghembuskan nafas kecil

"mianhae.. aku tidak bermaksud, tidak, maksudku.. aku.. aku.. tidak tahu apa yang terjadi, aku tidak bisa mengendalikan diriku saat ini" jawbaku gugup berusaha menjelaskan perasaanku agar Hyun Soo tidak salah paham,

Hyun Soo menundukkan kepalanya dengan senyum pahit menghiasi wajahnya "kau mengambil selangkah mundur" jawabnya singkat.

Aku membuka mulutku berusaha menjelaskan, namun tidak ada satu katapun dapat keluar dari mulutku. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, tertekan pada situasi yang menimpaku. Kami baru saja merasakan kebahagiaan dan aku baru saja mengambil selangkah lebih dekat ke arahnya, namun aku tidak percaya apa yang ku lakukan saat ini, aku malah mengambil 2 langkah menjauh darinya dalam waktu yang bersamaan. Aku tidak hanya menjauh darinya tapi, aku juga terasa menjauh dari hatinya. Hyun Soo kembali melangkahkan kakinya, namun kali ini ia terus berjalan melewatiku begitu saja. Ia menghentikan langkahnya itu dan menoleh kecil

"aku akan mengurus masalah ini, sampai aku kembali menelfonmu jangan tinggalkan rumahmu selangkahpun" perintahnya lembut lalu kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan.

Seo Rin masuk ke dalam ruangan Hyun Soo dan merangkulku cepat "kita harus segera pergi, tuan Hyun Soo sudah menggait semua wartawan itu pergi dari sini" ajaknya panik sambil menarikku. Aku hanya pasrah mengikuti kemanapun Seo Rin mengiringku, sampai mobil Seo Rin berhenti di depan Rumahku. Mataku melebar melihat segerombolan wartawan yang terlihat seperti singa yang siap menerkam mangsanya hidup - hidup, saat mangsanya kembali ke kandang. Tidak hanya gerombolan wartawan itu, mataku mendapati gerombolan wanita yang sepertinya penggemar Hyun Soo. Mereka bahkan terlihat seperti pembunuh yang siap menusuk atau menembakku kapan saja. Aku menggelengkan kepalaku membayangkan semua kejadian buruk yang mungkin akan menimpaku jika aku menunjukkan batang hidungku di hadapn mereka, aku memegangi kepalaku ketakutan, menoleh cepat menatap Seo Rin

"kita pergi saja dari sini" mintaku.

Seo Rin menggeleng cepat "tidak, aku harus menuruti perintah yang sudah di rencanakan" tolak Seo Rin sambil menggeleng kuat.

Aku menarik lengan jaket Seo Rin kasar "kau tidak lihat orang - orang mengerikan itu?" tunjukku ketakutan, Seo Rin menoleh dan tersenyum licik menatapku. Ia menarik tanganku melepaskan lengan jaketnya "ini sudah di. ren. ca. na. kan" tekannya mengeja, ia tersenyum lebar "tenanglah" lanjutnya santai.

Aku mengerutkan dahiku melihat sikap Seo Rin yang santai itu, aku mengalihkan pandanganku dari Seo Rin dan tanpa sengaja menangkap seseorang dengan pakaian serba hitam berjalan melewati mobil kami yang terparkir tak jauh dari Rumahku. Sosok itu tampak berjalan ke arah Rumahku dan menarik perhatian gerombolan wartawan yang menunggu kedatanganku, ia berjalan semakin dekat ke Rumahku lalu tiba - tiba berlari begitu saja, membuat gerombolan massa yang berada disana berhamburan mengejarnya. Aku menutupi wajahku cepat saat mereka melewati mobil kami dan menghembsukan nafas lega setelahnya. Aku menoleh cepat menatap Seo Rin yang terlihat santai di sampingku

"wah.." pujiku.

Seo Rin melirikku dengan senyum penuh kesombongan sambil melipat tangannya di depan dada. Ia berdeham kecil "tidak perlu berterima kasih padaku" ucapnya angkuh lalu turun dari mobil dengan bangga.

Aku menghembuskan nafas tidak percaya, tercengang dengan apa yang terjadi barusan. Seo Rin menunduk kecil mendapatiku masi kehabisan kata - kata di dalam mobil, ia memutar matanya lalu mengetuk kaca mobil di hadapannya keras, membuatku terkejut dan tersadar dari pikiranku. Aku menoleh cepat menatap Seo Rin yang terlihat kesal

"cepat turun" teriaknya.

Aku mengedipkan mataku beberapa kali masih memproses kejadian langka barusan dan mulai menggerakkan tanganku melepas sabuk pengaman, lalu turun dari mobil sesuai permintaan Seo Rin. Aku berjalan ke hadapan Seo Rin membuka mulutku hendak mengomel, namun ia mengangkat telunjuknya ke hadapan bibirnya cepat, menahan suara yang hampir ku keluarkan. Seo Rin menoleh ke sekeliling memastikan keadaan aman lalu menggandeng tanganku sampai ke depan pagar rumahku, ia kembali melemparkan pandangannya kesekeliling sejenak lalu tersenyum menatapku

"jangan melakukan hal aneh" katanya memperingatkan.

Aku mencibirkan bibirku sejenak lalu tersenyum kecil "gomawo" ungkapku tulus,

Seo Rin menggeleng "aku membantumu sebagai teman, tidak perlu berterima kasih" timpalnya santai.

Ia membuka pagar untukku dan mendorongku masuk ke dalam pagar, lalu menutup kembali pagar itu "diamlah di dalam rumah, kau di larang melangkahkan kakimu keluar dari pagar ini, dan jangan sampai menunjukkan wajahmu di jendela manapun" perintahnya sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arahku.

Aku tersenyum sambil menundukkan kepalaku mendengar larangan Seo Rin, ia terdengar bagai seorang ibu yang sedang mengancam anaknya untuk tidak bermain diluar rumah. Aku mengangguk cepat "ne.. paduka ratu" jawabku sopan, lalu mengangkat tanganku melambai pada Seo Rin sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Seo Rin terlihat ikut melambai padaku sampai aku menghilang di balik pintu rumahku, ia menghembuskan nafas lega lalu mengeluarkan ponselnya memberi laporan jika aku berhasil masuk ke dalam rumah dengan selamat.

000

Setelah hari itu berlalu, suasana semakin kacau, semakin banyak wartawan bergerombol di depan rumahku berusaha mengetahui keberadaanku atau meminta keterangan dari keluargaku. Yoo Ki oppa yang setiap hari harus berjuang untuk lepas dari gerombolan wartawan itu saat ia berangkat dan pulang kerja, mulai merasa jengkel dan terus menyalahkan tindakanku yang dia anggap lalai itu. Aku tidak pernah mempedulikan omelan anehnya setiap hari, karena aku sibuk mengkhawatirkan bagaimana keadaan Hyun Soo saat ini. Kami tidak pernah mengetahui kabar satu sama lain sejak hari itu, aku terus menatap ponselku lekat - lekat berharap ia menelfon paling tidak mengirimkan pesan padaku, namun apa yang ku harapkan tidak pernah terjadi. Aku sesekali menanyakan kabarnya melalui Seo Rin, menurut cerita Seo Rin ia sering menghabiskan waktunya di ruangan ayahnya saat ini, hal itu membuat Seo Rin menduga ini hukuman baginya.

Tiba - tiba seseorang membuka kamarku begitu saja "hey, keluarlah" celetuknya kasar. Aku bangkit dari tempat tidur kesal dan mulai mengomel

"wae? Kalau tidak penting kita bicara nanti saja"

Yoo Ki oppa menghembuskan nafas tidak percaya sambil menggeleng heran "aku tidak punya urusan denganmu, yang punya urusan denganmu adalah appa" sahutnya menekan.

Mendengarnya menyebut appa, aku menoleh cepat dengan wajah kaget "appa?" tanyaku lagi, Yoo Ki oppa tersenyum licik lalu menyandarkan tubuhnya santai di palang pintu kamarku. Ia melipat tangannya sombong di depan dada "tidak bisakah kau hidup dalam damai Eun Kyung Ji -ssi?" tanyanya menghina. Aku hanya memasang ekspresi lesu dan menghembuskan nafas besar dari mulutku. Tanpa membantah lagi, aku menggerakkan tubuhku hendak menemui appa dengan damai, namun ketika aku sampai di depannya, Yoo Ki oppa menahan lenganku "tunggu" tahannya. Aku menoleh menatap Yoo Ki oppa, menunggunya menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan padaku. Yoo Ki oppa memutar matanya dan ia terlihat kebingungan, aku menghela nafas dalan sejenak

"katan saja.. aku bukan di posisi yang tepat untuk marah saat ini" ungkapku lesu

"tidak, aku tidak ingin bertanya tentangmu.." tepisnya.

Aku memutar mataku bingung mendengar jawabannya itu "lalu?" tanyaku

"Seo Rin.." bukanya.

Ekspresiku berubah kaget "wae? Apa terjadi sesuatu padanya?" tanyaku cemas. Yoo Ki oppa tertawa kecil melihat perubahan sikapku, ia menggeleng santai "sembentar lagi dia ulang tahun.." jelasnya, aku menepuk tanganku "ohh benar.." selaku menghentikan perkataan Yoo Ki oppa begitu saja. Aku mulai sibuk dengan pikiranku sendiri seperti 'apa yang harus aku berikan padanya? Bagaimana aku membelikan sesuatu untuknya? Sampai bagimana aku bisa merayakan ulang tahunnya?'

Yoo Ki oppa berdeham kesal membuyarkan lamunanku, ia mengangkat sebelah alisnya "Eun Kyung Ji -ssi, kau seharusnya membantuku semakin dekat dengannya, bukan malah membuat masalah dan menyusahkannya" protesnya santai sambil mendorong kecil kepalaku. Aku menghembuskan nafas kecil berusaha bersabar mendengar ceramah anehnya setiap hari, aku menutup mataku pura - pura tidak mendengar perkataannya itu, lalu membalikkan badan menuju ruangan appa. Aku menghentikan langkahku sejenak dan membalikkan badan "oppa.." panggilku, Yoo Ki oppa menoleh kecil

"wae?" jawabnya santai,

aku menuduk kecil "jika kau bertanya - tanya dalam hatimu tentang perasaanmu terhadap orang lain atau tentang perasaan orang lain terhadapmu, apa itu wajar?" tanyaku ragu.

Yoo Ki oppa memutar matanya bingung mendengar pertanyaan aneh itu keluar dari mulutku, ia memghembuskan nafas kecil lalu tersenyum "tentu saja, aku ingin tahu karena aku manusia dan maunsia akan selalu ingin tahu perasaan orang lain terhadapnya" jelasnya santai. Aku mengangguk kecil lalu mengangkat mataku menatap Yoo Ki oppa dan kembali membuka mulutku

"jika.. ini hanya jika, kau menyatakan perasaanmu pada Seo Rin dan ternyata ia menolak perasaanmu itu, apa yang akan kau lakukan?" tanyaku ragu,

Yoo Ki oppa mengangguk kecil "berusaha terus menjalani kehidupan" jawabnya santai.

Mataku melebar mendengar jawaban itu, aku memiringkan kepala bingung "kenapa begitu?" tanyaku tidak terima, Yoo Ki oppa tertawa kecil seakan ia sudah mengetahui reaksiku akan seperti ini. Ia mengangkat kecil kedua bahunya "entahlah, detik saat kau menyatakan perasaanmu pada seseorang maka hubungan kalian akan berubah, jika dia menerima hatimu.. kau akan lebih mudah untuk melangkah maju, tapi.. jika dia tidak menerima hatimu.. apakah kau bisa dengan mudah untuk melangkah mundur? Tidak kan? Kau harus tetap membawa perasaan itu sendirian" jawabnya terdengar bijak. Aku memikirkan baik - baik jawaban Yoo Ki oppa barusan dan itu benar, itu semua memang benar. Yoo Ki oppa berdiri tegap dan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya

"Kyung Ji -yah.." pangginya tiba - tiba.

Aku hanya mengangkat mataku perlahan mentap Yoo Ki oppa yang terlihat serius, tanpa mengatakan apapun menunggunya menyampaikan isi pikirannya

"Apapun yang terjadi jangan pernah menyatakan perasaanmu padanya, aku berharap kau mengabaikan perasaanmu itu" ucap Yoo Ki oppa dengan nada memperingatkan tegas

"wae?" tanyaku tidak mengerti

"jika kalian selangkah lebih dekat, kau akan lebih terluka melihat bagaimana akhir yang telah menunggumu" timpalnya.

Tanganku mengepal kecil mendengar ucapan Yoo Ki oppa barusan, aku menelan air liurku sambil mengalihkan wajahku dari Yoo Ki oppa cepat. Aku menghembuskan nafas kecil lalu memaksakan senyum kecilku "appa menungguku, aku harus pergi" tepisku mengakhiri pembicaraan kami, berjalan melewati Yoo Ki oppa begitu saja.

Aku memasuki kamar appa dengan langkah berat, aku masih belum siap menghadapi banjiran pertanyaan yang akan appa tanyakan padaku. Aku menghentikan langkahku mengambil nafas sambil menutup pintu pelan. Sepatah katapun tidak mampu ku keluarkan dari mulutku, aku hanya berdiri dengan kepala tertunduk dan tangan terlipat di hadapan eomma dan appa yang duduk berdampingan di ujung kasur sambil terus menatapku. Eomma pun berdiri mendapatiku, "duduklah sayang" sahutnya seperti biasa sambil menarik lenganku pelan, dalam sekejap aku sudah terduduk di ujung kasur tepat di tengah - tengah mereka. Aku mengangkat sedikit kepalaku lalu melirik eomma dan appa bergantian, menutup mataku kembali menundukkan kepala dalam 'sial' kutukku dalam hati. Eomma menggerakkan tangannya menggengam tanganku erat "sayang, eomma dan appa tidak memanggilmu untuk menghakimimu" buka eomma menenangkanku

"ya benar.." tambah appa cepat,

mendengar itu aku mengangkat kepalaku perlahan kembali melirik eomma dan appa bergantian. Mereka terlihat menyunggingkan senyum kecil di ujung bibir mereka masing - masing, begitu melihat senyum itu aku merasa lebih tenang dan ikut menyunggingkan senyumku. Appa memperbaiki posisi duduknya, memutar tubuhnya ke arahku lalu berdeham kecil

"maksud appa memanggilmu kemari, untuk membicarakan.." buka appa terhenti ragu.

Sebenarnya aku sangat penasaran apa yang ingin mereka sampaikan padaku kali ini, namun aku hanya diam mendengarkan appa sambil mengangguk kecil menanggapinya. Appa memutar matanya canggug "menurut appa ini saatnya kau kembali menjadi dirimu sendiri.." lanjut appa, aku mengerutkan dahiku tidak mengerti maksud perkataan apa dengan 'kembali menjadi diriku sendiri?' tanyaku dalam hati. Perasaan aneh mulai melahap hatiku

"maksud appa?"

"Eomma.." timpal eomma membuatku menoleh cepat menatapnya, "eomma mendapat permintaan dari ayahmu, dia ingin memulai hidup baru denganmu" lanjut eomma menjelaskan,

aku memutar mataku lalu menundukkan kepalaku menghindari tatapan eomma. Aku menghela nafas kecil "silheo" tolakku cepat.

Aku kembali teringat saat aku masih berada di rumah sakit setelah kecelakaan itu, tak lama setelah aku menerima surat dari eomma bahwa ia meninggalkanku, appa mendatangiku dengan seorang wanita yang tidak kukenal.

000

Hari itu, appa menggandeng erat tangan wanita itu dengan rangkaian bunga di tangan kirinya, meskipun aku melihat appa tersenyum bahagia, entah mengapa aku sama sekali tidak bahagia saat itu. Muncul perasaan yang aneh saat mataku dan mata wanita itu bertemu, tiba - tiba aku menjadi sangat kesal, marah, dan aku bahkan membencinya sejak itu. Aku tidak bisa menerimanya.

Aku menggerakkan tanganku mengulingan roda kursi rodaku pelan. Sampai di depan kamar aku mendengar suara wanita yang terdengar familiar, aku meningukkan kepalaku mendapati sosok wanita yang ku panggil eomma saat ini. Senyum lebar mengembang di bibirku dan aku menggerakkan satu tanganku menggeser pelan pintu kamarku, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan yang tidak seharusnya ku dengar hari itu. Kedua kakak beradik itu sedang berdebat keras

"kau akan menikahinya katamu?"

appa mengangguk yakin "iya, aku akan menikahinya" jawabnya tegas,

"Ji Yeol -ah, tidakkah aku memikirkan perasaan Kyung Ji? Lalu bagaimana hubungan Kyung Ji dengan anak laki - laki itu?" timpal eomma menekan.

Appa memalingkan wajah dari kakak perempuannya itu sejenak, ia menghembuskan nafas besar "dia tidak akan pernah tahu, Gyu Na mengatakan padaku anak laki - laki itu pergi ke Amerika dan ia tidak akan pernah kembali" jawab appa kali ini terdengar bergetar. Nafas tidak percaya terlepas dari mulut eomma mendengar jawaban egois adik laki - lakinya itu, eomma mengepalkan tangannya kesal

"tidakkah kau menyadari Kyung Ji sedang menanggung karma atas perbuatanmu selama ini?"

Mendengar pertanyaan itu, mataku melebar dan seluruh tubuhku terasa kaku 'karma' kata itu terus mengantam hatiku. Aku langsung menggerakkan tanganku cepat hendak meninggalkan pintu kamarku, namun kursi rodaku tidak sengaja menabrak palang pintu keras, membuat pembiacaraan kedua kakak beradik itu terhenti. Mereka kompak menoleh cepat ke arahku dan mata mereka melebar menatapku yang mematung di tempat. Aku hanya diam menatap mereka bergantian dengan jantung berdetak sangat cepat saat itu.

000

Aku menutup pintu kamar appa dengan tatapan kosong lalu membalikkan badanku cepat, kepalaku terbentur tubuh seseorang dan aku mendongak cepat sambil memegangi dahiku. Aku mengedipkan mataku beberapa kali menatap Yoo Ki oppa yang berdiri menatapku tajam dengan kedua tangan di dalam saku celana, ia mengeluarkan satu tangannya mendorong kecil kepalaku

"lihatlah ke depan jika berjalan" hinanya jahil.

Aku hanya menghembuskan nafas panjang dan kembali menunduk sambil melangkahkan kakiku, namun Yoo Ki oppa menggerakkan badannya cepat menghalangiku, membuat kepalaku kembali menabrak tubuhnya. Aku mengangkat kepalaku cepat dengan ekspresi kesal sudah tergambar jelas di wajahku

"ahh.. wae?" keluhku lesu

"gwaenchanha?" tanyanya tenang.

Aku kembali menundukkan kepalaku, lalu menyandarkan kepalaku ke dadanya lemas "oppa.." panggilku lesu. Yoo Ki oppa menopangkan dagunya di atas kepalaku yang tertunduk di depan dadanya "katakanlah" timpalnya santai. Aku menutup mataku perlahan sambil menghembuskan nafas panjang

"apa aku harus kembali mengingat masa laluku dan kembali seperti kata appa?"

"itu adalah hal yang harus kau putuskan sendiri" jawabnya santai

"jika oppa di posisiku, apa yang kau pilih?" tanyaku lagi.

Yoo Ki oppa mengangkat dagunya lalu mengerakkan tangannya mengangkat kepalaku menatapnya, senyum miring tersungging di bibirnya "Kyung Ji -yah" panggilnya. Aku mencibirkan bibirku "hmm.." gumamku bersiap mendengarkan ceramahnya, Yoo Ki oppa semakin melebarkan senyumnya

"masalah selesai.." timpalnya santai.

Aku menghembuskan nafas pendek mendengar jawabannya itu, aku memalingkan wajahku sejenak "mwoya.. apa maksudmu?" protesku.

Yoo Ki oppa menggeleng kecil lalu mengangkat tangannya kembali mendorong kecil kepalaku "aigoo.. babo" hinanya, aku menatapnya tidak terima sambil menutup dahiku bingung atas tindakannya barusan. Yoo Ki oppa tertawa kecil sambil menggeleng heran, sementara aku terus menatapnya dengan ekspresi bingung menunggu penjelasannya. Yoo Ki oppa menghembuskan nafas lega setelah mengendalikan tawanya

"maksudku, kau tetaplah orang yang sama.." bukanya, "kau adalah kau, jika kau ingin mendapatkan kembali ingatanmu itu keputusanmu, jadi kenapa kau bimbang?" lanjutnya santai.

Sorot mataku tampak lebih hidup dalam sekejap, senyum kecil pun perlahan menghiasi bibirku setelah mendengar perkataan Yoo Ki oppa barusan. Aku merasa lebih tenang meskipun tidak semua bebanku terangkat, tapi ku merasa lebih ringan dari sebelumnya. Yoo Ki oppa ikut tersenyum melihatku sedikit lebih baik dari sebelumnya, ia membalikkan badanya meninggalkanku merasa tugasnya untuk menghiburku sudah selesai. Satu hal tiba - tiba merasuki kepalaku, membuat semangat yang muncul dalam hatiku kembali padam dan beban yang ku rasakan semakin berat

"apa Hyun Soo akan tetap menerimaku?"

***