Pria yang kau sukai

Tiba-tiba percakapan Ariela, Riujin dan Amera terhenti ketika melihat kehadiran Mark yang sudah tampak berdiri di sisi meja mereka, Riujin reflek segera melepaskan genggaman tangannya di tangan Ariela.

"Boleh aku gabung?" Ujar Mark dan bersiap menarik salah satu kursi dan duduk.

matanya sesaat melirik sinis ke arah Riujin karena tadi Mark sempat memergoki tangan Riujin yang menggenggam tangan Ariela.

"Kak Mark pesanlah sesuatu." Ujar Amera.

"Hem...." Mark pun segera meraih buku menu yang tergeletak di depannya. Dia menutup wajahnya dengan buku tersebut, namun matanya kembali melirik Riujin dengan tatapan mengintimidasi.

Mendadak Riujin seperti tercekik oleh udara di sekitarnya. Dia berdeham sebanyak dua kali dan meraih air putih di depannya lalu meneguknya. Tatapan Mark sungguh membuatnya tidak nyaman.

"Aku sudah kenyang, aku ingin kopi saja, satu gelas ekspresso." Ujar Mark pada pelayan yang sudah berdiri di sisi meja. Pelayan mencatat pesanannya kemudian pergi.

Mark meletakkan buku menu kembali ke atas meja. "Setelah makan siang, kita kembali kantor sama-sama," ujar Mark pada Ariela dan Amera.

Mark hanya ingin memastikan jika Riujin tidak mengambil kesempatan untuk kakak beradik itu.

"Em... tapi ... aku...." Amera tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Ada apa, Amera?" Tanya Mark.

"Aku ingin ngobrol sebentar dulu dengan Kaka Riujin. Kak Mark dan kak Ariela bisa duluan saja."

Mark tak segera menjawab, lagi-lagi matanya melirik ke arah Riujin dengan tatapan tak suka.

"Baiklah Amera, tidak apa-apa, tapi aku harap kau berhati-hati."

"Ah... berhati-hati bagaimana menurut kak Mark?"

"Ya berhati-hati saja dengan buaya darat."

BRUSSS

Riujin menyemburkan air putih yang belum sempat di teguk-nya. "Uhuk... uhuk...." Tiba-tiba saja dia tersedak.

"Aku tidak menyangka, ada juga ya? Buaya yang bisa tersedak?" Ucap Mark sarkastik.

"Kak Mark... sepertinya kau salah paham, kak Riujin bukan orang yang seperti itu." Jelas Amera.

"Oh... begitu ya?" Ujar Mark lagi sembari memberikan lirikan menyindir ke arah Riujin.

"Iya... kak Riujin adalah pria paling baik yang pernah ku temui seumur hidup ku." Ujar Amera sembari tersenyum malu-malu.

Namun Mark malah mengangkat sebelah alisnya, "benar kah?"

"Hem... tentu." Amera mengatakannya dengan yakin.

Sedangkan Ariela sejak tadi hanya tertunduk dalam.

Tak lama kemudian, pelayan datang mengantar pesanan mereka, "silahkan di nikmati tuan." Ujar pelayan setelah meletakkan piring terakhir pesanannya di atas meja.

"Terimakasih," ujar Amera.

"Sama-sama, nona." Jawab pelayan, kemudian berlalu pergi.

Makan siang itu berlangsung hening, Ariela dan Riujin tiba-tiba menjadi orang yang sangat pendiam. Hanya Amera yang sesekali berceloteh dan di timpali oleh Mark.

Sila!

Umpat Riujin dalam hati. Karena keberadaan Mark di tengah-tengah mereka, Mark jadi tidak bisa leluasa mendekati Ariela.

***

Seusai makan siang, Mereka kembali ke tempat kerja merek masing-masing. Riujin yang sejak tadi memendam rasa penasaran dan kesal tak tahan untuk segera menghubungi Ariela dengan selulernya. Riujin mencoba melakukan panggilan beberapa kali, tapi sepertinya wanita itu enggan untuk mengangkatnya.

Ariela masih duduk di meja kerjanya sambil menatapi ponselnya yang sejak tadi berhenti berdering. Di layar terdapat nama Riujin sedang melakukan panggilan. Pria itu pantang menyerah rupanya.

"Halo...." Akhirnya Ariela mengeset tombol hijau di layar.

"Aku minta penjelasan mu. Kenapa kau undang Amera dan Mark dalam acara makan siang kita berdua, kau bilang itu maka siang berdua karena ada hal yang harus bicarakan, tapi kenapa ada mereka juga?" Ujar Riujin kesal.

"Asal kau tahu ya? Aku tidak pernah mengundang Mark. Dan alasanku mengajak Amera Tutut makan siang berdua, karena aku berniat mendekatkan kalian berdua." Jelas Ariela.

"Apa?" Riujin sedikit terkejut meskipun dia sudah menduganya. "Untuk apa kau melakukan itu?"

"Kau sendiri, kenapa pura-pura baik pada Amera tapi kau menggenggam erat tangan ku tadi?" Sergah Ariela kesal.

"Karena itu yang kau inginkan, kan?"

"Aku tidak menginginkannya, aku ingin kau tulus pada Amera." Ariela sudah mulai emosional sekarang.

"Tapi aku menginginkan mu, bukan Amera... tp kau menginginkan aku baik pada adik mu. Lalu aku harus bagaimana, hah?" Protes Riujin.

Ariela terdiam. Dia tidak bisa menjawab lagi dan langsung memutus panggilan teleponnya, kemudian mematikan ponselnya.

"Halo... halo... Ariela, kita belum selesai bicara, jawab aku." Ujar Riujin kesal sembari menghubungi Ariela kembali. Namun sambungan teleponnya malah di jawab dengan bunyi Tut... Tut... Tut....

"Ah... Sial!" Umpat Riujin sembari meninju udara kosong.

***

Riujin merasa tidak bisa seperti ini terus, dia harus membicarakan tentang isi hatinya yang sebenarnya pada Amera. Bahwa yang dia cintai hanya Ariela seorang.

Riujin tahu, jika Ariela sampai tahu dirinya melakukan itu. Wanita itu pasti akan membencinya. Tapi bersandiwara terus seperti ini juga membuatnya tersiksa. Dia pun segera memencet salah satu kontak di ponselnya kemudian melakukan panggilan.

"Halo Amera... bisa kita bertemu sepulang bekerja nanti, ada yang ingin ku bicarakan padamu." Ujar Riujin to the point'.

Amera membelalakkan matanya dan mulutnya menganga tak percaya, bahkan saat ini kakinya seolah melayang di udara. "Bi-sa kak." Jawabnya dengan mata berbinar meski tak terlihat oleh Riujin.

"Baiklah, aku tunggu di cafe dekat danau saja bagaimana? sekitar jam tujuh malam, oke." Ujar Riujin lagi.

Amera mengangguk penuh semangat, "baik, kak."

"Oke, sampai ketemu nanti."

"Iya."

Pembicaraan telah berakhir, namun menyisakan kebahagiaan tersendiri di hati Amera, dia seolah sedang di lambung kan oleh harapannya sendiri, hingga membuat dadanya terasa sesak, dia berpikir, mungkin Riujin hendak menyatakan cintanya padanya, karena pria itu mengajaknya ke cafe romantis dekat danau.

Sementara itu, terdengar suara ketukan di ruang kerja Ariela. "Masuk...." Ujar Ariela tanpa mengalihkan pandangannya pada layar komputernya di atas meja.

Suara langkah sepatu yang perlahan mendekat akhinrnya membuatnya mendongak. "Kau? Untuk apa kau kemari?" Tanya Ariela pada Mark yang kini sudah berdiri tepat di sisi mejanya.

"Kau harus berhati-hati dengan pria itu." Ujar Mark.

"Pria mana maksudmu?" Jawab Ariela sambil menghindari kontak mata dengan Mark.

"Kau pasti tahu siapa yang ku maksud."

"Tapi itu bukan urusan mu." Sahut Ariela.

"Ini jadi urusan ku karena paman Snapp yang menyuruhku untuk menjaga mu."

Ariela segera mendongak lagi ke arah Mark dan menatapnya kesal. "Bilang saja kau cemburu." Sergah Ariela.

Mark terdiam.

"Kalau iya kenapa?" Ujar Mark kemudian.

"Untuk apa kau harus merasa cemburu? Kita tidak ada hubungan apapun."

"Tapi aku menyukai mu, Ariela. Aku ingin kau menjadi wanita pertama dan terakhir yang akan menemani hari-hari ku nanti, dari aku bangun tidur hingga tidur lagi." Jelas Mark.

"Kau pikir aku percaya, kau kan hanya pria mesum."

"Aku tidak pernah mesum dengan siapa pun. Aku hanya tertarik pada mu dari awal hingga akhir." Tegas Mark.

Ariela terdiam, kemudian tawanya berderai seolah barunsaja mendengar lelucon yang sangat lucu.

"Apanya yang lucu?" Tanya Mark.

"Kau tanya pada ku apanya yang lucu? Aku tidak tahan melihat ekspresi mu yang datar ternyata bisa mengucapkan kalimat semenggelikan itu. Hahaha."

Mark terdiam. Pernyataan cintanya hanya di anggap sebagai lelucon pada Ariela.

"Itu sama sekali tidak lucu, Ariela."

"Kenapa? Kau ingin marah? Marah saja." Tantang Ariela tak peduli.

Mark pun segera mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Ariela.

"Hei... kau mau apa?" Ariela segera memasang sikap waspada.

"Tidak ada, hanya ini...." Ujar Mark sembari menarik kotoran dari rambut Ariela.

Dia berpikir tadi pria itu hendak menciumnya. Ariela pun menarik napas lega.

"Sudah... pergi sana, kembali bekerja, jangan coba untuk merayu ku lagi. Kau terlihat bukan orang yang seperti itu." Ujar Ariela jujur.

"Aku mencobanya karena diri mu. Aku pikir kau akan menyukainya." Jawab Mark datar.

"Siapa bilang aku suka pria seperti itu."

"Jadi kau suka pria yang seperti apa?"

Ariela menghembuskan napas kesal. "Kau itu... kenapa kau jadi cerewet sekali ya."

"Beri tahu aku, pria seperti apa yang kau sukai." Mark tak menggubris Omelan Ariela dan malah kembali bertanya.

"Astaga...." Ariela menggelengkan kepalanya heran. "Apa kau sungguh ingin tahu?"

"Tentu."

Ariela memasang wajah cemberut, dan Mark masih tampak serius menunggu jawaban dari Ariela. "Aku suka pria yang bisa membuat ku nyaman, puas!" Sahut Ariela kesal.

"Semisal?" Mark masih ingin bertanya.

"Semisal kau mau diam dan segera pergi dari ruangan ku karena kau telah mengganggu ketenangan ku. Mengerti?" Tegas Ariela.

"Baiklah kalau begitu." Mark kini benar-benar melangkah keluar meninggalkan ruangan Ariela.

Ariela hanya bisa terperangah menatapi punggung Mark yang sudah tampak menghilang di balik pintu. "Apa dia sudah gila? Astaga... dia benar-bebar melakukannya." Gumam Ariela sembari menggelengkan kepalanya perlahan karena heran.

***

Jam pulang kantor Edward Company telah berakhir, Ariela segera membereskan meja kerjanya dan bergegas untuk bersiap-disp untuk pulang. Dia meraih tasnya di atas meja kemudian berjalan keluar ruangan.

Saat menyusuri koridor dan hendak menuju lift, Ariela kembali bertemu dengan Mark yang juga baru keluar dari ruangannya. Ariela melangkah lebih cepat untuk menghindari pria itu, namun tak di sangka pria itu sudah berhasil mensejajari langkahnya.

"Haduh... kau mau apa lagi sih?"

"Mau pulang." Ujar Mark datar.

Ariela menghela napas kesal, "maksudku, kenapa kau berjalan sangat dekat dengan ku?" Ketus Ariela.

"Aku juga kebetulan lewat sini, tidak boleh?"

"Kau pasti sengaja kan?" Ariela melirik curiga ke arah Mark.

"Jak mu jika tidak ingin percaya."

Sialan!

Dengus Ariela dalam hati dan kini langkah mereka sudah ada tepat di depan pintu lift.

Bersambung.

avataravatar
Next chapter