webnovel

Mi Familia 7

Aji bersama David menoleh bersamaan ketika mereka melihat tubuh Ben dibawa keluar dari ruang operasi. Keduanya terlihat khawatir melihat Ben yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tidak lama setelah Ben keluar, Dokter yang mengoperasinya ikut keluar.

"Saya perlu bicara sama keluarga pasien," ujar Dokter tersebut.

Aji dan David menoleh bersamaan. "Saya keluarganya."

Dokter itu menatap Aji dan David bergantian. Sementara keduanya juga saling lirik. David kemudian mendorong lengan Aji. "He's his father."

Dokter itu mengerutkan keningnya. Ia menatap David. "Saya pikir Anda ayahnya."

"Dia memang ayahnya. Tapi selama ini saya yang membesarkan Ben," sahut Aji.

Dokter yang mengoperasi Ben mengangguk-anggukkan kepalanya. "Saya mengerti. Kalau begitu kalian berdua ayahnya." Dokter itu tersenyum pada David dan Aji. "Operasi Ben berhasil. Pendarahan dalam yang dia alami sudah ditangani. Dia akan menginap di ruang intensif selama satu malam. Jika tidak ada komplikasi atau apapun, dia akan segera dipindahkan ke ruang perawatan biasa."

Aji menghela nafas lega. Begitu pula dengan David. Embok dan Jasmine yang menyaksikan pemandangan tersebut ikut tersenyum dari kejauhan. Jasmine kemudian menoleh pada Embok.

"Terima kasih kamu sudah menghubungi saya," ujar Jasmine pada Embok.

Embok menoleh pada Jasmine. "Saya tidak terpikirkan orang lain selain David. Keluarga kami tidak ada yang punya golongan darah yang sama dengan Ben. Jadi kalau bukan ayahnya, siapa lagi yang bisa menyelamatkan Ben. Anggap saja ini kesempatan untuk David menebus kesalahannya."

"Apa kamu sudah memaafkan David?" tanya Jasmine ragu-ragu.

"Peristiwa itu sudah lama berlalu. Saya tidak mau menyimpan dendam," jawab Embok.

"Bagaimana dengan Bagus?" Jasmine kembali bertanya.

Embok mengedikkan bahunya. "Yang saya pikirkan bukan Aji. Tapi Ben. Saya takut Ben akan merasa tertekan lagi kalau tahu David yang menyelamatkannya."

Jasmine menghela nafas panjang. "Loh, David sama Bagus kemana? Bukannya tadi mereka masih di depan pintu ruang tunggu operasi?" ujar Jasmine ketika melihat Aji dan David sudah tidak ada di tempatnya.

Embok tertawa pelan. "Mereka pergi berdua. Sebaiknya kita juga pergi dari sini." Embok kemudian berjalan pergi meninggalkan ruang tunggu operasi.

Jasmine memperhatikan sekelilingnya. Suasana sepi dan sunyi tiba-tiba membuat bulu kuduk Jasmine merinding. Ia akhirnya segera berjalan menyusul Embok yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang tunggu.

----

Aji menawarkan rokok kretek yang ia bawa pada David yang duduk di sebelahnya. Keduanya kini sedang duduk bersama di warung pinggir jalan yang ada di sekitar rumah sakit.

Alih-alih menerima rokok yang ditawarkan oleh Aji, David justru melemparkan pertanyaan padanya. "Does Ben smoke?"

"He's my smoking mate," jawab Aji.

David menghela nafas panjang. "How about his academics?"

Aji menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara. "Great. Ben always gets a scholarship. Even though he often causes trouble, it doesn't affect his academic grades."

"What's his favorite food?"

"Nasi campur babi panggang. He likes nasi campur from his school canten," jawab Aji. Ia kemudian melirik David. Suasana di antara ia dan David masih terasa sangat canggung. "What else do you want to ask?"

"He's graduating soon, right?"

Aji menganggukkan kepalanya. " He said he wanted to continue his studies in Jakarta. At first, he thought about returning to Adelaide after hearing that you had been released."

Mata David ambulant. " Ben is thinking about going back to Adelaide?"

"He wants to meet you before you come here. He's afraid that you will make a fuss here."

David tersenyum kecut mendengar ucapan Aji. "I think he wants to continued his study in Adelaide."

"Well, what makes Ben afraid is happening now. You came and ruined everything. If you're not coming to see him, maybe he's playing with his friends now. Now he's lying in the intensive care unit." Aji terdiam setelah mengucapkan kalimatnya. Ia kemudian mematikan rokoknya dan kembali menatap David. "But, Thank you."

"For what?"

"Saving Ben."

"No need to. I'm the one who must thank you. Cause you let me save Ben," ujar David.

Aji menghela nafas panjang. "Let me talk to Ben first. Once he can accept it, I will allow you to meet Ben. You have to talk and settle things well."

" Thanks again, Gus. You raised Ben so well and allowed me to talk to him," ujar David.

"I indeed allow you to talk to Ben. But the choice is in Ben. You can't force him to talk to you. So do I," sahut Aji.

David buru-buru meraih tangan Aji. "That's enough for me. I owe you a lot, Gus."

Aji menganggukkan kepalanya. "Then go home. I'll let you know when Ben concious."

David masih menggenggam tangan Aji. " I also apologize for what I did to your sister. I know I don't deserve to be forgiven."

Aji tercekat. Kenangan akan adiknya yang pergi dari rumah demi laki-laki yang ia cintai dan pulang tinggal nama membuat dadanya sedak. Ia hanya menggumam pelan menanggapi permintaan maaf David.

"Enough, go home. I want to come back inside." Aji bangkit dari tempat duduknya dan segera berjalan pergi meninggalkan warung yang ia datangi bersama David.

David menghela nafas panjang setelah Aji pergi meninggalkannya. Ia kemudian menyusul Aji pergi dari warung tersebut dan segera mencari Jasmine.

----

Keesokan paginya, Aji terkesiap di sofa yang menjadi tempat tidurnya ketika ia mendengar pintu ruang perawatan Ben dibuka. Aji mengucek-ucek matanya sambil bangkit dari sofa.

"Permisi, Pak. Saya mau memindahkan pasien," sapa Perawat pria yang melihat Aji duduk di sofa.

Aji mengangguk pelan sambil tersenyum simpul. Ia menghela nafas lega karena akhirnya Ben dipindahkan ke ruang perawatan biasa.

"Dokter sudah memeriksanya, Bli?" tanya Aji pada Perawat yang mengantar Ben kembali ke kamar.

Perawat itu menganggukkan kepalanya. "Dokter sudah periksa tadi pagi, Pak. Mungkin nanti sore Dokter akan datang lagi untuk memeriksa setelah jam prakteknya selesai."

Aji menganggukkan kepalanya. Perawat yang membawa Ben ke ruang perawatannya mengangguk pelan pada Aji lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut. Setelah pintu kamar Ben menutup, Aji menghampiri tempat tidur Ben.

"Jangan buat Aji panik lagi, Ben. Kamu yang sakit, tapi hati saya nggak kalah sakitnya liat kamu lemah seperti ini. Cepat pulih dan jadi anak nakal lagi," ujar Aji lembut sambil membelai kepala Ben.

Ben masih memejamkan matanya dan kepalanya terkulai lemah di tempat tidur. Aji mengambil kursi kecil lalu duduk di sebelah tempat tidur Ben. Ia terus membelai kepala Ben sambil merapalkan doa yang terdengar seperti sebuah nyanyian lembut.

"Aji—"

Mata Aji membulat ketika ia mendengar suara Ben yang memanggilnya dengan lemah. Aji langsung mendekat. "Aji disini."

Ben menghela nafas panjang dan perlahan membuka matanya. "Lapar—"

Aji tertawa pelan mendengar ucapan lirih Ben yang mengatakan bahwa ia lapar. "Kamu mau makan apa?"

"Nasi campur. Pakai kulit yang banyak," jawab Ben lirih.

Aji mendengus. "Dasar rakus."

****

Thank you for reading my work. I hope you enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes, gifts, reviews, etc. Happy reading ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Next chapter