webnovel

Darah Manusia Abadi

Lennox, memejamkan mata. Rutinitas sehari-hari adalah seperti ini. Bangun pagi, berangkat ke perusahaan, bekerja dengan gila dan pulang. Jika sang amarah mulai bosan, maka ia akan pergi ke negara lain, untuk mengikuti pertarungan berdarah. Hanya itu satu-satunya cara, agar iblis dalam tubuhnya merasa puas dan tenang. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka akan berakibat lebih parah.

Pernah sekali, ia meminta kedua rekannya, mengurung dirinya di penjara bawah kastil. Kaki, tangan dan tubuh, dirantai, untuk memastikan ia tidak akan terlepas. Namun, perkiraan mereka salah. Saat sang iblis mengamuk, maka kekuatannya berlipat ganda. Penjara bawah tanah itu hancur dan kedua rekannya dihajar sampai babak belur, barulah sang iblis merasa puas dan Lennox kembar ke dirinya sendiri. Satu kesalahan itu membuat Lennox, memilih untuk tidak mengulanginya lagi. Itu terjadi di dalam kastil, maka tidak akan bermasalah. Namun, apa yang terjadi, jika ia berhasil melarikan diri? Kemungkinan kerusakan yang akan ditimbulkan akan sama besar dengan saat pertama ia dibuang ke dunia ini, dengan sang iblis berbagi tubuh dengannya.

[Tuan, kita akan mendarat sekarang.]

Suara sang pilot terdengar dari headphone yang terpasang di kepala Lennox.

"Baik."

Helikopter pun mendarat di helipad yang ada di atas gedung perusahaan. Saat Lennox turun, di sana sudah ada barisan asisten dan tangan kanannya. Sebagian dari mereka adalah para siluman yang memilih tinggal dan berbaur di tengah manusia.

"Selamat pagi, Tuan."

Lennox, mengangguk. Ia berjalan cukup cepat dan diikuti oleh barisan asistennya. Mereka semua adalah pria. Tidak ada wanita yang diizinkan, bekerja dekat dengannya. Hidup selama 300 tahun di dunia ini, Lennox sudah pernah jatuh cinta. Hanya saja, semua itu berakhir tragis. Wanita yang dicintai, mati di tangannya sendiri. Tentu itu bukan dirinya, melainkan sang iblis yang membunuh wanita tersebut. Di saat perasaannya begitu hancur, di saat itulah sang iblis begitu gembira. Dari pelajaran itu, Lennox memilih untuk menutup diri dan hidup layaknya seorang pertapa. Setidaknya, dengan begini ia tidak akan kembali patah hati dan kehilangan wanita yang dicintai.

Artinya, hidup yang dijalani, juga terasa hambar.

"Tuan, hari ini ada jamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Keluarga Yan," ujar sekretaris yang berhasil mensejajarkan langkah dengan Tuannya itu.

Jamuan atau pesta, adalah hal yang paling membosankan bagi Lennox. Ia harus pura-pura tersenyum dan lebih banyak berbicara, itu bukan hal yang suka dilakukannya. Biasanya Rigel yang akan menghadiri acara seperti itu. Hanya saja, kali ini Lennox harus hadir sendiri. Sebab, ia menghormati pria bermarga Yan dan itu, adalah hal yang jarang terjadi.

"Baik."

Lalu, rutinitas pun dimulai. Pertemuan, rapat dan pengambilan keputusan, serta penandatangan dokumen, Lennox menjalaninya dengan wajah datar.

Kehadirannya selalu menarik lawan jenis, tetapi Lennox tidak menyukai hal tersebut. Ia selalu mengabaikan kode yang diberikan para wanita dan berharap mereka mundur teratur. Namun, kelakuannya itu membuat para wanita semakin penasaran.

Di sudut kota yang lain.

Alula Yan, gadis cantik bermata bulat dengan bulu mata lentik, berdiri di samping ayah angkatnya Tuan Besar Yan.

Alula, biasa dipanggil Lula, meskipun bertubuh mungil, tetapi ia handal dalam seni bela diri dan seorang jenius. Dari deretan anak angkat Tuan Besar Yan, Lula yang paling menonjol.

Hari ini, Lula datang ke kediaman Yan, karena diundang oleh sang ayah angkat.

"Malam ini, apa yang telah kita rencanakan, akan dilaksanakan," ujar Tuan Besar Yan, yang duduk di balik meja kerja besar.

Lula, mengangguk dan melangkah maju, saat Tuan Besar Yan memberi kode.

Di hadapannya ada setumpuk foto tua, yang telah tersusun rapi.

Jari keriput milik Tuan Besar Yan, menunjuk ke satu sosok pada setiap foto.

"Mereka begitu mirip, apakah dari keluarga yang sama?" tanya Lula, lirih.

"Mereka, orang yang sama," jawab Tuan Besar Yan.

Lula mengangkat wajah dan menatap ke arah ayah angkatnya itu.

Tuan Besar Yan, mengeluarkan sebilah pisau emas dengan ukiran rumit, kemudian meletakkannya di atas meja.

"Kamu akan bertemu pria itu, malam ini. Dekati dia dan dapatkan kepercayaannya. Saat bulan merah, tancapkan ini pada jantung mahluk itu. Pastikan pisau ini berubah warna menjadi merah, sebelum dicabut," perintah Tuan Besar Yan.

"Baik, Ayah!" jawab Lula dan mengambil pisau itu. Ia tidak bertanya, mengapa dan untuk apa? Selamanya ia berhutang budi kepada Tuan Besar Yan. Sebagai anak yatim piatu, Lula beruntung dapat menjadi anak angkat pria itu. Ia dapat mengecap pendidikan dan mendapatkan pelatihan, yang Lula tidak tahu mengapa ia harus menguasai semua itu. Namun, ia menerima dan menjalani semua itu dengan prestasi gemilang. Sebab, itu dapat mengalihkan dirinya dari hal-hal yang mengganggu.

"Apakah kamu masih dapat melihat?" tanya Tuan Besar Yan.

"Tidak, Ayah. Setelah mengikuti hipnoterapi waktu itu, aku sudah tidak dapat melihat mereka," jawab Lula.

"Bagus! Kamu adalah putri Ayah yang paling hebat dan Ayah tidak ingin hal itu mengganggu kemampuanmu," ujar Tuan Besar Yan.

"Aku sudah tidak dapat melihat mereka, jadi Ayah dapat merasa tenang dan yakin, terhadap kemampuanku," timpal Lula.

"Jika begitu, bersiaplah! Kamu akan menemani Ayah untuk menjadi tuan rumah perjamuan," perintah Tuan Besar Yan.

"Baik, Ayah."

Lula berbalik dan berjalan keluar dari ruangan itu, dengan pisau dalam genggamannya.

Ia, berbohong. Sampai sekarang, ia masih dapat melihat arwah gentayangan. Tadi di ruangan sang ayah angkat, Lula dapat melihat arwah mantan istri Tuan Besar Yan. Wanita itu, dibunuh oleh suaminya sendiri, tiga tahun yang lalu dan sampai sekarang, terus menempel pada ayah angkatnya itu.

Awalnya, Lula adalah anak biasa dengan rata-rata kecerdasan yang lebih tinggi. Namun, saat berusia 12 tahun, ia pernah mengalami kecelakaan dan kehilangan sebagian memorinya. Mulai saat itu, ia dapat melihat arwah gentayangan, yang membuatnya hampir berakhir di rumah sakit jiwa. Walaupun sulit, ia berhasil berpura-pura dan menahan rasa takut yang mendera, saat arwah-arwah itu mendekatinya.

Belum lagi, para arwah selalu mengikutinya dan terus memohon, jika permohonan mereka tidak digubris, maka mereka mulai mengancam dan menakutinya.

Menjalani kehidupan seperti itu, selama 13 tahun, membuat Lula mulai kebal. Ya, saat ini ia sudah berusia 25 tahun.

Lula, berkendara ke pusat kota, tepatnya ke butik ternama, yang juga memiliki salon di dalamnya. Tuan Besar Yang sudah mengurus semuanya, Lula cukup hadir.

Kembali ke kediaman Yan, tepatnya di ruang kerja.

Marcos Yan, menatap ke luar jendela. Ia butuh darah manusia abadi. Kanker menggerogoti tubuh dan usianya, tidak lagi panjang. Sudah lama ia melakukan penyelidikan akan keberadaan para manusia abadi. Berbagai ekspedisi didanai, untuk mengumpulkan setiap informasi yang berharga. Sulit dan memakan biaya yang begitu mahal, tetapi semua itu sepadan. Dengan darah abadi, Marcos dapat hidup selamanya dan terbebas dari penyakit.