webnovel

OBSESSION BOYFRIEND

Lidya adalah gadis ceria, sederhana dan mandiri yang bertemu dengan jendra. Pertemuan awal yang aneh, berebut bangku yang berujung membuat jendra tertarik padanya. Jendra mengekspresikan cintanya dengan cara yang berbeda, ia terlalu menyukai semua yang ada di gadisnya, semuanya tanpa terkecuali. Perasaan itu tak terbendung membuat jendra terobsesi untuk memiliki lidya apapun dan bagaimanapun caranya. “gue gak pernah main-main sama ucapan gue, berani lo pergi dari gue. Gue bakal habisin orang disekitar lo”. – Jendra “gue udah turutin semua yang lo mau tapi apa?!! Lo tetep nyakitin orang disekitar gue”. – Lidya Akan kah lidya bisa terlepas dari genggaman jedra? Atau justru akan terjebak setelah mengetahui semua sisi gelap jedra? ----------------@----------------- . . . . . . . . . . Baca, vote share and coment guys Rank on Wattpad : #1 obsesi 20 desember 2020 # 1 posessive 27 desember 2020 # 7 darklove 20 desember 2020 # 9 overprotective 27 desember 2020 # 8 pemaksa 27 desember 2020

Ldy_Aj · Teen
Not enough ratings
21 Chs

14 - OBSESSION BOYFRIEND

Halo.. Aku udah pulang

Iya aku jemput.. Tunggu disitu

Iya

Tut

-------------------------

"udah lama nunggu?" tanya jendra

"nggak"

"kita langsung ke villa aku ya di puncak, urusan baju kamu udah ada di sana" ucap jendra

"aku gak mau kesana.. Aku mau pulang" jawab lidya serius

"Kenapa hmm? Gak bisa.. tadi kita udah sepakat" ucap jendra

"oke" jawab lidya lalu menyalakan hp dan mulai asik dengan hpnya

Muak rasanya bertemu orang gila yang terang terangan melakukan hal yang diluar pikiran kita. Lidya fikir dengan menuruti kemauan cowok itu orang yang ada di sampingnya akan tetap aman. Namun, semua itu hanya omong kosong. Sekarang di pikirannya apa pun yang lidya lakukan jendra tetap jendra. Dia tetap akan melakukan apapun semaunya.

Untuk apa ia mempertahankan hubungan ini, toh apapun hubungan mereka jendra tetap seperti itu. Ia harus cepat mengambil tindakan untuk mengakhiri hubungan ini. Harus. Pikirnya

"yang.. Mau mampir ke mini market nggak?"

"..."

"yang.. Sayangg"

"..."

"lihat apa sih serius banget?"

"..."

"aku mau mampir nih kamu nitip apa?"

"..."

Ia harus berani, ini semua demi kebaikannya. Lidya kekeuh dengan pendiriannya untuk mengutarakan semua yang ada di otaknya saat ini. Berusaha memancing singa untuk bangun dari tidurnya, semoga ia tak akan kehilangan nyawa saat ini.

"kayak biasa? Susu full cream, roti sama snack yang banyak kan. Ice cream sekalian gak?"

"..."

"yang"

"..."

Jendra pun berhenti tepat di depan minimarket. Masuk untuk membeli keperluannya kemudian kembali ke mobil.

Heninggg

"lo tau kan gue gak suka dicuek in" ucap jendra akhirnya, terlalu sabar dari tadi dia hanya berbicara sendiri tanpa ada balasan dari lawannya.

"hehh.. Keluar juga sifat asli lo" sinis lidya

"gue muak liat muka lo" lanjutnya

Berusaha setenang mungkin mengatakannya agar tak menyulut emosi diawal. Menjeda ucapannya, melihat ekpresi lawannya baru melanjutkannya lagi.

"ternyata lo gak lebih dari orang gila yang seenaknya nyelakain orang semau lo" ucap lidya lagi

"ohh.. Jadi dia cerita.. Pengecut" jawab jendra

"jadi dia alasan lo gak jadi pergi" ucap jendra penuh penekanan dengan tangan yang meremas stir mobil hingga buku tangannya memutih

"gue udah turutin semua yang lo mau.. Tapi apa?!! lo tetep nyakitin orang orang disekitar gue.. " ucap lidya

"gue udah baik hati gak bikin dia mati.. Ternyata keputusan gue salah" Jawab jendra

"Seharusnya gue bunuh dia dari awal" Umpat jendra

"dia udah terang terangan deketin lo, bahkan kalian keluar berdua. Dia pengganggu, bukannya pengganggu harus di musnahin sayang" lanjut jendradengan seringai menakutkan

Tak lama jendra menyalakan mobilnya dan melanjutkan perjalanannya ke villa.

"dia gak deketin gue sama sekali, kita pergi keluar itu pun cuma beli bahan buat kerja kelompok" ucap lidya

"lo terlalu emosi.. Lo turutin emosi lo buat ngelukain rasya tanpa tau gimana sebenarnya" lanjut lidya

Jendra memejamkan mata, meredam emosi yang bisa berbahaya untuk gadisnya.

"gue gak peduli, bukannya gue udah bilang buat jangan pernah deket sama cowok manapun. Itu akibatnya". Ucap jendra

"kita cuma beli bahan kerja kelompok.. Dan lo bersikap seolah olah dia selingkuhan gue. Dia gak deketin gue sama sekali, berapa kali gue harus ngomong gini" jawab lidya

"gue gak tau jalan fikiran lo jend.. Lo egois, posessive dan gue baru nyimpulin lo terobsesi sama gue. Lo bahkan ngelakuin apapun supaya gue selalu sama lo, walaupun harus habisin banyak orang. Lo psikopat! Lo gila!". Lanjut lidya

Lidya sudah terbawa dengan arus emosi yang meledak. Tak kuat untuk berbicara tenang dengan jedra.

"hahahahha.. Hahaha.. " Tawa jendra kencang terdengar sangat menakutkan. Wajahnya berubah, tak perlu 1 detik untuk mengubahnya menjadi wajah dingin dan tajamnya.

"Gue gak peduli.. Lo milik gue! gak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa rebut lo dari gue" Teriak jendra kencang

Mobil berjalan semakin kencang dan memasuki arean hutan yang lebat, jalan yang mereka lewatipun bukan lagi jalan yang luas dan mulus melainkan jalan setapak yang beralas tanah dan bebatuan kecil.

Lidya merasa ini tidak beres, ia harus kabur sebelum jendra melakukan hal yang lebih gila dari sebelumnya.

"ini dimana? Lo mau bawa gue kemana?". tanya lidya mulai cemas

"udah cukup dari tadi lo belain cowok pengecut di depan gue.. Turun!!". Ucap jendra marah

"gakkk gue gak mau turun.. Gue mau pulang.." ucap lidya

"janji tetep janji sayang.. Lo harus tepatin janji.. Turun sebelum gue bertindak lebih jauh.. Ohh.. Atau lo mau ayah kesayangan lo itu mati hmm". Teriak jendra

".."

Merasa tak ada pergerakan atau jawaban apapun membuat jendra geram. Ia menarik tangan lidya kasar dan membawanya seperti karung beras dia atas pundaknya.

Lidya terus teriak meronta meminta dilepas tapi itu malah membuat tangan jendra mencengkram lututnya keras.

"Turunin gue!!" ucap lidya saat sudah berada si ruang tamu

Jendra menurunkan lidya di sofa. Kini mereka berhadapan, menunjukkan seberapa besar emosi yang mereka berdua rasakan. Saling menatap tanpa ada rasa takut yang terpancar dimata keduanya.

"gue gak akan turutin kata kata lo lagi!! Gua gak takut sama semua anceman lo itu.. Percuma kalaupun gue nurut, lo tetep nyakitin orang yang gue sayang kan". Ucap lidya

"gue mau kita putus.. Gue mau pergi sekarang" lanjutnya lagi

Dengan cepat lidya berlari ke pintu utama dan membukanya. Ini aneh, kenapa pintunya tidak bisa dibuka.

Lidya terus berusaha membukanya dengan seluruh tenaganya.

"hahhahaha... Kenapa sayang?? Susah dibuka heh.. " ujar jendra sinis

"lo gak akan pernah bisa lepas dari genggaman gue semudah itu.. ". Ucap jendra dengan seringainya

"Lo salah memilih musuh hmm.." suara rendra jendra membuat siapa saja merinding saat mendengarnya

Dengan langkah yang stabil jendra mendekati gadisnya sedangkan lidya terus berusaha membuka pintunya.

Tidak dia tidak boleh tertangkap iblis itu dengan cepat. Lidya gugup, takut..

Tuhan tolong lahhh..

Sepasang tangan melingkari perut lidya, sambil menghirup cecuruk leher gadisnya.

Lidya berdiri bergetar, peluh menetes pelan dari dahinya, la bergidik ngeri.

Tak cukup disitu jendra melumat cuping telinga gadisnya.

"sudah cukup sayang.. Ikut".

Jendra membalik tubuh lidya dengan sekali sentakan. Menarik tangannya kasar.

Tidak bagaimanapun ia harus bisa pergi dari sini atau ia akan berakhir sama seperti kemarin. Ayo lidya lo harus bisa lepas dari iblis ini" batin nya

Lidya menggigit tangan jendra kuat, jendra terkejut tanpa sengaja melepaskan cekalannya. Ia berlari memasuki ruangan yang terlihat diujung lorong.

Ia dengan cepat bersembunyi di bawah tempat tidur sedang jendra tertawa keras diposisinya.

"saayangg!! Mau bersembunyi dimana hmm.. Jangan sampai aku menemukanmuu hmm" teriak jendra tak lupa dengan senyumannya.

Jendra berjalan santai menuju arah gadisnya lari. Ia membuka pintu setiap ruangan yang ada disana. Sambil tersenyum menyeringai.

Total ada 3 ruangan di lorong itu, membuka satu persatu ruangan tanpa berniat masuk ke dalamnya. Seolah ia menunjukkan kebingungannya mencari gadis kecilnya itu.

Tepat di ruangan terakhir, ruangan tempat lidya bersembunyi. Jendra memasukinya, ia duduk diatas ranjang tenang sambil tersenyum.

"sayang.. Aku tau kamu sembunyi di kamar ini, aku akan kasih pilihan. Keluar dan aku akan memaafkanmu dengan hukuman ringan, atau aku menemukanmu tapi kau harus siap menerima akibatnya hmm... Bagaimana?" ucap jendra

"aku akan memberimu waktu berfikir." lanjut jendra kemudian bangkit dari posisinya

"Satu "

Jendra membuka lemari disampingnya seoalah lidya berada di sana sambil menyeeingai

"Dua "

Membuka pintu kamar mandi di sana.

"baiklahh.. Sepertinya kau memilih yang pilihan salah sayang hmm" ucap jendra

"Tiga"

Dengan kasar jendra menarik kaki lidya dari bawah ranjang.

"akhhhh... " lidya teriak, ia memberontak menendangkan kakinya brutal dan berusaha menendang titik vital jendra dan berhasil.

Ia berdiri dan bersiap berlari namun jendra terlebih dahulu menarik bajunya dari belakang. Lidya tidak akan menyerah ia melepas kemejanya menyisakan kaos polos dan berlari.

Kali ini jendra tak tinggal diam, ia mengejar lidya dengan cepat dan berusaha menangkapnya.

"biarin gue pergi .. Gue mohon biarin gue hidup tenang.." ucap lidya saat sudah berhadapan dengan jendra yang dihalangi oleh meja

"itu gak akan pernah terjadi sayang.. " ucap jendra dan berlari melewati meja. Lidya terkejut dan berusaha menghindar namun jendra menarik rambutnya kuat menarik dan menyeretnya menaiki tangga memasuki kamar.

"akhhh... Lepasin gue " teriak lidya kencang

Jendra menutup pintu kemudian melempar lidya ke atas ranjang. Lidya belum sadar dari keterkejutannya, jendra sudah mengambil tangannya dan mengikatnya di atas ranjang.

"Lo mau apa!! ". teriak lidya tepat didepan jendra

"Jangan macem macem jend". Ucap lidya memperingati

"Jend... Gue mohonn.. Lepasin gue" Ucapnya memohon, lidya merasa ini tidak beres. la takut jendra akan mewujudkan ucapannya waktu itu. la benar benar takut sekarang, posisinya tak mungkin bisa membuatnya kabur, kini lidya tak bisa menahan air matanya lagi. Ia menangis memohon, ia tidak bisa melakukan apa apa sekarang. Ia takut jendra melakukan hal yang gila.

Tapi sepertinya ia terlambat, jendra pergi mengambil gunting. Berjalan santai dengan membawa gunting di tanganya. merobek kaos lidya pelan dengan posisi jendra yang telah menindihnya.

"jangan jend.. Gue mohon tolong jangan lakuin ini sama gue ... Hiks hiks.. ". lidya menangis bergetar

Jendra tak bergeming tetap melanjutkan mengguntingnya saat perut rata lidya sudah terlihat didepan matanya. Matanya menggelap.

"jangannn aku mohonn jend.. Cukup.. Hiks.. Hiks.. " teriak lidya frustasi

"gue juga pernah bilang bukan.. Cukup lo ucapin kata laknat itu, kata yang gak pernah mau gue denger dari lo. Putuss!! Tapi apa!! lo tetep ulangin itu!!"

"gue gak akan menyesal karna dengan cara ini juga lo gak akan pernah ninggalin gue.. Lo akan jadi milik gue seutuhnya" ucap jendra serius dengan tatapan mata tajamnya

Jendra mendekatkan wajahnya, kini wajah mereka tak ada jarak sedikitpun.

Mengelus pipi gadisnya kemudian menciumnya lama.

Cupp

"Gak perduli ini cinta atau obsesi. Lo gak akan pernah bisa lepas dari gue. Lo akan jadi milik gue selamanya". ucap jendra pelan di wajah gadisnya

Mendengar jendra mengucapkan kata itu membuat lidya meneteskan air matanya. la takut semua yang dikatakan jendra akan terwujud, sungguh ia tidak mau itu terjadi.

Jendra mencium bibir ranum gadisnya. Ciuman menuntut, jendra mencecap mengabsen deretan gigi gadisnya setelah puas ia merambat turun ke leher.

"aku mohon hentikan jend.. Aku janji aku gak akan pernah pergi aku mohon" ucap lidya gemetar

"lebih baik aku mati daripada aku harus kehilangan mahkota ku". Lanjutnya

Lidya menangis kencang, ia takut, ia sangat takut. Membayangkan hal yang akan terjadi selanjutnya membuat dia tak bisa berfikir jernih, bayangan keluarga dan masa depannya bagai film yang berputar di otaknya membuatnya mengerang frustasi.

" gue gak akan pernah biarin lo mati gitu aja sayangg..  " ucap jendra berbisik di telinga lidya