SMP Charanata 1
"Kamu sedang apa?" tanya Brina sambil mengamati Vella yang sibuk mengetik
sesuatu. Vella menatap Brina sambil tersenyum. "Aku sedang mengarang novel. Ideku sedang menggebu-nggebu nih." Brina melongokkan kepalanya pada layar laptop Vella.
"Jadi kamu ingin menjadi penulis novel?" tanya Brina sambil tersenyum.
"Iya dong! Kelak, aku akan menjadi penulis terkenal yang hebat," kata Vella lalu
merenggangkan otot tangannya.
"Ajari aku juga dong! Kelihatannya seru," tawa Brina.
"Penulis itu harus suka membaca. Kamu kan tidak suka membaca," celetuk Vella
sambil mengusir Brina dari laptopnya. Brina pura-pura kesal. "Bukannya aku tidak suka
membaca. Aku hanya tidak punya buku untuk dibaca."
"Kamu kan bisa membeli atau meminjam buku. Perpustakaan sekolah kita punya
banyak koleksi buku bagus kok." Brina manggut-manggut. "Baiklah kalau begitu. Mulai
sekarang, aku akan banyak membaca buku dan mencoba belajar mengarang cerita sendiri.
Lihat saja nanti! Aku tidak akan kalah darimu!" ucap Brina sambil tersenyum.
"Ya. Lihat saja nanti!" tawa Vella.
==
Tidak seperti biasanya, Brina memborong novel yang ada di perpustakaan sekolah. Ia
tidak mau kalah dari Vella yang pintar mengarang cerita. Bruk!!! Buku-bukunya langsung
jatuh begitu seseorang menabrak tubuhnya. Brina mendengus kesal. Cowok di hadapannya
itu menunduk menatap buku yang berserakan itu lalu berlutut mengambil buku-bukunya yang
jatuh. Saat itulah Brina bisa merasakan jantungnya berdebar begitu kencang. Ia menatap tagnama pada seragam cowok itu. Namanya Alvin. Brina sudah sepakat akan terus mengingat
nama itu. Nama cowok tampan dan keren yang sudah membuatnya jatuh cinta pada
pandangan pertama. Alvin menyodorkan buku-buku Brina.
"Maaf," ujarnya lalu menghilang dari hadapannya. Brina masih terlalu terpesona
dengan wajah tampan Alvin. Ia memandangi Alvin yang berjalan membelakanginya menuju
rak buku hingga tak sadar telah membawa banyak buku. Salah satu bukunya mendarat ke
lantai hingga membuatnya tersadar. Brina segera mengambil buku-bukunya lalu menoleh
sebentar ke arah cowok tadi. Tak disangka, Alvin juga sedang melihatnya sambil tertawa
kecil. "Ya ampun, dia tampan sekali! Senyumnya semanis gulali," sorak Brina dalam hati.
==
Bu Rina bangkit mengambil bukunya. Para siswa-siswi seisi kelas mengira pelajaran
sudah selesai tanpa tugas. Namun Bu Rina menghentikan langkahnya sebelum menuju pintu
kelas. "Perhatian!" ujarnya sambil memukul-mukul meja. "Ada tugas untuk kalian," ucapnya
membuat dengusan nafas tak senang. "Minggu depan kalian harus mengumpulkan cerpen
karangan kalian pada jam pelajaran ibu. Cerpen minimal lima halaman dan maksimal delapan
halaman," Ucapnya lagi. Brina menoleh ke arah Vella yang tersenyum seperti mendapat
durian runtuh. Brina menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia sama sekali belum
pernah mengarang cerita. Lima halaman saja sudah terlalu banyak baginya.
"Brina, kira-kira cerpen apa yang ingin kamu buat?" tanya Bu Rina mengejutkannya.
Karena duduknya berada di barisan paling depan, ia selalu jadi sasaran pertanyaan guru-guru.
"Eh, aku...." Brina mulai kebingungan.
"Judulnya apa?" tanya Bu Rina lagi.
"Masa baru diberi tugas mengarang, langsung ditanya tentang judulnya?" batin
Brina kesal. "Ehm. Judulnya domisol," ucap Brina mengarang judul sembarangan. Gelak
tawa teman-temannya membuat Brina makin lesu.
"Judul yang bagus. Baiklah, kau harus menggunakan judul itu untuk karangan
cerpenmu. Jangan mengubah judul lagi." Kata-kata gurunya itu membuat Brina sibuk
memikirkan cerpen apa yang akan dibuatnya dengan judul anehnya itu.
Ternyata Bu Rina tidak hanya menanyainya saja. Semua murid seisi kelas ditanyainya
satu persatu mengenai judul cerpen mereka. Namun semua judul yang mereka katakan adalah
judul yang terdengar normal. Mungkin hanya judul cerpennya saja yang terdengar paling
aneh. Entah kenapa, terlintas begitu saja judul cerpen aneh itu. Dan sekarang, Brina sibuk
memikirkan cerpennya.
"Apa yang harus aku buat?" tanyanya pada Vella yang duduk disebelahnya. "Cerpen
kan?" ujar Vella sambil tersenyum geli. "Kalau itu, aku juga sudah tahu. Tapi cerpen seperti
apa yang bisa aku buat dengan judul itu? Do mi sol? Aduh!" Brina menggeleng-gelengkan
kepalanya frustasi. Vella tersenyum geli. "Ajari aku mengarang cerita!" pinta Brina. "Iya-iya.
Aku ajari nanti." Ucapan Vella membuat Brina tersenyum lega. Sepulang sekolah, mereka
sudah sibuk belajar mengarang cerpen.
==
Vella dan Brina asyik makan mie ayam di kantin sekolahnya. Ketika tiba-tiba suara
berisik membuat mereka menoleh ke sumber suara. Brina tersenyum ketika menemukan
sosok Alvin yang sedang duduk agak berdekatan dengan tempatnya. Tak sengaja,
pandangannya bertemu dengan Alvin. Saat itu juga, Brina bisa merasakan jantungnya
kembali berdetak kencang. Ia mulai salah tingkah ketika beradu mata dengan sosok yang
dicintainya itu. Brina menyenggol Vella yang asyik makan mie ayam tanpa memperhatikan
Alvin. "Apaan sih?" Omel Vella lalu mengikuti arah pandang Brina. Tanpa sadar, bibir Brina
sudah membentuk senyuman sambil menatap Alvin. Tiba-tiba Alvin berdiri lalu
menghampirinya. Jantung Brina makin berdetak tak karuan, mengira dirinya akan dihampiri
Alvin.
"Ternyata si kuncir kuda ada disini!" kata Alvin sambil tersenyum mengejek. Brina
menatap arah pandang Alvin. Yang ditatap Alvin bukanlah dirinya tapi Vella. Vella
menghentikan kunyahan makanannya dan menatap Alvin dengan tatapan tajam.
"Memangnya apa urusannya denganmu, preman kampung?" tantang Vella. Brina baru tahu
kalau ternyata mereka sudah saling kenal. Ia menatap Vella dan Alvin bergantian dengan
wajah bingung. "Apa kamu bilang? Preman kampung?" Keduanya pun sibuk beradu mulut.
==