webnovel

PERTEMUAN

Ruangan itu seketika sunyi tidak terdengar suara apapun itu, hanya ada perasaan perasaaan yang gundah gundala, tidak menyangka akan seperti ini ujungnya.

Mata mereka saling bertaut-tautan, tidak ada yang menyangka bahwa akhirnya aka seperti ini.

Chealse masih memeluk ayahnya dengan air mata yang berlinang, begitu juga dengan ayahnya dia tidak membalas pelukan itu, sehingga membuat Chealse bertanya-tanya dalam hati.

"Kenapa dengan ayah ini?"

"Kenapa dia tidak membalas pelukan yang aku berikan?"

Chealse hanya bisa bergumam seperti itu, bahkan untuk melawan saja dia tidak mampu, setelah beberapa menit Chealse memeluk tetapi belum mendapatkan balasan, dia akhirnya melepaskan pelukan itu dan berdiri.

Chealse berdiri dan bertanya kepada Mahardika secara langsung.

"Kenapa? apakah ayah masih marah kepada aku?"

"Tidak?"

"Lantas, kenapa ayah bersikap acuh tak acuh kepada aku?"

"Coba kamu pikirkan seberapa sakit hati ayahmu ini, ketika mereka mengatakan bahwa ayah mendidik anak gadis tidak becus," ucapnya dengan nada kalimat yang sudah boleh dia selaraskan dengan keadaaan.

Chealse terdiam, lagi-lagi karena sikapnya yang ceroboh ayahnya menerima imbasnya, Chealse hanya bisa terdiam dan menundukkan kepala.

"Apa yang harus Chealse lakukan ayah?"

"Kamu harus menerima perjodohan ini, kalian harus bertemu satu sama lain, nanti malam kalau kamu masih__" ucapnya terpotong di sela tangis yang dia tahan.

"Apa ayah?"

"Kalau kamu masih ingin menjadi putri ayah, kamu harus menemui dia nanti malam di rumah ini, kalian harus bertemu."

Mendengarkan hal itu, jelas membuat Chelsea tidak boleh menolak, karena harga diri ayahnya sudah di turunkan, dan juga dia hanya meminta maaf kepada ayahnya bukan untuk mencari perdebatan.

Chealse mengiyakan melalui gelengan kepalnya, kemudian ayahnya pergi, jelas ayahnya sangatlah tegas, dia sama sekali tidak mau membantu putrinya keluar dari masalah yang dia punya.

Sedangkan di seberang sana, kali ini sosok yang kerap bersama dengan Mahardika sedang bercakap-cakap melalui sambungan video call itu.

Mereka akan kembali mempertemukan anak-anak mereka, mereka juga bahkan akan mempertemukan malam ini juga.

Segera Mahardika mematikan sambungan itu, mereka juga bahkan mempercepat hitungan jam, agar semua masalah ini cepat tuntas dan berjalan sesuai dengan harapan mereka.

"Segera rumah kalian bersihkan, tamu akan segera datang."

"Baik, pak," ucap semuanya siap siaga dan membawa peralatan masing-masing.

Mereka semua bergegas, gadis yang berada di dalam kamarnya menutup rapat-rapat pintu kamarnya, dia tidak ingin menerima perjodohan ini, tapi dia juga tidak ingin menolak permintaan ayahnya, dia berada di dalam labirin yang berbeda tetapi masalah yang sama.

Beberapa menit matanya menatap ke arah samping, melihat sebentar lagi akan gelap, tidak terasa satu hari dia menangis dan juga mengeluarkan air mata yang sungguh tak berguna ini.

Dia menutup mata sebelum kenikmatan malam ini tidak bisa lagi di rasakan, sebelum dia terikat perjodohan dengan lelaki pilihan ayahnya.

Matanya hampir saja tertutup namun, karena suara dari ibunya  membuatnya tak bisa lagi tertidur. Dia berusaha bangkit dari kasurnya dan berniat membuka pintu.

Langkahnya gontai, matanya tak sepenuhnya terbuka, tetapi dia berhenti karena mendengarkan suara ibunya yang membuat matanya terbuka dengan jelas.

"Nak, kamu harus siap-siap sebentar lagi lelaki yang akan dijodohkan dengan mu akan sampai di sini," ucapnya sembari mendekatkan kuping ke dekat pintu putrinya.

Mau tidak mau, semua ini harus berjalan sesuai perintah kedua orangtuanya, dia tidak bisa membangkang, dia juga tidak bisa pergi dari rumah ini.

Segera dia menuju kamar mandi dan melakukan pembersihan tubuhnya, dia segera selesai mandi dan memakai kembali dress yang dia pilih untuk malam ini.

Matanya juga takjib melihat dirinya di depan cermin yang tak seberapa luas ini, dia berputar dan tersenyum, namun senyum itu hanya sesaat karena dia mengingat dia bahkan tidak tahu siapa lelaki pilihan ayahnya, dan apakah dia sesuai dengan kriterianya sendiri.

Jam bergerak begitu cepat, lelaki yang sudah siap menaiki mobil itu seketika menatap ke depan, dia bahkan tidak tahu apakah dia siap untuk dijodohkan, dengan wanita yang belum dia kenal, atau apakah dia harus menghentikan semua ini.

Dia tidak bisa, dia hanya ingin memberikan kebahagiaan kepada kedua orangtuanya, segera dia memasuki mobil dengan hati yang gundah gundalah, tersenyum dan entah apa arti senyum itu.

Beberapa saat kemudian, mereka telah sampai di depan rumah Mahardka, mereka melangkahkan kaki dengan percaya diri, dan begitu juga dengan Mahardika dan juga istrinya yang sudah siap siaga menunggu kedatangan calon mereka di depan rumah.

Mereka saling berjabat tangan, dan melemparkan senyum satu sama lain, memasuki rumah dan duduk di sofa yang telah di sediakan.

Mereka bingung terutama orang tua dari lelaki itu, namanya Tristan, yah dia adalah Tristan yang beberapa bulan lalu pulang dari Amerika, setelah menyelesaikan program Sarjana 2 nya, dan dia diterima di universitas wanita yang akan jadi jodohnya.

"Dimana dia?"

"Apakah Putrimu pergi lagi?"

"Tidak mungkin," ucap Felix selaku ayah dari Tristan.

Di dalam kamar sana, dengan hati yang dag-dig-dug  wanita itu memberanikan diri untuk membuka engsel pintu yang berada di depannya, tangannya gemetir kalau nanti lelaki itu tak sesuai dengan keinginan hatinya.

Highels itu menuruni anak tangga, jelas sudah Felix dan juga  Tristan serta mereka semua yang berada di sana heran melihat gadis yang sudah menampakkan wajahnya.

Mereka berdiri, namun Tristan heran kenapa harus dia, kenapa harus dia wanitanya, untuk Chelsea dia masih menunduk tidak berani melihat ke depan.

"Cepat, Nak," ucap wanita itu sembari menarik pergelangan tangan putrinya.

Mata mereka berdua saling bertaut-tautan, entah rasa apa ini, ada sedikit rasa kesal di campur rasa penasaran, apakah memang dia jodoh dari Chealse.

Kedua orang tua mereka menatap ke depan dengan tatapan terkejut, bagaimana reaksi dengan kedua anak mereka, yang seakan sudah mengenal satu sama lain.

"Kamu?" ucap mereka berdua dengan nada yang terkejut dan menunjuk satu sama lain.

"Ada apa?" tanya mereka selaku orang tua dari Tristan dan Chealse.

Ketika mereka ingin duduk, rasanya sangat sulit karena tidak mungkin orang yang selama ini membuat onar hidup Tristan, menjadi jodohnya.

Lantas Tristan mengingat ucapannya kepada mahasiswinya beberapa bulan yang lalu, ketika dia mengatakan kalau siapa wanita yang dia ajak berbicara dia jawab pertanyaannya secara sengaja atau tidak, dia akan menjadi teman hidupnya.

Sungguh permainan Tuhan yang sangat luar biasa, apakah ini akan benar adanya? Atau apakah ini hanya kebetulan saja, Tristan akan menjadi lelaki terbodoh kalau ini benar.

Jodoh dalam satu ucap  kata, Tristan hanya meyakini hal itu