webnovel

Chapter 4. Kecantikan Alami Dewi

Kini, mereka langsung menikmati hidangan makan malam. Semua memanjakan lidah dengan kelezatan hidangan Bi Surti namun hal itu berbeda dengan Leo. Dirinya yang tidak terbiasa menyantap masakan Indonesia merasa sedikit asing. Menyadari akan hal itu, Dewi langsung mendekatkan wajahnya dengan irama bisikan. "Maaf, ya … kamu pasti terkejut dengan semua hidangan yang tersaji di meja makan ini. Saat setelah pulang dari sini, aku akan mengajak kamu mampir restoran terlebih dahulu." "Aku akan mencoba makanan ini. Tidak masalah, Dewi." "Apakah kamu berkata benar?" "Tentu saja." Anggukan lembut dari kepala Leo membuat mereka berdua seolah tengan berbincang- bincang serius. Tanpa juga mereka sadari Wijaya dan juga Adi terus saja meliriknya sembari menyunggingkan senyuman bahagia. Tatapan keduanya menyirat penuh makna. Lalu, mereka membimbing Dewi serta calon suami ke sebuah ruang santai agar Leo bisa lebih akrab dengan keluarga Wijaya. Pun disini Leo memainkan perannya sebagai calon suami pura- pura dengan sangat bagus. Wijaya maupun Adi tidak ada yang menaruh curiga sedikitpun. Kelegaan terpatri jelas mengukir wajah Dewi dan hal itu tidak lepas dari pengamatan Leo. "Akhirnya sudah selesai juga, Aku sangat takut tadinya jika sampai papa dan Opa akan curiga." Lalu wajahnya menolehkan wajahnya hingga beradu tatap dengan iris yang selalu menyilau hangat. "Terimakasi banyak sudah mau membantuku, ya." "Sama- sama, Dewi." Ungapan Leo berpadukan kerlingan mata. Tak ayal, Dewi mengumpat kesal. Bibirnya terus saja memanyun dengan umpatan demi umpatan keluar dari bibir. "Jangan manyun sambil marah- marah. Nanti cepat tua." Sembari mencubit pipi Dewi dengan gemas yang langsung saja dihadiahi dengan pelototan. Bersamaan dengan itu, Leo melangkahkan kaki meninggalkan Dewi yang masih berdiri mematung berselimut rasa kesal pada sikap Leo yang menurutnya sangat menyebalkan. Tak butuh waktu yang lama, Leo saat ini sudah bergabung dengan Wijaya dan juga Adi kembali. "Dewi berada dimana, Leo?" Tanya Wijaya . Tetapi Adi menyahut palingan. "Lagi di dalam kamar." Lalu ekor matanya memandang siluet cantik yang tengah berjalan mendekat. "Lhah, itu dia yang di bicarakan datang. Kemarilah, sayang!" Pinta Adi sembari menepuk sofa kosong di sebelah tubuhnya. "Papa, kita pulang dulu, ya. Besok harus ke kantor ada janji meeting sekitar pukul 10 pagi dengan bapak Tirto dari pt Trita Indo Grosir." Ungkap Dewi yang harus berbohong lagi karena dirinya tahu perbincangannya ini hanya akan mengarah ke pernikahan dan dia harus menghindari hal itu. "Ini masih jam berapa? Baru saja pukul delapan malam." "Papa, Dewi sangat capek dan ingin segera beristirahat." Sangkal Dewi sembari mengambil ponsel di atas meja dan memasukkan pada tasnya. "Baiklah, kalau memang Dewi lelah jangan dipaksa. Biarkan dia segera beristirahat dan juga pulang." Nasihat Wijaya. Tanpa menunggu lama Dewi langsung berpamitan untuk kembali ke rumahnya namun langkah kaki terhenti oleh lengkingan suara yang hampir saja memecahkan gendang telinga semua orang. "Kecilkan suara kamu, Surti!" Bentak Dewi sementara yang dibentak hanya cengar-cengir menanggapi suara keras itu. "Hehehe, maaf, non Dewi. Berisik, ya suara Surti?'' "Ini bukan berisik lagi tapi memecahkan gendang telinga." Umpat Dewi dengan mata yang melotot. "Maaf, non. Habisnya Surti senang sekali dikasih tahu Sama pelayan lain bahwa non Dewi sudah balik dari Universitas mana itu kemarin yang megah dan mewah. Surti langsung buru-buru balik dari kampung, lho, non. Eh, sampai sini malah non Dewi nya nggak ada. Tidak tahunya non di rumah tuan besar jadi ya Surti kemari suatu susul non. Kangen Surti." Surti yang masih saja asik dengan ungkapannya yang nggak jelas langsung dijitak kepalanya oleh Dewi sembari terus melangkahkan kaki menuju mobil kesayangan. "Biarkan aku yang menjadi kemudi. Kamu tinggal duduk manis aja, Dewi." Ungkap Leo sembari menggandeng tangan meski berpura-pura tak lupa juga iya mengerlingkan matanya dengan genit. Di dalam hati Dewi berbisik sangat lembut menanggapi semua sikap kepura-puraan Leo tersebut. "Sabar, ya. Sabar. Jangan kepancing emosi dulu. Dasar, Leo itu memang sangat menyebalkan." Pada sepanjang jalan Leo tampak fokus pada jalanan di depannya meski beberapa kali mencuri pandang. Dewi dampak membuang wajah pada jalanan mencoba untuk menikmati pandangan. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah dirinya tidak sedang menikmati pemandangan hanya melainkan tenggelam dalam lamunan. Hingga tak sadar sudah berapa lama tenggelam dalam lamunan, yang jelas mobil yang membawanya pergi melaju dengan kecepatan tinggi, membelah pusat kota Zyalora. Hingga tak lama kemudian memasuki halaman rumah yang sangat besar dan megah. "Sudah sampai, nona cantik." Pun Leo dikejutkan dengan pemandangan pada depan mata yang ber manjakan wajah cantik yang sedang tertidur pulas. Kecantikan alami seorang Dewi Eluxiana Wijaya sangat memikat, dan mampu meluluhkan setiap mata pemandang terlebih ketika sedang tertidur pulas. Dan aura dingin mencekam tak lagi menyelimuti wajahnya. Tergantikan wajah teduh penuh damai, saat ini. Tak tahu sudah berapa lama Dewi tertidur pulas, yang jelas Leo tidak tega jika harus membangunkannya. "Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang, membawa Dewi ke hotel atau menunggunya sampai bangun? Ah.. terus mau berapa lama hanya berada di depan pagar menjelang tinggi ini, yang ada nanti malah memancing tanda tanya dari sekitar warga." Gumam Leo sangat lirih. Hembusan nafas lelah mengiringi deru nafas Leo. "Bisa-bisanya rumah mewah dan sebesar ini nggak ada security. Apa memang Dewi ini tidak mampu untuk membayar security?" Imbuh Leo yang semakin kesal. Dan tidak mau hanya berdiam diri, ya akhirnya Leo melajukan kembali mobil tersebut dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang seharusnya, menuju tempat yang akan membuat Dewi tertidur dengan pulas serta nyaman. Hingga mobil yang dikendarai Leo telah melewati gerbang menjulang tinggi dengan warna hitam, hal ini menandakan bahwa dirinya sudah tiba dan berada pada kediaman Wijaya. Kehadirannya bersama Dewi dalam gendongan romantis itu menciptakan tanda tanya besar sehingga Surti langsung berteriak histeris menanggapi hal itu dan segera memanggil tuan besar. "Dasar pelayanan menyebalkan! Dewi kan lagi tidur, misalnya dia mengatakan jika Dewi sedang pingsan." Gumam Leo dalam hatinya. "Cucu kesayangan tuan Wijaya tidak apa-apa. Bolehkah mengantarkan saya menuju kamar Dewi?" Pria dengan lengan berotot besar karena menahan berat badan seorang wanita yang tengah di gendong itu mendesak kepada Surti untuk segera menunjukkan. Meski begitu, nada suaranya masih saja dengan suara lembut. "Kalau mau nunggu tuan besar pasti lama. Dan pasti non Dewi berat, ya?" Dan langsung saja pertanyaan dari survei itu dianggap suci oleh Leo dan bersamaan dengan itu Surti menunjukkan di mana tempat kamar Derry sembari melangkahkan kaki lebar-lebar membimbing Leo. "Pasti non Dewi itu betah sekali di gendong. Tahu aja kalau yang gendong ganteng makanya betah gitu. Ah, paling juga cuma pura-pura." Liriknya sehingga Leo mungkin tidak mendengar apa yang terucap dari bibir Surti yang suka ceplas-ceplos. "Apakah ini masih jauh? Aku sudah tak tahan. Uh, ini rumah apa lapangan bola, sih?"