webnovel

Not a Cinder-Ella

"Tuan Edward, hentikan !! Kumohon." Setelah sekian lama akhirnya, Ella mulai memohon kembali, "Tolong hentikan, tidak ada yang terjadi. Kami hanya berciuman, dan tolong jangan bersikap seperti ini padaku." Kata Ella, masih menutup matanya, dan mulai meneteskan air mata. Tapi Ella, yang masih memejamkan mata, tiba-tiba merasakan seseorang menyentuh bibirnya dengan kasar. Ella membuka matanya, dia terkejut dengan apa yang dilihatnya. Edward Huxley, pria di depannya tiba-tiba menciumnya. Tapi ciumannya sangat tidak fokus, kasar, dan memaksa. "Tuan Edward ?? Apa yang kamu lakukan ..." Edward tampak tidak peduli pada Ella, yang masih shock. Dia terus meremukkan bibir Ella sesuka hatinya.

Sita_eh · Urban
Not enough ratings
582 Chs

Aku Tahu Kau Masih Mencintaiku, Ella!

"Ada beberapa hal yang harus aku uurus, apa kau tidak apa-apa? Jika menikmati akhir pekanmu sendirian?" Tanya Alfred dari balik ponselnya.

"Acchh...!" Pekik Ella kesakitan, karena tanpa sengaja jarinya menyentuh bagian panci yang panas.

Ella langsung mematikan kompor dan dengan cepat menuju keran air. Ia pun membiarkan keran air tersebut mengalir dan membasahi jarinya yang masih terasa perih dan panas.

"Kau tidak apa-apa, Ella?" Tanya Alfred khawatir, Alfred sendiri berada dalam ruang kerjanya. Sedang melihat jadwal pasien hari itu yang harus ia kunjungi.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, hanya sedikit kelacaan saja. Kau tidak perlu khawatir Alfred, dan fokuslah dengan pekerjaanmu," jawab Ella sambil meletakkan ponsel di samping wastafel, kemudian mengaktifkan mode speaker.

"Hmmm... maafkan aku sekali lagi Ella. Semenjak Smith Coorperation mengambil, banyak kebijakan yang ikut berubah. Apalagi saat ini mereka akan berbesan dengan keluarga Huxley.. dan... ahhh...." Alfred tersadar dengan ucapannya sendiri, dan Ella pun hanya bisa terdiam.

"Ella..? maafkan aku... Aku tidak bermaksud untuk..."

"Alfred... sudahlah. Hari ini kau terlalu banyak mengucapkan kata maaf kepadaku, tidak ada yang salah pada dirimu." Ella menyandarkan tubuhnya, dan tatapannya sedang menerawang. Mendengar kata Huxley, mengingatkan dirinya akan seseorang.

"Dan tenang saja aku tidak akan sendiri, Calvin berencana akan kesini nanti siang." Lanjut Ella,

"Oh ya..? Itu terdengar bagus, tapi apa yang akan dia lakukan di apartemenmu Ella?" Alfred bertanya dengan nada suara yang seperti sedang mencurigai Ella. Ella pun terkekeh mendengar pertanyaan Alfred.

"Menurutmu apa yang akan aku lakukan dengan Calvin? Tentu saja kami hanya melakukan sesi pemotretan, Calvin bilang dia butuh suasana baru," jelas Ella.

"Hhh... (Alfred menertawakan dirinya sendiri), maafkan aku. Ahh... lagi-lagi aku mengatakannya. Mungkin aku hanya terlalu merindukanmu," jawab Alfred malu dengan ucapannya sendiri.

"Ella, aku akan mengabarimu lagi setelah jadwalku selesai. Dan ingat, jangan lupa untuk mengangkat telepon dariku." Ella pun hanya mengangguk, walau ia tahu Alfred tidak mungkin melihatnya. 

Percakapan mereka pun berakhir.

Ella berhasil membuat sarapan paginya, menikmati segelas susu hangat dan semangkuk sereal yang ia buat sendiri.

Sambil memperhatikan ponselnya, dan melihat beberapa informasi yang dikirimkan oleh Aubrey mengenai acara tahunan yang akan di gelar minggu depan.

Suara ketukan pintu terdengar, Ella melirik ke arah jam dinding. Masih terlalu pagi jika Calvin sudah datang ke tempatnya. Kembali ketukan pintu terdengar dan semakin keras, Ella dengan cepat melangkahkan kakinya ke arah pintu utama apartemennya.

"Calvin..! Apa kau tahu, ini masih terlalu pagi untuk kau datang dan menggangguku."

Ella yang baru saja membuka pintunya, menerima sebuah kejutan di pagi hari yang membuatnya langsung tercengang.

Bukan Calvin yang sedang berdiri di depan pintunya. Pria yang selama ini ia terus hindari, sedang menatap Ella yang saat itu masih menggunakan kaos tanpa lengan dengan celana pendeknya. Bahkan celemek berwarna kuning cerah masih ia kenakan.

"Pagi Ella." Sapa Edward dengan sebuah senyuman yang seperti bisa diartikan sebagai,

  "Hai Ella, akhirnya aku bisa menemukanmu."

"Edward?!"

"Ya... Ella..?"

"Edward...???"

"Ya Ella?? Apa kau akan terus memanggil namaku?" Tanya Edward dengan bingung.

Ella pun langsung sadar dan jelas ini bukan halusinasinya melihat seorang Edward Huxley berdiri dihadapannya. Edward berjalan melewati Ella, tidak peduli dengan reaksi wanita yang masih terlihat bingung.

Ella merasa aneh dengan tingkah laku Edward yang tampak biasa saja, saat masuk kedalam apartemennya.

"Edward! Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya Ella kembali. Ia mengekori Edward yang telah berdiri di ruang tamu.

Mata Edward menatap tempat tinggal milik Ella, "Jadi ini tempat tinggal barumu, Ella?"

"Apa urusannmu Edward Huxley? Dan kenapa kau bisa tahu tempat tinggalku?" Ella balik bertanya, pria itu membalikkan badannya dan menatap Ella dengan tatapan yang kesal.

"Tidak sulit untuk mengetahui tempat kau tinggal Ella, apalagi sekarang kau sudah berada di London." Edward mendekatkan diri ke arah Ella, masih menatap tajam ke arahnya.

"Tapi kenapa setelah kau menolak bantuanku bertahun-tahun yang lalu. Kau malah bersamanya?"

"Bersamanya? Apa maksudmu Edward?"

"Hhhh...! apa perlu kuingatkan bagaimana dekatnya hubunganmu dengan Alfred saat ini?" Edward menatap wajah Ella dengan jarak yang amat dekat, tidak ada yang terjadi setelah itu dan mereka hanya saling menatap.

"Edward Huxley, aku bukan lagi pelayanmu! Dan dengan siapa aku berhubungan, bukanlah menjadi urusanmu," jawab Ella ketus.

Edward masih menatap wajah Ella dalam jarak dekat, semua sisi wajah Ella kembali mengingatkannya akan kenangan masa lalu.

Edward mengusap pipi Ella dengan tangannya secara lembut, tapi Ella langsung saja menghindarinya. Mata Ella sudah teralihkan dengan sofa yang berada di dekatnya, dia tidak ingin melihat Edward yang masih menatapnya.

Edward mencengkeram tangan Ella, membuat dirinya kembali menatap wajahnya.

"Katakan padaku, kalau kau sudah tidak mencintaiku Ella?" Paksa Edward.

"Hah? Sudah tidak mencintaimu? Sebenarnya siapa yang sudah tidak mencintai dan siapa yang masih mencintai? Apa kau lupa dengan pernikahan yang sebentar lagi akan kau hadapi?"

"Ella, pernikahan itu hanya agar aku bisa..."

"Hanya agar kau bisa bertanggung jawab atas kehamilan Abigail?" Potong Ella, pria itu langsung melepas cengkeramannya dan Edward terkejut dengan Ella yang sudah mengetahui alasan utama Edward harus menikahi Abigail.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Edward terkejut. 

"Bagaimana aku bisa tahu? itu bukanlah hal penting Edward. Kumohon kau tidak bisa begitu saja masuk ke dalam kehidupanku, saat ini kondisi kita berdua sudah jauh berbeda," ucap Ella.

"Tapi Ella, kita bisa memperbaikinya. Setelah Abigail melahirkan, aku akan menceraikannya. Dan kita bisa kembali seperti dulu lagi."

"Edward, betapa piciknya pikiranmu. Lihat! Kau tetap seorang yang egois, bagaimana kau bisa memikirkan dirimu sendiri? Kau  akan menjadi seorang ayah, tapi kau bisa dengan kejam tidak memberikan sebuah keluarga pada anakmu sendiri?" Ucap Ella dengan kesal.

Edward sudah tidak bisa berpikir, ia kesal dengan semua penolakan Ella. Edward langsung saja mencumbu bibir Ella dengan paksa dan kasar.

Tangannya dengan erat membentengi Ella yang tentunya berontak, Edward benar-benar tidak memberikan Ella waktu sedetikpun untuk bernapas. Ia masih terus memberikan Ella sebuah cumbuan yang tidak nyaman bagi Ella.

Ella sudah kehilangan kesabarannya, dengan terpaksa Ella menginjak kaki Edward dan menendang ke bagian alat vital Edward. Tidak sampai disitu saja, Ella bahkan membanting keras Edward ke arah lantai.

Edward memekik kesakitan, dia tidak hanya mendapatkan satu kali balasan dari wanita yang masih menatap keji ke arahnya.

"Ella... kenapa dengan kau!! Kenapa kau memperlakukanku seperti ini?"

"Edward, apa kau lupa? Apa yang sudah kau ajarkan padaku selama aku bekerja sebagai pelayan di keluarga Huxley?"

"Aku bukan lagi seorang gadis polos, yang hanya dengan sebuah rayuan dan ciuman bisa membuat hati ku menjadi luluh." Ella berjalan kesal melewati Edward yang sudah bangkit dari lantai.

Ella membuka pintu utamanya, menegakkan wajahnya dengan angkuh. 

"Apa?! Apa kau mengusirku Ella?" Tanya Edward tidak percaya.

"Pulanglah Edward, ini masih terlalu pagi untuk kita bertengar. Lagi pula kau tahu betul, bahwa aku bisa memaksamu untuk keluar dari tempat ini."

"Tapi bukankah lebih baik, jika kau menggunakan tenagamu sendiri, Edward Huxley." Ella masih menegakkan wajahnya dan tidak mau melirik pada wajah Edward.

Edward merapikan kemejanya, dengan kesal ia sudah berjalan ke arah pintu luar. Langkahnya terhenti ketika ia sudah berada dekat dengan Ella yang masih tidak mau melihat ke arahnya.

"Ella mungkin kau bisa membohongi orang lain, tapi tidak denganku. Aku tahu kau masih memiliki perasaan terhadapku." Ucapan Edward terlalu percaya diri. 

"Edward..! Sudahlah... kumohon... Jangan kau membuat situasi ini menjadi lebih sulit. Kau dan aku sudah tidak mungkin bersama." Ella mengehela napasnya perlahan, ia masih terus menahan matanya untuk tidak berkaca-kaca di hadapan Edward.

Edward pun dengan terpaksa meninggalkan apartemen. Setelah itu Ella segera menutup pintu, menyandarkan tubuhnya pada sisi pintu yang sudah tertutup rapat.

Kembali menghembuskan napasnya, dan mengipas wajahnya sendiri dengan tangan kanannya.

Tapi percuma saja, karena matanya sudah berkaca-kaca. Dan air matanya mengalir begitu saja.

"Sialan kau Edward..!" Umpat Ella kesal,

Seraya menyeka air mata dari pipinya. Lagi-lagi rasa sesak itu muncul dan membuatnya tidak nyaman.

Seakan-akan ada sebuah lubang di dadanya, lubang yang mampu menyerap semua energinya seketika.

Suara ketukan pintu terdengar kembali, irama ketukan tersebut sangat kencang. Dan kembali ia dikejutkan, Ella sudah kesal karena berpikir Edward masih saja bersikeras untuk bertemu dengannya.

Suara ketukan pintu semakin tidak berirama, dan Ella pun membuka pintunya dengan kesal.

"Edward!! Apa sekarang kau mau merasakan tinjuku?" Hampir saja ia melayangkan tinjunya, terhenti ketika melihat seringai lebar milik Calvin.

"Ella?! Kau ini kenapa? Seram sekali, apa salahku, Ella?" ucap Calvin menutup wajahnya, ngeri melihat temannya yang sudah menurunkan tinjunya.

"Edward?! Siapa Edward?" Tanya Luna yang muncul dari balik punggung Calvin, Ella pun melirik ke arah Luna dengan aneh.

"Luna apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya Ella.

"Apa Calvin belum memberitahumu?" Luna balik bertanya, "Dan apa kita bisa masuk kedalam Ella? Kami menempuh tiga jam perjalanan hanya untuk kesini. Aku harap kau sedang membuat sarapan, aku sangat lapar." Ucap Luna dan tanpa menunggu ajakan Ella, ia pun berjalan masuk kedalam dengan santai.

"Apa maksudmu Luna? Calvin!? Apa yang belum kau bicarakan kepadaku?" Bisik Ella.

"Kalian masuklah, apa kalian akan terus berdebat di luar sana." Perintah Luna dari dalam, Calvin pun memasang wajah tidak bersalahnya, dan masuk kedalam sambil membawa peralatan kameranya.

***

"Ella tersenyumlah. Kenapa sedari tadi kau menekuk wajahmu sih?!" ucap Calvin kesal.

Mereka bertiga sudah menyelesaikan sarapan pagi dengan sereal jagung dan segelas susu. Setelahnya Calvin mulai merubah ruang tamu Ella menjadi sebuah studio kecil. Backdrop putih, dan sebuah sofa kecil Ella sudah ia susun dengan rapi.

Luna masih menjadi seorang pengamat, sesekali ia berkeliling mengamati apartemen milik Ella.

"Ella berapa Barnard menggajimu? Tidak mungkin kau membeli apartemen ini hanya dengan bekerja dengan Barnard?"

"Calvin!! Kau hanya butuh mengambil foto dari pakaianmu, tidak dengan wajahku. Jadi tidak masalah bukan, kalau aku terus menekuk wajahku." Jawab Ella, sedangkan Calvin hanya mengerutkan dahinya dan tidak sepaham dengan pemikiran temannya.

Calvin tetap melakukan pekerjaannya, sesi foto tidak berlangsung lama karena Calvin hanya membawa sedikit beberapa pakaian terbaru miliknya. Luna sedang menikmati sofa milik Ella, ia merebahkan dirinya seraya memainkan ponselnya.

"Jadi Luna? Apa yang Calvin belum ceritakan padaku?" Tanya Ella duduk di hadapan Luna sambil menyilangkan kedua kaki dan tangannya, Calvin yang mendengar dari kejauhan langsung mendelikkan matanya dengan aneh ke arah Luna.

Ella pun langusng memperhatikan Calvin, yang langsung membuang mukanya dan kembali disibukkan dengan peralatannya.

Luna sudah menegakkan tubuhnya, dengan santai ia memakan buah apel yang di letakkan oleh Ella di atas meja.

"Kau tahu Ell, belakangan ini Barnard sering mengeluh dan mengomel. Dia bilang, lama-lama dia bisa menutup toko buku miliknya." Ucap Luna dan kembali menggigit buah apelnya. Ella masih menyimak luna yang sedang bercerita.

"Si anak baru, Ethan. Dia punya ide yang bagus, dan tidak terlalu buruk." Luna mulai memberikan gigitan terakhir pada apel yang ia pegang.

"Ethan??" Ucap Ella bingung. "Dan apa hubungannya denganku?"

"Ella kau ini senang sekali memotong pembicaraanku. Apa kau tau novel yang sedang terkenal, sebuh novel dengan genre romance erotic? Love and black Shadow." Luna mengucapkan sambil membayangkan sebuah kisah asmara yang fantastis, tangannya mulai bermain-main di udara.

Ella menggelengkan kepalanya, "Jujur aku tidak tau mengenainya, apa erotic? Black shadow?"

"Love and Black Shadow, ELLA!!" Luna membenarkan ucapan Ella,

"Sebuah karya yang cukup terkenal dalam waktu satu tahun ini, dan kau tahu Ella siapa penulisnya?" Luna kembali bertanya.

"Luna!! Mana aku tau siapa penulisnya? Dan apa hubungannya denganku? Kalian benar-benar menguji kesabaranku!"

Luna menyeringai dan tersenyum puas, "Calvin, kau benar-benar belum memberitahukannya, ya?" Luna melirik ke arah Calvin yang sedang berjalan mendekati mereka berdua.

"Hehehe... maafkan aku, aku pikir lebih baik kau yang memberitahunya Luna, karena kau tahu sendiri bagaimana sikap Ella yang terlalu baik padaku." Jawab Calvin menyindiri. 

Dia segera duduk disamping Luna. Ella semakin memandang kesal dan menaruh kecurigaan yang besar pada dua orang yang ada di hadapannya.

"Nama penulisnya adalah Ronald Mateo. Ro- nald... Ma... teo" ucap Luna dengan jelas dan perlahan.

Ella mengernyit bingung, "Ronald Mateo? Lalu... apa hubunganya denganku?" tanya Ella heran. 

"Huh... Apa kau lupa dengannya, Ella? Ronald Mateo?" Calvin menimpali dengan nada tinggi, dan Ella sedang mencoba mengingat nama tersebut, dan dia memang merasa tidak asing dengan nama tersebut.

"Ahhh Ella, kau membuatku tidak tahan untuk mengatakannya. Ronald Mateo, Ell!! Si pria kutu buku yang naksir berat denganmu, pria yang mengajakmu pada saat prompt nigth." Ucap Calvin dengan jelas, mata Ella pun langsung melebar.

Kali ini dia mengingat pria tersebut, Ron panggilannya seorang pria kutu buku yang menaruh hati pada Ella di sekolah dulu.

"Ron... ya aku kenal dia... Wouuw aku tidak menyangka dia menjadi seorang penulis sekarang" Ucap Ella tidak menyangka.

"Aku juga tidak menyangkanya Ella, si pria kutu buku itu bisa menulis novel seperti itu. Romance Erotic? Huhh siapa yang akan menyangkanya bukan, dia memiliki daya imajinasi yang tinggi teruatama pada bagian dewasa." Calvin mulai tertawa saat membayangkan wajah Ron yang cupu.

"Ok cukup Calvin!! Kau menyelak penjelasanku. Jadi Ella, aku dan Barnard berencana mengadakan acara meet and great dengan si Ronald Mateo itu. Tapi dia sangat susah sekali untuk dihubungi... Benar-benar sangat susah." Ucap Luna dan kesal karena ia mengingat bagaimana telepon dan pesannya tidak pernah direspon sama sekali oleh penulis tersebut.

"Aku pun bercerita dengan Calvin, dan.... ternyata Calvin mengenal pria tersebut. Sepertinya ada kesempatan untuk membantu Barnard menggelar acara di toko bukunya." Luna memegangi dagunya seraya berpikir.

"Tapi... kau tahu kan Ella. Aku dan Ron tidak memiliki sejarah pertemanan yang baik." Potong Calvin.

"Ahhh... bisa langsung pada inti masalahnya!" Pekik Ella kesal, karena teman-temannya terlalu berbelit-belit memberikan penjelasan.

"Intinya adalah...." Calvin baru mau menjelaskan.

"Intinya adalah, Calvin mengirim pesan atas namamu Ella, ia mengirimkan pesan itu kepada Ronald Mateo. Dan karena namamu, Ronald Mateo setuju untuk bertemu di akhir pekan ini." Kali ini Luna yang memotong pembicaraan Calvin.

"Calvinnn...!!!!!!" 

Ella sudah melompat ke arah Calvin, dengan tiba-tiba memberikan serangan. 

"Arrrgghh.... Ella ini sangat sakit! Lepaskan tanganku!" Ucap Calvin yang sudah tidak bisa bergerak, karena Ella memberikan tekhnik kunciannya pada tangan Calvin.

Satu tangan Ella memegang pergelangan tangan Calvin yang berada pada punggungnya.

Satu tangannya lagi memegangi bahu Calvin agar pria tersebut tidak bisa melonggarkan kuncian Ella, sedangkan kaki Ella menekan kaki Calvin yang mencoba menendanginya sedari tadi.

"Apa salahku, Ella? Aku hanya mengirim sebuah pesan, seakan-akan pesan itu darimu, Ella! Apa itu SALAH?"

"Brengsek kau, Calvin! Selalu saja bertindak tanpa bertanya padaku dulu. Setelah dua tahun lebih aku tidak pernah bertemu dengannya, tiba-tiba aku memintanya bertemu. Mengapa aku tampak seperti mengejar-ngejarnya, YA?!" Jawab Ella kesal.

"Ella, sepertinya Calvin benar-benar kesakitan. Apa kau tidak ingin mengampuni dan...." Luna memperhatikan dengan simpati wajah Calvin yang mulai memerah karena menahan sakit.

"Luna! Kau kasihan dengannya sekarang? Apa sekarang kau sudah berpacaran dengannya?" Tanya Ella.

"Calvin, apa kita berpacaran?" Luna justru balik bertanya pada Calvin. 

"Luna kau tau kan kita berteman. Arrggghhh Ella itu sakit sekali..." Pekik Calvin kembali.

"Kau lihat kan, Luna! Setelah apa yang kau lakukan padanya, dia masih menganggapmu teman," ucap Ella kesal. 

"Tidak masalah bagiku, mungkin memang lebih baik kita saling mengenal dulu," jawab Luna santai.

"Hei!! Kalian berdua, kenapa kalian malah mengobrol?" Calvin yang kesal karena merasa tidak dipedulikan.

"Calvin, aku akan melepaskanmu. Kalau kau juga membantuku." Tiba-tiba terbesit sebuah ide di pikiran Ella.

"Apa maksudmu Ella? Kalau kau mau melobi, lobi-lah Barnard. Tidak ada untungnya sebenar bagiku mengirin pesan pada si kutu buku itu," gerutu Calvin masih memberontak agar bisa melepaskan diri dari Ella yang masih menguncinya. 

" Arrrggghhh... Ell!!! Kau ingin MEMATAHKAN TANGANKU, YA!!!"