webnovel

Penawaran

"Aku tak akan menyentuhmu dengan satu syarat," ujar Fabio.

Amanda merasa bingung dengan yang Fabio katakan. Dia segera memungut bajunya yang tadi dilempar Fabio. Walau sudah robek tapi masih bisa digunakan. Dia segera memakai baju itu tanpa buang waktu.

"Apa syaratnya, Tuan? Aku akan lakukan asal kau tak menyentuhku," tanya Amanda.

"Menikahlah denganku. Ayahku sedang sakit dan dia ingin aku segera memiliki seorang anak. Kita akan menikah secara kontrak. Istriku mandul dan aku hanya butuh rahimmu," jelas Fabio

"Apa Anda sudah gila? Apa bedanya dengan tak menyentuhku malam ini dan menyentuhku setelah aku setuju menikah?" cecar Amanda berani.

Fabio mencengkeram rahang Amanda dengan kuat. Dia merasa tersulut emosi karena sikap arogan Amanda.

"Kau tahu siapa aku? Aku bisa lakukan apapun untuk mendapatkanmu, termasuk membeli ayahmu dan membunuhnya agar kau tak menderita," jelas Fabio.

Amanda meringis kesakitan. Cengkeraman Fabio begitu kuat dan sedikit menggores pipi mulus gadis itu.

"Dengan menikah denganku setidaknya kau tak akan menjadi bahan taruhan ayahmu lagi dan menjadi pemuas nafsu manusia-manusia bejat di luar sana," ujar Fabio.

"Anda sudah beristri dan menginginkan rahimku untuk memberi kalian keturunan. Apa itu tak terlalu naif? Kau benar aku bisa terbebas dari ayahku, tapi apa kau bisa jamin setelah pernikahan kontrak itu berakhir aku akan bisa hidup layak tanpa gangguan dari ayahku lagi?" tanya Amanda.

"Bukankah kau sudah mendengar jika aku bisa lakukan apapun untukmu?" jelas Fabio.

Amanda berpikir ini adalah kesempatannya untuk bisa lari dari ayahnya. Dia mulai picik dengan niat memanfaatkan Fabio sebagai tamengnya.

"Hanya nikah kontrak, dan kurasa aku akan baik-baik saja." Hati Amanda bergumam.

Fabio memutar tubuhnya dan meraih pinggang kecil Amanda menuju dekapannya.

"Aku akan menikahimu secara resmi walau ada perjanjian kontrak. Kau akan mendapatkan hak yang sama dengan istri pertamaku," kata Fabio.

Amanda menyentuh dan merapikan kerah baju Fabio dengan canggung. Dia merasa nyaman dan tenang dengan pria itu. Walau Fabio hampir saja memangsanya tapi dia bisa segera mengendalikan diri untuk menyerah.

"Kau mencintai istrimu?" tanya Amanda

"Tentu saja aku mencintainya. Karena itulah aku tak akan melepaskannya dan memilih mencari wanita lain untuk menitipkan benihku," ujar Fabio.

"Aish, aku memang tumbuh dan besar di lingkungan para bajingan. Tapi aku juga seorang wanita yang tak mau disakiti," kata Amanda.

Fabio menyelipkan rambut Amanda ke belakang telinga gadis itu. Anting yang menjuntai tampak sangat cantik di telinga Amanda.

"Pikirkan, aku akan memberimu waktu hingga besok pagi. Jika besok saat aku kembali ke kamar ini kau tak memberiku jawaban aku akan melanjutkan upacara penghisapan darah atas kekalahan ayahmu," kata Fabio.

"Apa ini? Mengapa mengancam?" desak Amanda.

"Ini bukan ancaman. Hanya sebuah tawaran, Sayang. Aku akan keluar. Istriku menungguku di kamar. Istirahat dan pikirkan. Aku akan mengunci semuanya dan memastikan kau di sini semalaman." Fabio meraih remot pengunci jendela dan membawanya keluar bersamanya.

Tak lama setelah Fabio keluar terdengar suara pintu terkunci dari luar. Bisa dipastikan jika itu Fabio Rezer yang mengucinya.

* * *

"Siapa wanita itu?" tanya Jeon Yoona—istri Fabio Rezer.

"Ah, dia putri Tuan Lazarus. Wanita yang Louis dan Tommy ceritakan beberapa hari yang lalu," jelas Fabio.

"Gadis pembayar hutang ayahnya itu?" ujar Yoona.

Fabio mengangguk sembari meneguk wine yang Yoona siapkan itu.

"Aku menawarinya pernikahan kontrak untuk mendapatkan anak agar semua aset keluargaku segera bisa dipindahkan padaku," jelas Fabio.

Yoona hanya tersenyum miring, dia tak heran karena ini memang rencananya. Walau dia sangat mencintai Fabio tapi baginya harta keluarga Rezer juga menjadi prioritas. Dia tak ingin hidup dengan pria yang tak memiliki aset sehingga dia merelakan Fabio untuk menikah kontrak.

"Apa dia mau?" tanya Yoona.

"Dia bukan gadis yang mudah dibujuk. Dia terus saja mendesak dengan pernyataan yang menyudutkan. Hidupnya menderita saat ini, dan aku memanfaatkan hal itu untuk membuatnya menyetujui pernikahan kontrak ini," jelas Fabio.

"Kita perlu banyak modal untuk membuat dia setuju menikah denganmu," ucap Yoona.

"Kau benar, kita harus membelinya dari Tuan Lazarus dan menjamin setelah kontrak berhasil dia benar-benar akan lepas dari ayahnya," kata Fabio.

Yoona bergidik. Dia terheran dengan gadis penuh masalah itu. Hanya saja gadis itu merupakan orang yang tepat. Dia berasal dari keluarga yang tak dikenal oleh siapapun, sehingga tak akan membuat masalah baru di dunia bisnis Fabio.

"Sudah, tak perlu lagi di bahas. Dia akan memberikan jawabannya besok pagi," kata Fabio.

Dia meletakkan gelas winenya dan membuka kancing kemeja yang dia kenakan. Dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk tidur.

* * *

Amanda membongkar lemari besar itu dan terlihat isinya hanya pakaian pria saja. Dia berharap menemukan satu baju yang bisa dia gunakan karena bajunya robek oleh tangan kekar Fabio tadi.

"Ah, tak ada satupun yang bisa aku gunakan," gerutu gadis cantik itu.

Dia memutuskan untuk memakai satu kemeja Fabio berwarna putih. Dia membawanya ke kamar mandi dan berganti kemeja milik pria dari keluarga Rezer itu.

Amanda keluar dari kamar mandi dan dikejutkan oleh Fabio yang sedang duduk di tepi ranjang.

"Ah, Anda di sini? Apa ini sudah pagi? Kau sudah tak sabar mendengar jawabanku?" tanya Amanda.

"Kau ini pandai sekali bicara. Aku hanya membukakan pintu pelayan untuk mengantar makan malammu. Aku tak ingin tawananku ini kelaparan dan tak bisa berpikir malam ini," canda Fabio.

Amanda merasa semakin nyaman. Pria yang sudah menggunakan piyama itu terlihat berbeda dari pria yang merobek bajunya tadi.

"Ah, maaf, Tuan. Aku membongkar lemari Anda dan memakai ini, bajuku robek dan aku merasa sangat dingin," kata Amanda semberi menarik turun kemeja Fabio yang ia kenakan.

Kaki jenjangnya terekspos sempurna oleh mata Fabio saat itu.

"Tak masalah, makanlah dan segera pikirkan. Aku tak ingin ada hal buruk terjadi besok pagi," kata Fabio.

Fabio hampir saja keluar kamar itu. Namun tiba-tiba Amanda berjalan mendekati. Dia mendahului Fabio dan menutup pintu dengan menindihnya dari dalam.

"Aku bisa katakan jawabanku sekarang. Tak perlu menunggu esok," kata Amanda.

"Kau benar-benar sudah memikirkannya? Apa ini tak terlalu cepat?" cecar Fabio.

Amanda mendekatkan tubuhnya pada Fabio. Dia juga merengkuh pinggang langsing pria beristri itu. Amanda tak menyangka jika tubuh sekekar Fabio memiliki pinggang ramping seperti itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Fabio.

Amanda tersenyum dan mulai meraba dada pria itu. Bibirnya mulai mendekat pada telinga Fabio dan siap membisikan sesuatu.

"Tuan, aku ... aku ...," bisiknya.

* * *

Next chapter