webnovel

NILAM

Nilam merasa hidupnya seolah di kutuk karena selama hidup di kampungnya kemalangan selalu mengikuti Nilam kemanapun kakinya melangkah, Nilam harus menjadi yatim piatu di usia tujuh belas tahun dan orang tuanya yang miskin sama sekali tidak meninggalkan harta benda untuk diwariskan kepadanya, Nilam juga terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya ketika menghindari kejaran pak Tono pemilik perkebunan yang marah karena Nilam menolak menjadi simpanan laki-laki pecinta ceruru itu. di tengah pelariannya Nilam bertemu bu Darmi yang menjanjikan pekerjaan jika Nilam bersedia mengikuti perempuan yang gemar mengenakan banyak perhiasan itu ke kota besar. Akankah bu Darmi mampu menghapuskan kutukan Nilam dan membebaskan perempuan malang itu dari kemalangan? Atau justru bu Darmi adalah kemalangan baru untuk Nilam yang sekarang harus menjalani hidup baru di kota besar? Hai semua aku mau kasih tau kalau Nilam sekarang punya link baru, https://www.webnovel.com/book/nilam-(pelacur-ibu-kota)_20342306005385305 kalian bisa baca cerita nilam versi lengkap di sana. Makasih ya untuk dukungannya selama ini

minipau · Urban
Not enough ratings
9 Chs

Klien Pertama

Nilam menatap bu Darmi untuk sekedar memastikan apakah betul ia akan menemui kliennya dengan pakaian seperti ini. Setelah melakukan perawatan dari ujung kaki hingga kepala, bu Darmi membawa Nilam untuk belanja. Katanya Nilam perlu pakaian baru untuk menemui kliennya, Nilam sudah menolak dan berkata ia masih memiliki banyak pakaian bagus di lemari. Tapi bu Darmi bilang kliennya ini meminta Nilam mengenakan pakaian khusus.

Dan disini lah Nilam sekarang berada, di hotel yang sama tempat ia merayakan pesta ulang tahun ke dua puluhnya satu minggu yang lalu. Nilam tidak cukup percaya diri dengan dandanannya malam ini, Nilam tidak tau pekerjaan apa yang mengharuskannya mengenakan pakaian kemeja dengan dasi pita berwarna pink dan juga rok rampel hitam yang mengembang di atas paha, bu Darmi juga melengkapi penampilan Nilam dengan sebuah kaus kaki putih sepanjang lutut dan sepatu kets berwarna putih.

"Apa mimpi kamu Nilam?" bu Darmi bertanya ketika mereka sudah memasuki lift, bu Darmi bilang kliennya itu sudah menunggu di salah satu kamar di hotel ini.

"Saya enggak punya mimpi bu, enggak berani. Saya cuma berharap bisa bertahan hidup di ibu kota, saya enggak mau pulang ke kampung." Nilam melihat bu Darmi tersenyum kecil,

Pintu lift terbuka, Nilam mengikuti langkah bu Darmi yang dengan tenang melangkah menuju salah satu kamar di lantai tersebut. Nilam sebenarnya mulai takut ketika memikirkan jasa apa yang di butuhkan klien bu Darmi sehingga meminta Nilam datang ke sebuah hotel.

"Ayo Nilam, klien pertama kamu sudah menunggu" Nilam memang tertinggal beberapa langkah dari bu Darmi yang sekarang sudah berdiri tepat di depan salah satu kamar. Seolah memahami keraguannya, bu Darmi melangkah mendekatinya dan begitu saja menarik tangan Nilam untuk mengikutinya. Ini perlakuan kasar pertama bu Darmi kepadanya.

"Ingat mimpi kamu Nilam, untuk bertahan di ibu kota kamu enggak bisa mengandalkan keajaiban" Nilam gemetar ketika bu Darmi membelai pelan wajahnya yang sudah diberi makeup natural.

"Keajaiban itu enggak pernah ada Nilam, enggak ada kebaikan yang datang dengan cuma-cuma. Seharusnya kamu mengerti kalau apa yang sudah saya keluarkan untuk kamu, harus kamu kembalikan pelan-pelan"

Iya, seharusnya Nilam ingat itu. Seharusnya Nilam ingat kalau tidak ada kebaikan yang datang cuma-cuma, Nilam seharusnya tau kalau semesta tidak akan pernah mendatangkan ke ajaiban dalam hidup Nilam, semesta tidak pernah bermurah hati kepadanya sejak dulu. Seharusnya Nilam ingat itu semua agar tidak dengan mudah percaya dengan uluran tangan bu Darmi

"Ingat mimpi kamu Nilam, ini jauh lebih baik di bandingkan kamu harus terlunta-lunta di jalanan, menjadi gembel." Bu Darmi mengusap dengan pelan air mata yang begitu saja jatuh ke pipinya, perempuan itu menggenggam tangan Nilam erat ketika menekan bell dan begitu pintu di buka Nilam tau kalau ia sudah tamat.

***

Begitu pintu di buka, Nilam menemukan laki-laki yang menyapanya di pesta. Laki-laki itu berdiri di depan pintu dengan hanya mengenakan mantel mandi hotel. Nilam tidak berdaya ketika bu Darmi mendorong Nilam masuk, laki-laki yang di temuinya di pesta itu juga dengan cepat mengunci pintu dan melemparnya ke sembarang arah.

"Hai birthday girl, kita ketemu lagi" Nilam berusaha menurunkan sedikit rok rampelnya, berharap rok itu akan tiba-tiba memanjang dan menutupi seluruh kakinya

"Saya udah duga kamu cocok dengan dandanan seperti ini"

"Bapak mau apa?! jangan macem-macem ya!" Nilam melangkah mundur ketika laki-laki itu mendekat

"Sttt tenang Nilam, kita akan bersenang-senang malam ini." Nilam tidak lagi mampu melangkah mundur begitu tubuhnya membentur tembok di belakangnya, sebagai bentuk upaya perlawanan terakhir Nilam semakin mengetatkan tubuhnya pada tembok ketika laki-laki itu berbisik di telinganya

"Dewa, Ingat nama saya Nilam. Saya mau kamu menyebutkan nama saya ketika nanti pelepasan itu datang" Nilam menangis ketika laki-laki bernama itu Dewa dengan perlahan menyusuri kulit sepanjang pahanya dengan gerakan ringan.

Dewa semakin mendorong Nilam untuk merapat ke dinding, dengan mulutnya Dewa juga berkali kali mengecupi cuping telinga juga tengkuknya. Nilam merasa semakin ketakutan ketika merasakan tangan Dewa sudah mencapai pangkal pahanya.

"Stt.. tenang Nilam. kamu hanya belum terbiasa. Saya akan ajari kamu bagaimana cara orang-orang di ibu kota bersenang-senang" Setelah selesai mengatakan kalimatnya Dewa dengan begitu saja menyeret Nilam kearah ranjang.

"Tolong, jangan pak. Sa.. saya mohon." Nilam kembali merangkak mundur untuk menghindari Dewa yang dengan perlahan menarik lepas ikatan mantel kamar mandinya.

"Enggak! Enggak mau, tolong! Argh!" Nilam menangis, beberapa kali melaukan pemberontakan hingga tubuhnya lemas. Pada akhirnya perempuan itu begitu membiarkan Dewa mengajarinya bagaimana cara orang-orang di ibu kota bersenang-senang.

Nilam menggigit bibirnya kencang, merasa jijik dengan dirinya sendiri yang tidak bisa melawan kehendak Dewa. Laki-laki itu menyentuh setiap inci tubuhnya dan ia semakin terisak ketia merasakan bagaimana dengan polos tubuhnya merespon semua sentuhan laki-laki itu.

"Jangan di tahan Nilam, saya tau kamu menikmatinya. Bad Nilam" di atas tubunya Dewa terus bergerak cepat sembari sesekali meremas dadanya yang bulat

"Ber..haah. berhen..tihh" Nilam memang berkata begitu tapi tangannya dengan polos semakin menekan telapak tangan Dewa untuk meremas dadanya dengan kuat. Nilam semakin kepayahan ketika Dewa semakin mempercepat gerakannya, malam itu Nilam seperti tidak di berikan pilihan selain mengikuti baik-baik apa yang Dewa ajarkan kepadanya.

***

Nilam menggenggam selimutnya erat, perempuan itu sama sekali tidak membiarkan Dewa melihat bercak-bercak kemerahan yang laki-laki itu tinggalkan di tubuhnya. Nilam sudah tidak lagi terisak karena perempuan itu sudah kehilangan seluruh tenaganya.

"Kerja bagus Nilam! kerja bagus." Bu Darmi tiba-tiba saja memasuki kamar hotel begitu Dewa pergi beberapa saat yang lalu.

"Kamu benar-benar berhasil memuaskan Dewa Nilam, kamu tau dia meminta kamu secara ekslusif menjadi simpanannya. Hah, dia bahkan berani bayar mahal. Hahahaha." Nilam sama sekali tidak peduli.

"Kamu beruntung Nilam, karena kedepannya kamu hanya akan melayani Dewa. Enggak kayak temen-temen kamu yang lain, mereka harus menghadapi banyak klien yang kadang kemauannya lebih" Nilam masih diam, ia lebih suka berperan sebagai mayat hidup ketimbang mengikuti antusiasme bu Darmi yang sangat melukai perasaannya.

"Oh ayolah Nilam, perasaan sentimental ini cuma akan berlangsung sementara. Percaya sama saya, kalau kamu udah ngerasain gimana enaknya mandi uang kamu akan terbiasa. Sama kayak Rara dan temen-temen kamu yang lain." Bu Darmi mengusap setetep air mata Nilam yang tiba-tiba saja mengalir.

"Ck..ck…ck… Nilam.. Nilam. Apa yang kamu tangisin sebenernya hm? Harga diri? Ck, jangan menilai diri terlalu tinggi sayang. Karena harga diri cuma di miliki oleh mereka-mereka yang punya uang jabatan. Orang seperti kamu, cukup bersikap manis dan pandai menjilat aja." Perempuan paruh baya itu kemudian terkikik.

"Nah, sekarang kamu bersih-bersih karena sebentar lagi waktunya check out." Bu Darmi dengan santai keluar dari kamar hotel dan meninggalkan Nilam yang jelas masih terpukul dengan ke jadian yang baru di hadapinya beberapa saat lalu.