webnovel

PROLOG

[15 Mei 2014]

Langit malam kala itu diselimuti oleh awan hitam yang tebal. Tak hanya itu, langit juga menumpahkan segala air yang sudah ditahannya seharian ini. Membuat air yang sangat banyak itu menerjang tanah yang ada di bumi.

Seorang gadis yang sedang berjalan tampak tak peduli walau tubuhnya yang kurus dan ringkih itu sudah dibasahi air hujan. Bahkan air matanya saja sudah tersamarkan oleh hujan lebat yang terus mengguyur tubuhnya. Langkah kakinya tampak goyah tapi dia tetap memaksakan kakinya untuk terus melangkah maju, walau tak tahu kemana arah dan tujuannya.

Matanya tampak kosong, tak ada cahaya yang menghiasi kekosongan itu. Tubuhnya yang menggigil kedinginan tak ia pedulikan.

Yang gadis itu tahu hanya ada rasa lelah luar biasa yang menghiasi fisik dan mentalnya. Beban yang bertengger di punggung kecil itu sudah tidak dapat dia pikul lagi karena sangat berat. Masalah satu persatu selalu menghantui dirinya, membuat dia semakin tidak mampu untuk bertahan sendirian lagi.

Diantara riuhnya suara hujan yang beradu dengan tanah, suara sungai yang arusnya sangat kencang juga terdengar di telinganya. Gadis itu pun menoleh ke samping. Perlahan, kakinya berjalan ke arah pembatas jembatan. Kepalanya pun menunduk melihat betapa derasnya arus sungai itu.

Haruskah dia akhiri semua ini? Itu pikirnya saat mengamati sungai. Toh, dia juga sendirian. Tidak akan ada yang menyadari kalau salah satu makhluk di bumi ini ada yang mati. Dia juga tidak punya keluarga maupun teman untuk mencari mayatnya kalau-kalau terbawa arus sungai dan pasti tidak akan ada yang menangisi kematiannya yang tragis. Tentu saja, karena dia hanya sebatang kara.

Tekadnya sudah bulat semenjak melangkahkan kaki di bawah air hujan ini. Meskipun dia takut dan menduga-duga rasa sakit apa yang akan dia lalui sebelum mati, gadis itu tetap memanjat pagar pembatas jembatan yang licin.

"Semuanya akan berakhir. Penderitaan aku akan berakhir malam ini." Ucapnya di antara ributnya suara hujan dan suara arus sungai yang lebat.

Matanya terpejam dengan tangan yang masih memegang erat pagar pembatas, tapi dalam hati dia bertekad untuk melepaskan semua bebannya malam ini.

Berbagai adegan yang membuatnya menderita berlalu-lalang di kepalanya. Membuat gadis itu semakin merasakan sesak di dada.

"Berhenti!" Suara seorang wanita membuat niat si gadis untuk terjun ke sungai terhenti sejenak.

Wanita itu berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya, sampai meninggalkan payung yang tadi ia bawa untuk melindungi tubuhnya dari hujan di jalanan dengan sembarangan. "Kamu mau apa?!" Teriaknya sambil memegang erat tangan gadis yang hendak terjun tadi.

Gadis itu menoleh ke belakang menatap wanita yang sudah lumayan berumur itu, "Saya mau mati." Jawabnya pelan, tanpa ada keraguan sedikitpun di dalam perkataannya.

Wanita itu menggeleng pelan setelah terdiam sejenak. Apalagi dia sempat merasa merinding ketika melihat manik mata yang menggambarkan berbagai macam penderitaan itu.

"Jangan!" Wanita itu berteriak, berlomba dengan suara hujan yang berisik, "Hiduplah! Hiduplah sampai Tuhan yang membuat kamu mati!"

Melihat si gadis yang hanya diam membisu, wanita itu menarik si gadis ke zona aman. Setelah mereka berdua sudah berada di zona aman, wanita itu memeluk tubuh kurus si gadis. Dia dapat merasakan betapa rapuhnya punggung kecil ini. Sebenarnya seberat apa masalah yang gadis ini tanggung sampai berniat mengakhiri nyawanya?

Tak dapat ditahan lagi, tangisan gadis itu pecah di dalam dekapan si wanita. Dalam hati dia bertanya-tanya, apakah bisa dia hidup sampai Tuhan yang membuatnya mati?

Next chapter