webnovel

Telling Classic Novels

TIDAK memakan waktu lama untuk Lily menyimpan kembali rasa sakitnya. Gadis itu menatap tangan yang digenggam erat oleh Daniel. Mata nya menatap sendu, semacam air asin dari matanya akan tumpah  kembali. Sesekali, dia menatap langit dengan arah sudut kanannya, memaksa masuk air matanya itu untuk tidak tumpah di depan laki-laki itu lagi. 

Lily terkadang merasa bangga, laki-laki di sampingnya begitu baik padanya. "Daniel," panggil Lily. Mata dan hidungnya masih betah memerah riang disana. 

Daniel menoleh. "Kenapa?" tanya Daniel. Senyum tersimpul sempurna. 

"Aku minta maaf, ya. Aku akan ceritakan semuanya nanti," jawabnya di iringi eratan tangan yang naik ke lengan atas. 

Langit sudah menunjukan kemerahan, tanda bahwa mereka sudah cukup lama menghabiskan waktu dari biasanya. 

Beberapa manusia yang beramai riang tampak meninggalkan kenangan di sana. Tidak sedikit juga yang masih menetap lama. Lily dan Daniel adalah manusia yang berkubu dengan tipe kedua. Mereka membuat kenangan yang lebih banyak di sana. 

Lily yang duduk di kursi biru itu, memandang langit penuh harap. Tidak ada yang tahu dia memikirkan apa. Daniel pun dengan sabar menatap gadis yang mengukir pola awan yang mulai samar dengan tangan lentiknya itu. 

Sampai satu suara menikung kegiatannya itu. "Apa yang kamu buat, Lily?" tanya Daniel senang. Raut wajah Daniel dan gadis itu berlawanan. Lily menatapnya sinis. "Daniel, gara-gara kamu, aku lupa lagi. Awannya sudah berjalan jauh," kata gadis itu mendengus kesal. 

Daniel malah menikmati tawanya. "Lily, kamu mau awan?" tanya Daniel gemas. Daniel memegang pergelangan tangan gadis itu. Berjalan ke arah barat. 

"Memangnya kamu bisa memberiku awan?" tanya Lily tidak percaya. Wajahnya meremehkan. Alisnya naik bersama. 

Daniel menemukan awannya. "Pak, aku mau awannya dua, ya," pinta Lily kepada penjual gula kapas. 

"A-hahaha. Jadi ini, awan yang kamu maksud?" kata Lily yang merasa aneh. Tawanya tidak berhenti. 

"Akan aku bawa awan yang asli suatu saat," jawabnya. Daniel mengambil gula kapas dengan menukarkannya dengan uang. 

"Beritahu aku ,bagaimana caranya?" tanya Lily yang mencubit awannya itu.

"Tidak akan aku beri tahu sekarang," jawabnya dingin. 

"Cih, kamu kalau dingin tidak keren," sarkas gadis itu. Masih setia mencubit dan memasukan makanan itu ke mulutnya. 

"Padahal aku susah payah, meniru karakter novel yang sedang kamu baca," paparnya. Daniel mengerutkan mulut. 

"Kamu membacanya?" tanya Lily kesal. 

"Aku punya novel yang sama, Lily" balas Daniel. 

"Benarkah? Dari mana kamu mendapatkan buku itu? Bukankah itu novel yang sangat langka?" tanya Lily yang terheran-heran.

"Itu milik ibuku,"jawabnya. "Bagaimana dengan kamu?" tanya Daniel. 

"Dari seorang teman,"jawabnya. 

"Dari dokter itu, ya?" kata Daniel menebak.

"Bukan," jawabnya. 

"Terus?" tanya Daniel kembali. 

"Teman kecil, Daniel," jawabnya lagi. Lily mulai kesal karena Daniel serba ingin tahu. 

"Menurutmu, bagaimana dengan endingnya?" tanya Daniel. Mereka duduk di tempat sama tadi.

"Sedih. Aku masih tidak percaya Reno mati dan meninggalkan Raina," jawabnya. Lily memasang wajah sendu. Benar, itu adalah novel romantis yang tragis. 

"Kalau aku, lebih baik Reno mati," kata Daniel. 

Lily mendengarnya membuat terkejut. "Kenapa? Kamu tidak kasihan kepada Reno?" tanya Lily yang penasaran. Bisa-bisanya Daniel senang Reno mati. Dia sangat menyayangi Second lead itu. "Kamu mendukung pemeran utama, ya?" tanya Lily. 

"Tidak. Bukan begitu, aku lebih senang Raina tidak bersama mereka berdua," jawabnya yang masih membuat Lily bertambah bingung. 

"Terus? Menurutmu, Raina harus dengan siapa?" tanya Lily. 

"Tidak dengan mereka berdua, tapi dengan Zico," jawabnya aneh. Zico hanya sahabat Reno yang tidak banyak memiliki dialog di dalamnya. 

"Hey, aku bahkan tidak mengerti dengan pikiranmu," kata Lily. 

"Jika kamu adalah Raina, kamu akan memilih Azka, pemeran utama itu, Reno atau Zico" tanya Daniel. Kini, dia menatap gadis dengan pipi merah itu. 

"Kenapa harus masukan Zico? Dia, 'kan bahkan tidak banyak memiliki dialog. Dan Zico tidak menyukai Raina, Daniel," jawabnya berlawanan. "Tapi, jika aku harus memilih, aku akan memilih Reno, dia sangat tampan dan pintar, dia juga sering membuat kejutan kepada Raina, bukankah itu menyenangkan? Itu terbukti, Reno menyayanginya," papar gadis itu girang. 

"Aish, kenapa jadi kamu yang girang. Lily, lihatlah Zico, dia menyayangi Raina, tapi ekonominya tidak sebesar Reno. Zico juga mencintai Raina. Dia selalu ada untuk Raina tanpa di hubungi. Bagaikan sinyal di kepala Raina dan Zico, mereka terhubung. Namun, karena Raina mencintai Reno lebih dari apapun, sinyal itu hanya dapat dirasakan Zico saja. Reno sering berhalangan untuk menemani Raina, karena alasan sibuk, padahal, Zico juga begitu sibuk, tapi karena dia sangat mencintai Raina, dia rela berlari sejauh manapun untuk segera membantunya. Lily, Zico menunjukan rasa cintanya dengan aksi. Kalau Reno, dia hanya memiliki banyak uang, dan Raina bisa bungkam jika mendapat kejutan darinya, Raina menurutku, terlalu gampang untuk luluh kepada Reno," jelas Daniel yang berbicara tak henti kepada Lily. Bagaikan sudut pandang Lily sangat salah. 

"Tapi, Raina ataupun aku, kami tidak mengerti perasaan laki-laki yang menyukai kami seperti apa, jika mereka tidak menyatakan perasaannya, kami tidak akan tahu dia suka atau tidak. Raina sudah bilang begitu sejak awal, kamu lupa?" balasnya. 

"Ekhem. Intinya, jika Dokter kemarin mati, kamu harus melihatku, Lily. Manusia seperti Zico mirip denganku. Terkadang, mereka perlu berusaha keras untuk menyatakan perasaan pada wanita. Zico hanya takut, takut tidak bisa membuat Raina senang seperti Reno kepada Raina. Perbedaan kekayaan dan popularitas yang jauh, membuat Zico memundurkan diri sedikit. Dia bukan pengecut. Dia hanya mempersiapkan diri untuk menyatakan cinta kepada Raina. Karena Zico tidak seberuntung Reno, Zico harus bekerja lebih keras, berkali-kali lipat. Walau berakhir, tidak memiliki Raina. Membayangkannya membuatku sakit, sampai usia 40 pun, Zico menyimpan perasaannya untuk Raina. Kamu ingat? Zico sering ke tempat makam Reno, dan bilang, 'Reno, ijinkan aku membahagiakan dia, ya'. Kamu tidak ingat itu, Lily?" kata Daniel. 

"Tunggu. Bukankah Zico hanya meminta izin untuk mendekati adiknya Reno?" tanya Lily yang menggigit tusuk bekas gula kapas tadi. 

"Tidak, Lily. Saat Zico berkata demikian, Zico bahkan mengusap sapu tangan dengan garis ombak pemberian Raina. Sapu tangan yang membuat Zico mengaguminya, itulah awalnya," kata Daniel sembari menggabung 10 jarinya erat. 

"Aku tidak menyadari itu, Daniel. Aku terlalu fokus kepada Reno yang terkubur dengan luka yang berat di hatinya," jawabnya. 

"Tapi Zico, dia sendirian. Reno sudah pasti bersama ibunya di surga. Dan Raina berakhir menikah dengan cinta pertamanya," kata Daniel. Makan suapan gula kapas terakhirnya. 

"Jadi, Daniel, kamu sedang menyatakan perasaan padaku?" tanya Lily percaya diri. 

Seketika, Daniel yang banyak berbicara hanya bisa terkejut dengan pertanyaan Lily. 

Cup!