webnovel

Negeri Para Pembohong

Apa yang akan kau lakukan ketika bisa mendeteksi sebuah kebohongan? Faresta Haerz— remaja yang memiliki kekuatan supernatural yaitu mengetahui kebohongan dari setiap kata-kata seseorang. Faresta juga sebentar lagi akan masuk ke sebuah sekolah tingkat nasional. Sekolah Menengah Atas yang dikelola langsung oleh pemerintah, sistem serta peraturan sekolah itu juga unik dan mendapat sebutan "Surganya Para Pelajar". Sekolah yang bertempat di sebuah pulau buatan dengan segala fasilitas yang diperlukan pelajar. Selain sistem yg unik, sekolah itu juga memiliki banyak keringanan untuk para pelajar, seperti kebebasan berpenampilan, sistem belajar yang tidak terlalu ketat, fasilitas yang memadai, dan lain-lain. Faresta Haerz yang memiliki sebuah tujuan tertentu akan mulai masuk ke sekolah tersebut, sekolah yang disebut Surga Para Pelajar— SMA GARUDA. Konsep sekolah di sini terinspirasi dari Light Novel karya Shougo Kinugasa-sensei berjudul [Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no Kyōshitsu e] atau yang lebih dikenal dengan anime [Welcome To Classroom Of The Elite].

DameNingen · Urban
Not enough ratings
18 Chs

Chp1: Day 1 (7)

Merahnya cahaya senja hari dan hawa udara yang mulai mendingin seiring jarum jam di lenganku berdetak. Jam 17:43, waktu yang tepat untuk menikmati secangkir kopi hangat sembari melihat tenggelamnya sang surya di ufuk barat dengan pikiran kosong.

Tapi sayangnya takdir berkata lain. Sedikit berlebihan untuk menyalahkan takdir karena aku tidak bisa menikmati hal itu, tapi apa yang terjadi padaku saat ini tak lain dan tak bukan disebabkan oleh untaian tali takdir yang tak terelakkan lagi.

Saat ini aku—Faresta Haerz, perjaka 16 tahun yang tidak pernah menyentuh kulit gadis— sedang berduaan dengan seorang gadis cantik di tempat sempit dan sulit dijangkau oleh cahaya senja hari.

Wajah kami yang hanya berjarak beberapa sentimeter, membuat hawa nafasnya yang hangat begitu terasa. Apakah ini kesialan atau keberuntungan? Kenapa bisa seperti ini?!

**

1 jam sebelumnya.

Aku berdiri kebingungan melihat ke sekelilingku. Pepohonan, gedung-gedung, jalan, dan wajah baru yang tak pernah kulihat sebelumnya. Jam 16:58, sudah 58 menit sejak sekolah selesai, tapi aku belum sampai ke asrama yang telah disiapkan pihak sekolah. Aku benar-benar tersesat!

Internet khusus yang dikatakan ibu Audy akan mulai aktif jam 18:00, itu berarti selama 1 jam ke depan aku tidak bisa mengakses map digital di ponsel pintarku. Aku lupa akan hal itu, jika saja aku ingat, aku pasti akan memotret map besar di dekat gerbang sekolah tadi. "Agh... ini kelalaianku lagi."

Bisa saja aku bertanya pada seorang satpam atau petugas kebersihan seperti yang dilakukan Tio tadi pagi, tapi sayangnya aku tidak memiliki keberanian untuk itu. Mungkin sebaiknya aku duduk menghabiskan waktu di sebuah bangku taman itu.

1 menit, 5 menit, dan sekarang sudah 15 menit aku duduk di bangku besi. Hari mulai dingin, dan perutku juga mulai berbunyi, kuharap di dekat sini ada minimarket atau warung kecil, tapi itu tidak ada di sini. Tapi dari tadi, aku hanya melihat beberapa mobil saja yang lewat di jalan raya depanku ini, tidak ada kendaraan roda dua atau sejenisnya.

"Agh... masih 45 menit lagi." Aku sangat ingin membuka laptop di dalam tasku untuk menghabiskan waktu, tapi saat ini kondisinya sangat tidak mendukung. Lalu bagaimana caraku membunuh waktu yang banyak ini...

"Ah!" Ngomong-ngomong soal internet, aku baru ingat apa yang dikatakan ibu Audy tadi. Sepertinya 80% aplikasi yang masih bisa kami gunakan di ponsel cerdas kami merupakan program yang dikembangkan pihak sekolah secara independen tanpa bantuan pihak luar.

Mengingat mengembangkan program untuk aplikasi semacam mesin pencarian atau aplikasi pesan instan cukup sulit, aku yakin pihak sekolah mengeluarkan dana yang lumayan besar hanya untuk seluruh program yang ada di ponsel ini.

Satu lagi, aku masih belum sepenuhnya percaya, tapi menurut Ibu Audy tadi siang, sesaat setelah kami menyambungkan ponsel kami ke jaringan internet sekolah, maka akan ada program otomatis yang menyuruh kami untuk memindai sebuah kode bar di kartu pelajar. Aku memang pernah menggunakan teknologi sejenis di tempat itu, tapi tak aku masih belum percaya kalau teknologi semacam itu sudah sampai ke sekolah ini.

"Apa aku boleh duduk di sampingmu?" Selagi aku terus menatap kosong ke arah langit jingga, terdengar suara seorang gadis dari arah kananku. Aku menoleh ke arah suara, dan mendapati seorang gadis cantik sedang berdiri menghadap ke arahku. "Aku tanya padamu mata empat!"

"He, A- aku?"

Wajah gadis seakan menyombongkan dirinya. "Siapa lagi kalau bukan kamu!"

Seorang gadis cantik dengan alis mata yang lentik, bibir tipis berwarna merah muda, kulit putih bersih, dagu yang sedikit lancip. Berambut kepang dua berwarna hitam dengan sejumlah helai berwarna merah muda di sisi sana sini, tingginya sekitar 156 cm dan mempunyai pupil mata berwarna hijau berkilau, dia memakai kalung modis dengan aksesoris bintang di lehernya. Memakai seragam putih abu-abu dengan rok sebatas lutut, ditambah dasi di kerah bajunya, tidak salah lagi dia merupakan murid sekolah ini, hanya saja dia tidak memakai almamater.

"Siapa namamu?" tanya dia.

Seseorang gadis menanyakan namaku, apa ini mimpi? Wah aku sedikit gugup. "F-faresta Haerz." Sial, aku akhirnya bicara dengan gadis seumuranku!

"Baiklah Faresta, saat ini aku sedang kelelahan setelah berjalan keliling selama 30 menit, jadi bolehkan kamu geser sedikit dan biarkan aku duduk di sampingmu?"

Ha? Apa-apaan dia, kenapa dia harus menjelaskan itu secara rinci? Lagi pula 50 meter dari arah dia datang, bukanya ada bangku taman lainnya, kenapa harus di sini?

"Kalau kamu diam begitu, aku akan anggap 'Iya'." Tanpa basa-basi dia langsung duduk di sampingku. "Faresta 'kan? Dari kelas berapa?"

"10 IPA3. Aku angkatan baru."

"Berarti sama. Aku Ayunda Anastasia, dari kelas 10 IPA1. Salam kenal." Dia menjulurkan tangannya yang mungil ke arahku. Aku pun dengan sedikit gugup menggapai tangannya. "Ah... Sa- salam kenal juga."

"Hem!" Ayunda mengangguk dengan senyum. "Nah Faresta, agak mendadak tapi..." Belum lepas genggamanku dari tangannya, dia mendekatkan wajahnya ke telinga sebelah kiriku, membuat nafasnya terdengar. "Bisa kamu bantu aku? Aku sedang diikuti seorang penguntit," bisiknya.

"Penguntit? M- maksudnya stalker?" Bagiku, definisi stalker itu bagaikan seorang mata-mata. Ini adalah kejahatan! Jika orang yang dikuntit adalah kenalanku yang cukup dekat, mungkin aku sudah melakukan sesuatu yang ekstrem. Tapi saat ini yang meminta tolong hanyalah seorang gadis yang baru saja kutemui beberapa menit lalu. Mencurigakan, aku tidak bisa mempercayainya begitu saja.

"Benar, stalker. Aku ingin kamu mengantarku sampai ke asrama C."

Asrama C, asrama yang sama denganku. Dengan kata lain, aku bisa ke asrama hanya dengan mengikuti dirinya. "Ya, mungkin bisa. Lagi pula aku juga dari asrama C, dan saat ini sedang tersesat. Tapi bukanya lebih baik melaporkan ini kepada pihak sekolah?"

"Itu tidak berguna. Di sini tidak ada CCTV dan aku juga tidak memiliki bukti pasti. Lagian mereka itu..." Ayunda menurunkan nada suaranya.

"Mereka itu?"

"Ah, tidak ada apa-apa. Kamu sudah menyetujuinya, jadi ayo kita cepat ke asrama, lagian kamu juga tersesat, ini sedikit membantumu juga kan?. Aku punya foto dari map di depan sekolah, jadi ikuti saja aku." Ayunda seperti ingin mengatakan sesuatu tadi, tapi entah mengapa dia mengurungkannya. Ayunda berdiri dari bangku dan mulai berjalan, aku pun mengikutinya.

Kami berdua berjalan melewati bangunan demi bangunan dan sejumlah orang, mulai dari guru, petugas kebersihan, pemilik toko serba ada hingga akhirnya sampai di sebuah Cafe yang menyediakan kopi dan sejenisnya. Yang pertama berhenti berjalan adalah Ayunda, bukan karena Cafe tersebut, tapi karena beberapa siswa laki-laki yang keluar dari sana.

"Faresta, sini!" Ayunda menarikku ke gang sempit demi menghindari berpapasan dengan orang-orang tersebut. "H-he?! A- ada apa?" Ayunda mendorong tubuhku ke dinding, dilanjutkan kedua tangannya yang diletakan seakan memukul dinding di belakangku.

"Bisakah kamu tenang sebentar? Kelima orang tadi merupakan teman sekelasku. Aku tidak mau ada gosip menyebar tentangku yang berjalan berduaan dengan laki-laki, jadi inilah alasanku sembunyi."

"S- sangat tidak masuk akal, A-aku percaya."

"Yah, terserah kamu percaya atau tidak, yang penting sekarang jangan terlalu berisik!"

Ayunda mendekatkan wajahnya ke wajahku, membuat jaraknya semakin sempit dan hawa nafasnya terasa olehku. Aku tidak tahu apa maksud dia melakukan itu, tapi ketika dia mendekapkan wajahnya ke dadaku, aku yakin kalau dia sedang menyembunyikan wajahnya.

Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan ini secara jelas, tapi aku—Faresta Haerz, perjaka 16 tahun yang tidak pernah menyentuh kulit gadis— sedang berduaan dengan seorang gadis cantik di tempat sempit dan sulit dijangkau oleh cahaya senja hari. Ini membuat tubuhku sedikit berkeringat karena gugup!

"A-ayunda? Sepertinya mereka sudah lewat!"

Mendengar perkataanku, Ayunda langsung menjauh dan berkata "Syukurlah! Baiklah Faresta, ayo kita lanjutkan ke asrama."

"Bagaimana dengan penguntit yang kamu bilang tadi?"

"Oh! Sebenarnya saat kita berpapasan dengan guru tadi, penguntit itu sudah tidak mengikuti lagi," jawab Ayunda.

Ya, masuk akal jika penguntit itu berhenti mengikuti ketika kami berpapasan dengan seorang guru. Apa lagi tadi Ayunda menyapa dan sedikit berbincang dengan guru tersebut, jika aku jadi penguntit itu, aku pasti segera pergi. Tidak, bahkan saat Ayunda berbicara denganku, sebagai penguntit, aku pasti sudah merasa ada yang tidak beres.

"Baiklah, ayo ke asrama!" Dan kami pun mulai melanjutkan berjalan ke asrama C lagi. Tapi di tengah perjalanan aku sempat menanyakan, "A-ayunda, jika boleh bertanya, kenapa kamu tidak ingin dilihat orang-orang tadi? Jika cuma rumor, bukanya penguntit yang tadi juga bisa menyebarkan rumor, bahkan yang lebih parah. Tidak masuk akal jika kamu membiarkan penguntit itu tapi tidak dengan orang-orang tadi."

Raut wajah Ayunda mendadak sedih, kemudian dia menjawab, "Ah...aku juga tidak tahu."

Kebohongan. Gadis ini penuh dengan kebohongan, itu yang aku tahu. Aku tidak tahu apa yang disembunyikan olehnya, aku tidak tahu mana dari perkataannya yang benar, semuanya kacau, seakan semua perkataan darinya hanyalah kebohongan saja. Sejak pertama bertemu dengannya, dia sudah mengatakan kebohongan, dan sekarang pun dia sedang berbohong.

Dia bukan mau berbicaranya denganku, dia tidak sedang dikuntit, dia tidak masalah dengan rumor apa pun. Jika boleh kukatakan, gadis ini adalah seorang pendusta.

Aku yakin, pertemuan dengannya merupakan suatu malapetaka bagi kemampuanku.

Chapter kali ini mendapatkan sebuah illustrasi. silakan cek IG saya (@fer_yulius)

DameNingencreators' thoughts