webnovel

Selangkah Lebih Maju

Seorang menatap rumah Mbah Sani dari kejauhan. Memakai hoodie tebal berwarna hitam dan memandangi rumah tersebut selama beberapa saat. Damai menyadari hal itu sejak lima menit lalu dia berada di atas balkon. Dari sana seseorang yang juga memakai masker hitam dan bertubuh sedikit gendut itu memang tidak melakukan apapun. Awalnya Damai tak memperhatikan orang tersebut, tapi lama kelamaan dia curiga. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh malam, mana mungkin maling berkeliaran jam segini, lagipula Satpam Perumahan Permata juga tidak akan membiarkan orang tanpa identitas berkeliaran di lingkungan itu. Sejenak Damai melupakan tujuan utamanya berada disana karena orang tersebut. Melupakan bahwa dia menunggu kedatangan Senja yang katanya pergi ke acara bersama Shandy tadi sore. Sungguh, Damai sama sekali tidak bisa tenang sejak sore. Aneh sekali.

Perhatian Damai kembali teralihkan saat mendengar bunyi ponselnya yang berada di atas nakas terdengar hingga ke balkon. Dia berbalik badan dan melangkah masuk ke dalam. Mengambil ponselnya yang tertera nama Aska lalu kembali ke balkon saat menjawab ponsel tersebut. "Halo." Matanya melihat ke arah seseorang tadi berdiri, namun dia sudah tidak ada disana.

"Halo Mai, ada kabar mengejutkan." Aska sedikit berteriak disana. Membuat Damai menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Apaan?" jawabnya santai, tanpa rasa penasaran sedikitpun.

"Senja yang aku bilang gak pernah keluar rumah, kelihatan di tengah Sudimoro. Jalan bareng sama Shandy. Gila sih, jadi dia yang katanya ceweknya Shandy kemarin. Aku gak nyangka ternyata Senja diem-diem pacaran." Tenggorokan Damai rasanya tercekat, semakin aneh karena aliran darahnya meninggi seketika.

"Lo dimana?" tanya Damai segera. Dia harus memastikan sendiri apa yang dikatakan Aska.

Setelah Aska menyebutkan nama cafe yang sedang didatangi bersama dua temannya itu. Damai memutus sambungan telepon lalu segera turun dari loteng rumah. Menuju ke garasi motor. Berjalan secepat kilat, mengabaikan Mbah Sani yang terheran menatapnya yang pergi begitu saja. "Lapo bocah itu?" gumam Mbah Sani, sambil memegang kacamatanya menatap sang cucu pergi seperti hempasan angin.

Menembus jalanan yang sudah petang dan berhiaskan lampu-lampu kota menuju cafe yang disebutkan oleh Aska tadi, Damai melaju dengan kecepatan penuh bersama motor maticnya. Setelah sampai di depan cafe, Damai mencoba untuk tetap tenang. Menarik nafas panjang sebelum masuk ke dalam, agar dirinya lebih tenang. "Gila. Gue udah gila kali ya, kenapa gue gak bisa tenang sih," gerutunya pada diri sendiri.

Damai masuk ke dalam cafe dengan langkah pasti. Sampai di ambang pintu matanya mengedar ke seluruh meja yang penuh sesak dengan para remaja seusianya. Bukan mencari keberadaan Aska dan kedua teman lain, tapi mencari dimana Senja berada.

"Mai," panggil Aska. Dari meja sebelah kiri Damai suara Aska terdengar sedikit berteriak dan mengangkat tangan. Karena dia merasa temannya itu pasti sedang mencari keberadaannya sekarang. Padahal sebenarnya tidak.

Damai tidak menemukan Senja di dalam pandangannya, kemudian dia memilih untuk menghampiri Aska terlebih dahulu. Melangkah pada meja Aska dengan tetap berlagak tenang. Belum sampai di meja Aska dan kedua temannya, Damai dicegah oleh seorang cewek seusia dengannya. Rupanya dia mengenal siapa Damai, dan sekarang berhenti tepat di depan tubuh cowok itu. Lalu tersenyum lebar. "Boleh minta foto gak?" tanya cewek cantik di depannya.

Tepat saat Damai tersenyum ke arah kamera yang berada di tangan cewek itu, matanya menangkap Senja yang duduk sedikit jauh dari meja Aska, lurus dari urutan meja tersebut. "Senja," batin Damai. Lalu dia kembali mengarahkan senyum pada kamera seorang lagi yang mendatanginya.

Hari itu, suasana hati Damai semakin tidak karuan. Karena tujuannya kesana adalah untuk melihat Senja dan memastikan apa yang baru saja dikatakan oleh Aska adalah benar, tapi ternyata sekarang dia sedang dikerumuni oleh banyak cewek, dan semakin lama seluruh pengunjung wanita yang ada disana juga mengajaknya untuk berfoto. Dia bisa melihat Senja dari tempatnya yang duduk terdiam di sebelah Shandy. Namun rasanya tetangga sebelahnya itu tidak bisa menyadari bahwa Damai sekarang sedang berada di tengah kerumunan para fansnya. Sungguh sial.

Seseorang yang lain sedang tersenyum penuh kemenangan di meja itu. mata Shandy mendapati Damai sedang dikerumuni oleh banyak cewek seperti biasanya. Yang dalam pandangan matanya cewek-cewek itu sama sekali tidak punya selera. Saat Senja mencoba untuk melihat ke arah kerumunan itu, Shandy merangkul pundaknya, dan mengalihkan pada yang lain. Shandy tidak ingin Senja konsentrasi pada hal lain. Apalagi sampai bisa melihat Damai.

"Kak, kita pulang yuk!" ajak Senja pada Shandy yang saat ini merangkul pundaknya. Dia merasa kali ini Shandy sudah bersikap terlalu intens padanya, dan tidak biasa. Senja juga merasa kurang nyaman berada di tengah keramaian. Dia baru saja mengenal semua yang ada di meja tersebut hari ini. Jadi, Senja sangatlah canggung untuk bisa bersikap leluasa. Padahal sekarang harusnya dia senang karena pada akhirnya, Senja bisa berkencan dengan seseorang yang disukai, tapi tetap saja rasanya aneh. Semakin lama tempat itu semakin ramai, dan sangatlah tidak nyaman.

Untungnya Shandy mengangguk. "Boleh. Ayo aku antar pulang," balasnya sedikit berbisik pada Senja. Shandy memang sengaja melakukan hal itu. Karena dia sangat yakin bahwa seseorang dibelakang sana yang sama sekali tidak bisa mendekat sekarang sedang memperhatikan mereka berdua.

"Aku anterin cewekku pulang dulu ya," pamit Shandy pada teman-temannya.

Senja terbelalak. Cewekku dia bilang? Sejak kapan? Apa itu artinya Shandy secara tidak langsung mengatakan bahwa mereka sekarang resmi berpacaran? Tidak. Meskipun Senja tidak pernah menjalin hubungan seperti itu dengan lawan jenis, tapi bukankah konsep berpacaran adalah mereka harus saling menyatakan perasaan satu sama lain? Namun itu tidak dilakukan oleh Shandy. Jadi dia hanya asal bicara saja kan? Ah, kenapa asal bicara saja bisa membuat dada Senja berdebar kencang?

"Ayo Nja! Kenapa malah bengong?" Pertanyaan Shandy barusan membuat Senja terbangun dari lamunannya. Kaget? Pasti. Rasanya besok dia harus segera pergi ke dokter. Karena hari ini, jantungnya sama sekali tidak aman, dan berkali-kali rasanya ingin melompat dari tempat asalnya.

"Ayo kak," jawab Senja pelan, hampir tak terdengar. Kembali Shandy melakukan hal yang membuat Senja terheran. Cowok itu menggandeng tangan Senja seolah sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Sosok Shandy yang di sekolah terlihat sangat dihargai, juara kelas, ketua osis, dan semua kebaikan melekat padanya, kali ini menampakkan sisinya yang lain di hadapan Senja. Rasanya dia bukan Shandy yang dikenal oleh Senja selama ini.

Shandy memang sengaja melakukan hal itu. Dia harus menunjukkan kemenangan sepenuhnya untuk adik kelas populer yang saat ini digandrungi semua cewek, namun masih mencoba untuk mencari celah demi mendapatkan perhatian Senja. "Rumah kamu dimana?" tanya Shandy. Begitu mereka sampai di depan motor besarnya. Dan keluar lewat pintu samping. Menghindari kerumunan para gadis yang mengelilingi Damai.