webnovel

Truth

Aku ternyata kaget dengan apa yang tertulis di buku itu. Kisah hidupnya tertulis singkat sebelum ia mengenal aku hingga sekarang ini.Aku terdiam membaca tulisannya, ia adalah seorang playboy sebelumnya, bahkan dia juga sering menyewa wanita bayaran untuk memenuhi nafsu birahinya.

Hampir tiap malam dia selalu berburu wanita tuna susila yang mampu ia bayar berapa pun asalkan John senang. Aku sedikit penasaran dengan pekerjaannya, uangnya tidak habis-habis walaupun ia selalu main perempuan. John tidak menuliskan pekerjaannya di sini, sepertinya ia lebih tertarik menuliskan hubungan percintaannya.

Halaman demi halaman ku buka hingga cerita ketika ia bertemu denganku. Aku sedikit kecewa dengan tulisannya, John jatuh cinta pada pandangan pertama karena wajahku yang oriental tampak polos baginya. Dan ia juga bilang tidak sia-sia menikahiku karena aku selalu patuh padanya, serta melayani nafsunya setiap malam walau dengan gaya yang kasar. Ya, John selalu demikian, hubungan seks kami selalu dengan paksaan, aku juga mengerti kalau dia seorang yang maniak.

John lebih menikmati percintaan kami dengan gaya seperti bondage, aku diikat baik di tangan, di kaki ataupun seluruh tubuhku, kadang aku di ikat di ranjang, di meja, di kursi, bahkan di ikat menggantung ke atas. Bukan hanya itu, John juga menampar pipi, payudara, dan pantat ku untuk meningkatkan kepuasannya. Jika sudah tidak tahan dengan rintihanku, ia pasti melakban mulutku dengan isolasi atau menyumpalnya dengan celana dalamku. Saking hypernya, ia membeli peralatan seks untuk membantunya, seperti penis mainan yang berbagai macam tipe dan ukuran.

Membaca tulisannya, aku mengetahui bahwa John juga sadar dengan penyakitnya ini, ia juga menuliskan bahwa ia sebenarnya kasihan dengan penderitaanku terhadap perlakuannya. Walaupun kasar begitu, ia sayang denganku. Halaman berikutnya juga menuliskan hubungan seks kami dengan berbagai cara yang tiap malamnya berubah.Halaman selanjutnya ditulis sangat berantakan, tulisannya cukup kasar seperti orang yang sedang emosi, dan penuh coretan, di sana tertulis ia sedang tersandung masalah hukum.

Kini aku mengetahui latar belakang pekerjaannya setelah sekian lama ia merahasiakannya dariku, ia ternyata seorang bandar judi dan bandar narkoba. Di sini disebutkan alamat tempat ia menjadikan markas telah digeledah polisi, semua barang haramnya disita. Ia harus bolak-balik ke kantor polisi untuk membuat laporan yang kian belum tuntas.

Sudah puluhan miliar ia cairkan dana untuk menghindarkannya dari balik jeruji besi. Aku hampir menangis membaca penderitaan yang ia alami, kenapa harus John rahasiakan dariku.John tidak mau aku mengetahui bisnis haramnya, ia tidak mau aku kecewa dan sedih.

Bahkan uang simpanannya sudah habis untuk membebaskannya, kini hutangnya menumpuk, dan ia masih merahasiakannya dariku. Wajahnya yang tiap hari tersenyum ternyata merahasiakan masalah sebesar ini. Bahkan tanah, rumah dan kendaraan telah John gadaikan untuk membayar hutang-hutangnya.

Aku langsung menangis membaca tulisannya ini. Tak sempat membaca halaman selanjutnya, aku pun bangkit karena mengingat anak perempuanku yang sedang tidur di kamar sebelah. Tidak ada yang aku khawatirkan selain dia, jika John memang jatuh bangkrut, setidaknya aku harus melakukan sesuatu agar Chelsea tidak menderita.

Bermaksud ke kamar sebelah untuk melihat Chelsea, tiba-tiba langkahku terhenti. Belum sempat membuka pintu, tiba-tiba gagang pintu bergerak, seseorang membukanya dari arah luar.

"John...", kataku ketika melihat ternyata suamiku yang muncul di balik pintu.

John pun masuk kemudian mendekatiku, "Are you okay?" tanya John sambil memegang dahi ku, Ia terlihat sungguh perhatian padauk

"I'm fine." jawabku.

Namun niat ku ingin melihat anakku Chelsea sedikit terganggu dengan munculnya John, gerak-geriknya membuatku penasaran. John mendekati arah lemari, ia mengeluarkan sebuah tas besar dari balik lemari dan segera memasukkan semua pakaiannya dalam tas itu. Sepertinya John ingin melarikan diri.

Aku sangat takut dengan keadaan seperti ini, dengan wajah pucat aku pun bertanya, "What are you doing?"

Ia hanya sibuk mengemas kopernya tersebut dan lalu berkata "I must go."

Sungguh keadaan yang sangat menyulitkan, ia masih menyembunyikan kebangkrutannya padaku, ia bilang ia dapat bisnis di luar negeri, dan ini mendadak sekali. Katanya ini adalah tawaran dari Hamid dan Karim, dua pria yang masih sedang asik ngobrol di ruang makan.

Entah benar atau tidak, kata John ini adalah bisnis besar. Apa ini masih sebuah kebohongan untukku? Selesai mengemas kopernya ia lalu merapikannya di atas ranjang. Oops, aku kaget karena buku diary John masih tertinggal di ranjang dan belum sempat aku kembalikan ke tempat asalnya.

John langsung terdiam melihat buku diary yang ada di atas ranjang kami tersebut. Aku tidak berani buka mulut, aku bingung dengan keadaan ini, dan tidak tahu apa yang harus ku perbuat.

John lalu tertunduk dan meneteskan air mata, "Hiks... Hiks... I'm sorry..." ia meminta maaf padaku.

Aku iba sekali lalu mendekatinya untuk mencoba menghiburnya. John akhirnya menceritakan masalahnya, ia benar-benar bangkrut, bisnis haramnya itu telah hancur, kini ia harus memperbaiki kehidupan. Ada bisnis besar yang akan merubah nasib kami kata John. Dan kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, John harus segera berangkat ke luar negeri.

Aku cuma diam dan menyemangatinya, John pun kembali tersenyum, dadanya kembali membusung tegak, ia berdiri dan mengecup keningku

"Bye honey... See you later..."

Aku meneteskan air mata karena akan merindukannya beberapa saat, John belum tahu berapa lama bisnis itu akan selesai.Aku tidak mengantarnya keluar, aku hanya merapikan kembali isi lemari yang tadinya berantakan karena John buru-buru mengambil bajunya.

Buku diary miliknya pun aku kembalikan ke asalnya. Hmm, semoga John bisa kembali ke jalan yang benar. Padahal tadi aku sudah berpikir akan pergi dari sini, paling enggak ya kembali ke kampung halamanku. Tapi John bilang akan segera melunasi hutangnya dan memintaku untuk bersabar. Aku pun berdoa sejenak untuk keteguhan hati John agar dia bisa melewati beban ini dengan baik.

Ku lihat dari balik jendela, mobil John keluar dari halaman, mereka akan berangkat untuk mengerjakan bisnis mereka. Aku sedikit lega dengan masalah John, aku pun kembali ingin ke kamar sebelah menemui anak perempuanku, Chelsea, yang sedang tidur.

Namun betapa kagetnya aku ketika muncul dua sosok dari balik pintu sebelum aku keluar kamar.

"Hamid?... Karim?...", aku kaget karena dua orang ini menghalangi pintu keluarku.

Next chapter