webnovel

MISTERI TERKUAK

Bagas menggebrak meja Tuan Arya dengan penuh kemarahan. Tuan Arya terkejut, sekaligus marah. Lelaki itu tidak mengenal Bagas.

"Siapa dia!?" tanya Tuan Arya.

"Maaf Tuan, ia tadi menerobos masuk," kata resepsionis kantor Arya.

"Aku Bagas, di mana Kamilia!?" tanya Bagas dengan keras.

"Aku tidak tahu siapa Kamilia, pergi dari kantorku!" usir Tuan Arya.

"Aku tidak mau pergi sebelum kau menyebutkan di mana Kamilia berada, atau kulaporkan polisi?" ancam Bagas.

Tuan Arya tidak menjawab, dia menelpon seseorang. Tidak lama kemudian datang dua orang sekuriti, memaksa Bagas untuk pergi. Karena mengundang keributan, terpaksa Bagas keluar dari kantor tersebut. Bagas menunggu di luar kantor, akan dia buntuti ke mana Tuan Arya pergi.

"Kau tidak akan bisa lari dariku, Arya!" Bagas berkata sendiri dengan keras.

Menjelang kantor tutup, Bagas bersiap melihat siapa-siapa yang keluar. Bahkan mobil Arya sudah dia hafal nomornya. Tadi lelaki itu sempat berkeliling ke tempat parkir. Menyesuaikan informasi yang dia dapat.

Sampai malam, sosok Arya tidak juga muncul. Bagas cepat menyusul ke kantornya. Sepi, tidak ada seorang pun di kantor Arya. Bagas marah kepada dirinya sendiri, melewatkan kesempatan setelah mendapat titik terang.

Bagas memandang titik-titik hujan yang mulai sering mengguyur Ibukota. Dia bingung, harus ke mana lagi mencari Kamilia. Bagas tidak berani pulang ke rumah bapaknya. Dia kembali ke apartemennya, memikirkan rencana selanjutnya.

Sementara Tuan Arya sudah dari tadi sampai ke rumahnya. Dia tidak menggunakan mobilnya. Sengaja agar bisa mengelabui Bagas. Ini adalah saat yang ditunggu-tunggu. Sebenarnya Tuan Arya tahu siapa bapaknya Kamilia. Dia –Tuan Freza sudah membuat perusahaannya gulung tikar, dulu.

"Putrimu terpaksa menerima sakitnya pembalasan dendamku, Freza," desis Tuan Arya.

Lelaki itu mendekati Kamilia yang tengah bergelung dengan selimutnya. Tuan Arya heran, biasanya Kamilia menyambut kedatangannya. Dia menyentuh wanita itu, dan kembali menarik tangannya kaget. Badan Kamilia terasa sangat panas.

"Kamu kenapa, Mila?" tanya Tuan Arya. Lelaki itu bingung mesti bagaimana. Dia tidak pernah berurusan dengan orang sakit. Kamilia membuka matanya sedikit, kemudian dipejamkannya lagi.

"Bagas mencarimu," kata Tuan Arya lagi. Mata Kamilia kembali terbuka, rupanya Kamilia tertarik dengan cerita Tuan Arya. Wanita itu menantikan Tuan Arya berbicara.

"Aku berhasil mengelabuinya, tadinya aku akan mengajakmu ke luar negeri. Sekarang, mana bisa kamu sakit begini." Tuan Arya gelisah melihat Kamilia. Dia sudah berpikir tentang hal buruk.

"Mengapa kamu tidak pamitan sama keluargamu, Mila? Mereka pikir aku menculikmu, padahal aku pembelimu. Sial sekali aku ini!" Tuan Arya marah. "Aku sudah mengeluarkan banyak uang untukmu. Aku tidak mau hidupku berakhir di penjara," sambung Tuan Arya.

"Biarpun aku kau beli, bukan berarti kau bebas menyiksaku, keparat!" umpat Kamilia dalam hati.

Kamilia akhirnya dirawat di rumah Tuan Arya. Lelaki itu menyewa dokter dan perawat. Tuan Arya takut Kamilia ditemukan dalam keadaan mengenaskan seperti itu. Bagaimanapun juga dia takut kalau berhadapan dengan hukum.

**

"Cari sampai ketemu!" Tuan Freza berteriak kepada Bagas. Bagas menunduk merasa bersalah. Kini, dia sudah banyak berubah, tidak lagi bersikap arogan. Rasa sayangnya kepada Kamilia meluluhkan keegoisannya.

"Sialan, Arya menghilang ketika akan aku buntuti!" kata Bagas geram.

"Siapa Arya?" tanya Tuan Freza.

"Orang yang terakhir bersama dengan Kamilia. Menurut Tante Melly, Kamilia adalah persangkutan utang piutang sama dia," jelas Bagas.

"Hutang apa? Mengapa Kamilia tidak berterus-terang?" tanya Tuan Freza.

"Itulah yang ingin aku selidiki," jawab Bagas.

"Ya sudah sana pergi! Mana data tentang Arya? Belum tahu berurusan dengan siapa dia?" gerutu Tuan Freza.

Bagas pergi meninggalkan Tuan Freza sendirian. Lelaki setengah baya itu kemudian sibuk menelpon seseorang. Terlihat percakapan itu sangat penting dilihat dari mukanya yang sangat serius.

Bagas ke tempat hiburan milik Tante Melly lagi. Dia ingin mengorek keterangan lebih lanjut lagi mengenai utang Kamilia. Dia mengedarkan pandangannya di antara asap rokok. Tidak terlihat wanita itu. Sempat bertanya kepada pelayan, jawabannya tidak tahu.

"Mau ditemani?" Seorang wanita cantik datang dan duduk di samping Bagas.

"Tidak, terima kasih," tolak Bagas. "Eh … kamu kenal Kamilia?" tanya Bagas sebelum wanita itu pergi.

"Namaku Anita, tentu saja aku tahu Kamilia," katanya sambil bersiap pergi.

"Tunggu!" Bagas menahannya, lelaki itu meraih tangan Anita.

Anita kembali duduk dan memandang Bagas. Sekilas Bagas memperhatikan wajah Anita. "Hmmm … cantik juga," pikirnya. Seketika otaknya menelanjangi wanita di depannya. Pikiran kotornya berselancar di tubuh Anita.

Anita jengah diperhatikan begitu oleh lelaki tampan di hadapannya. Biasanya langganan Anita adalah sosok laki-laki setengah tua yang perutnya buncit. Kini, pria dihadapannya sekeren bintang sinetron.

Sambil mengerling genit, wanita itu berusaha menarik perhatian Bagas. Dia berpikir ini adalah mangsa yang sempurna untuk dieksekusi sebagai pelanggan pertama malam ini. Anita tersenyum membayangkan hangatnya pelukan lelaki di hadapannya.

"Berapa tarifmu?" tanya Bagas.

"Lima ratus ribu/dua jam, Tuan," jawab Anita.

"Aku booking kamu malam ini," ujar Bagas.

Anita tersenyum cerah, dalam bayangannya malam ini dia sudah mendapatkan setoran buat Tante Melly. Tidak payah dirinya menabur senyum kepada setiap yang datang. Lembaran-lembaran merah sudah tentu dia dapat dengan mudah malam ini. Bonus pula baginya, pelanggannya seorang lelaki yang tampan.

**

Bagas membawa Anita ke apartemennya. Wanita itu menelan ludah melihat tempat Bagas yang nyaman. Ingin sekali dia hidup sebagai wanita normal. Mempunyai suami dan anak, tinggal di tempat yang layak.

"Sejak kapan kau kenal Kamilia?" tanya Bagas.

"Sehari sebelum dia dibawa Tante Melly dari jalan, aku lebih dulu menjadi penghuni rumah itu." Anita mulai bercerita.

"Apa? Dari jalan?"

"Ya, mereka bertemu di bis. Dia tak punya tujuan. Kemudian bertemu dengan Tante Melly yang membawanya ke tempat pelacuran itu. Besoknya dia langsung bekerja. Kebetulan aku dan dia menempati kamar yang sama. Dia pernah bercerita kalau dirinya dipaksa bapaknya untuk menjual diri. Satu-satunya cara untuk cepat mendapatkan uang." Anita kembali bercerita. "Tidakkah kau menginginkan aku?" tanya Anita. Wanita itu menawarkan dirinya. Dia heran, Bagas tak sedikit pun menjamah tubuhnya.

Bagas menggeleng sambil berkata, "Teruslah bercerita tentang Kamilia!"

"Kamilia tidak pernah mengeluhkan dirinya yang seorang penjaja cinta. Walaupun aku tahu, sebelum dia terlelap air matanya selalu menitik. Tanggung jawabnya kepada keluarga membuat dirinya menelan semua rasa sakit. Kemudian datang Tuan Hendra membawanya dengan jaminan yang besar."

"Jaminan? Jaminan apa?"

"Aku tidak mengerti, cuma Tante Melly pernah bilang dulu. Apabila Tuan Hendra mengembalikan Kamilia, maka uang jaminan itu harus dibalikin."

"Berapa?"

"Entahlah, sepertinya ratusan juta," jawab Anita. "Seminggu yang lalu aku melihat Kamilia datang. Aku tidak berani mendekat karena dia dan Tante Melly tengah bicara serius tampaknya."

"Apakah kamu mendengar mereka bicara apa?" tanya Bagas.

"Aku mendengar nama Arya disebut-sebut. Lelaki itu salah satu pelangganku. Dia punya kelainan?"

"Apa? Kelainan!?" Bagas kaget.