webnovel

KECELAKAAN

Kamilia gugup saat menjawab. Dia bingung dengan pilihan yang disodorkan. Dia hanya diam sambil memandang ke luar.

Malam ini dia melihat bintang dari balik jendela kamarnya. Dihitungnya satu persatu, ada satu yang paling berkilau dan itu adalah mimpinya. Ketika dia berteman sepi dan mengurai bosan. Mimpi itu menyentak lamunannya tentang harapan. Celoteh malam tentang mimpi hanya bualan. Dilemparnya mimpi itu dengan satu senyuman tawar. Kamilia melihat bintang yang berkelompok. Wanita itu memandangnya tanpa kedip.

"Sedang apa kau, Mila?" tanya Hendra. Lelaki itu ikut mendongak ke langit.

"Aku sedang mengumpulkan mimpi yang berserakan. Mimpi itu berhamburan saat aku terjatuh. Aku takut karena kisah kelamku yang menyiksa, masih menunggu lanjutannya," kata Kamilia.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku yang tadi Mila?"

"Aku tak mau lagi bersinggungan dengan harapan. Aku benci kecemburuan," gumam Kamilia.

Wanita itu mencari raut wajah di antara bintang. Dia ingin menemukan Calista di sana. Wajah wanita itu menyebabkan bintang menjadi suram. Dia benci wajah itu.

"Calista?" tanya Kamilia.

"Aku akan menutup lembaranku bersamanya," jawab Hendra.

Kamilia tersenyum sinis. Dia tidak yakin dengan ucapan Hendra. Calista selalu berusaha mendekati Hendra. Hendra tentu saja tidak bisa menolak. Dengan segala rayuannya, wanita itu selalu berhasil membawa Hendra ke dalam pelukannya. Lantas Kamilia bisa apa. Dia hanya sekadar istri gelap.

Kehidupannya sebagai model juga tidak terlepas dari Hendra. Biarpun kini punya bapak seorang milyarder, tetapi Kamilia tidak tahu bisnis apa yang Freza jalankan.

Benar-benar sebuah dilema. Satu sisi dia ingin lepas dari Hendra. Namun, ketakutannya kepada dunia mengharuskan dirinya tetap tinggal bersama.

Hendra memandang Kamilia. Mengira-ngira apa isi kepala wanitanya tersebut. Jauh di lubuk hatinya ada rencana tersembunyi. Lelaki itu akan memanfaatkan kedudukan Kamilia sebagai putrinya Freza.

"Bagaimana Mila? Kita menikah kalau kau mau," rayu Hendra.

Rona merah perlahan merayap di pipi. Kamilia. Hatinya bahagia tidak terkira. Dirinya sudah membayangkan bagaimana menjadi istri Hendra. Seorang yang begitu tampan dan kaya. Kamilia belum tahu pekerjaan Hendra sesungguhnya.

"A a aku–"

"Besok saja kau jawab!" suruh Hendra. Lelaki itu pergi ke kamar.

"Ih, gimana sih!" sungut Kamilia kesal.

**

Deru wahana permainan disertai jerit dan tawa terdengar ramai. Di siang yang terik, Kamilia dan Hendra berjalan santai. Mereka berjalan-jalan ke Ancol, tepatnya Dunia Fantasi.

Kamilia ingin mencoba satu permainan. Tentu saja banyak wartawan yang mengerubutinya. Kamilia memang tidak punya privacy lagi. Setelah beberapa saat membiarkan mereka memotretnya, Kamilia beranjak ingin mencoba satu wahana.

"Tunggu aku beli tiket," kata Hendra.

"Lho, bukannya ini sudah terusan. Kita tinggal naik saja." Kamilia

Hendra tersipu. Tadinya lelaki itu ada urusan sedikit dengan petugas Wahana.

"Ayo naik!"

Dengan jepretan kamera dari sana-sini, Kamilia menaiki bianglala. Kamilia hampir terjatuh ketika tiba-tiba ada seseorang yang menyerobot. Kamilia mengalah sambil tersenyum. Hendra membiarkan orang itu. Tidak biasanya, biasanya Hendra akan sangat marah.

Bianglala mulai berputar. Tampak ada seseorang yang mengabadikan Kamilia dari tempat duduk yang berbeda. Kamilia tidak peduli, mungkin wartawan.

Saat berada di puncak, tiba-tiba bianglala terhenti. Jeritan panik terdengar gemuruh. Tiba-tiba Hendra berdiri. Kamilia mencegah.

"Kamilia!" Hendra berteriak sekuat tenaga. Tentu saja Kamilia kaget mendengarnya.

"Ish … apa-apaan, sih!" sergah Kamilia.

Orang-orang yang tadi menjerit panik terdiam. Mereka melihat ke arah kursi Kamilia. Tidak ketinggalan orang-orang yang di bawah sana. Mereka menunggu adegan selanjutnya. Terlihat oleh Kamilia, seperti ada kamera liputan. "Mungkin liputan gossip," pikir Kamilia.

"Maukah kau menikah denganku!" Hendra berteriak sekencang-kencangnya.

Kamilia semakin memerah pipinya. Bunyi tepuk tangan gemuruh. Seluruh penumpang bianglala serta orang-orang di bawah serentak bertepuk tangan.

"Terima … terima … terima!"

Teriakan-teriakan itu semakin membuat pipi Kamilia merona. Hendra mengeluarkan cincin yang entah kapan dia beli. Kamilia menjadi tersipu-sipu.

Terlihat seseorang tadi yang mendorong dan menyerobot Kamilia sedang membidikkan kamera ke arah mereka. Rupanya orang itu suruhan Hendra atau dari infotainment. Kamilia tidak peduli.

Wanita itu memperhatikan pria tampan di sebelahnya. Dia tersenyum sambil menyodorkan jarinya. Hendra dengan sigap memasukkan cincin itu, kemudian mengecup kening Kamilia.

"Aku diterima!" Teriakannya yang lantang disambut tepuk tangan riuh dan sorak sorai.

Bersamaan dengan itu wahana kembali bergerak. Hendra yang ceroboh membiarkan pintu wahana terbuka, sesaat setelah menyapa ke arah bawah. Lelaki itu limbung dan terguling dari ketinggian.

"Aaahh." Jeritannya membahana.

"Tolong!" Kamilia menjerit sejadi-jadinya. Cepat dia mengunci kembali pintu wahana. Wanita itu memburu Hendra sesampainya di bawah.

Wanita itu tak berdaya melihat Hendra terkapar bersimbah darah. Dia pingsan, kepalanya membentur lantai dengan keras. Mereka dibawa ke rumah sakit yang berbeda.

**

Bagas secepatnya datang. Dia kaget mendengar adiknya berada di rumah sakit. Seseorang telah menelponnya. Beruntung, ada seorang wartawan yang tahu kalau Bagas partner kerja Kamilia.

Bagas memandang wanita yang baru saja diakui sebagai adiknya. Sejak tadi dia tidak sadar-sadar. Melihat rekaman kejadian, kepala Kamilia terbentur keras ke lantai. Lelaki itu khawatir dengan kondisi adiknya.

Bagas memandang keluar jendela. Melihat dedaunan basah terkena hujan. Hujan deras semakin menambah suasana mencekam. Bagas sendirian, Hendra entah di mana sekarang. Tadi ada yang mengaku keluarganya datang dan membawanya.

Entah kemana harus mengadu, Bagas tadi sudah memberi tahu bapaknya. Berhubung masih sibuk, dia belum ke sini. Ibunya Kamilia, Bagas tidak tahu. Lelaki itu tidak tahu dan tidak kenal dengan Ayunina.

Bagas memegang tangan Kamilia. Dalam keheningan Bagas teringat segala dosanya kepada wanita ini. Dengan licik dia sudah memperdaya Kamilia agar jatuh ke pelukannya. Berbagai siasat dia jalankan hanya agar mencicipi tubuh Kamilia. Bagas menggenggam tangan wanita itu kian erat. Tanpa sadar matanya basah karena air mata.

Betapa bodoh dan tolol dirinya. Rasa nyaman selalu dia rasakan, bila berada dekat dengan Kamilia. Itu karena di antara mereka ada hubungan darah. Semuanya terlambat disadarinya … terlambat. Beberapa kali dia sudah menodai Kamilia.

Bagas memandang lagi wanita di depannya. Sekali lagi dia menyesal. Andai waktu bisa di ulang kembali. Dia tidak … ah sudahlah! Percuma semua hanya sebuah penyesalan.

Bapaknya –Freza datang saat matahari mulai terbenam. Kemerahan sinarnya seperti tergambar pada raut wajah tua yang menahan kemarahan. Hendra begitu dicari olehnya. Benci sekali Freza kepada lelaki itu.

"Sialan! Kemana Hendra dibawa keluarganya, Bagas?'

"Entahlah, Pah," jawab Bagas.

"Nanti setelah Kamilia sadar, pergilah kau ke tempat ibunya Kamilia. Jemput dia untuk melihat keadaan anaknya!" suruh Tuan Freza.

"Ya, Pah," jawab Bagas.

Tiba-tiba terdengar suara Kamilia mengerang. Mereka semua melihat ke arah Kamilia. Rupanya wanita itu akan sadar. Dia mengerjapkan matanya karena silau lampu. Setelah terkumpul kembali ingatannya, wanita itu melihat sekelilingnya. Matanya tertumbuk kepada dua orang laki-laki di hadapannya. Matanya mengernyit dengan heran.

"Siapa kalian?" tanya Kamilia.

Hening tidak ada yang menjawab. Kedua orang itu melongo tidak mengerti. Kaget luar biasa.