webnovel

CALON ISTRI

Freza tersenyum sambil keluar dari ruangan. Dia menerima telepon dari orang yang paling dia rindukan.

Freza :

"Hallo, Sayang."

Seseorang menjawab dari seberang telepon : "Papa, bebaskan Hendra!"

Setelah adu argumen yang cukup alot, akhirnya Freza menyetujui untuk membebaskan Hendra. Dengan satu syarat mereka harus bertemu. Freza masuk lagi, kemudian berkata kepada Andi.

"Bebaskan dia!"

"Bos … ?" Andi memandang Freza. Tampak dia seperti ingin protes tetapi segan.

"Kesalahannya kali ini aku maafkan!" Freza berkata seperti mengerti isi hati anak buahnya. Freza berlalu setelah menyuruh Alex menyiapkan mobil.

"Capek capek aku menangkapnya, sekarang suruh dilepas," gerutu Andi.

Hendra menepuk-nepuk celananya yang basah, bekas guyuran air. Bajunya yang mahal menjadi kotor. Dia berjalan melenggang keluar ruangan. Tidak diperdulikannya Andi dan Alex. Dia ingin segera pulang ke rumah. Kamilia … Hendra teringat dia.

Sementara Kamilia yang tidak dapat menghubungi Hendra panik. Dia berpikir kepada siapa meminta pertolongan. Dengan terpaksa dia menghubungi Bagas.

Kamilia benci saat dirinya harus tampil sempurna di depan Bagas. Bagas pasti akan lupa diri. Beberapa kali deringan telepon dia abaikan.

"Mengapa kau dilahirkan sebagai makhluk tidak sabar, Bagas?" Kamilia menggerutu. Dia memilih gaun malam hitam. Elegan dan cantik sebagai tanda bahwa dia bersedih karena Hendra belum kembali.

Bagas menyambutnya di sebuah pintu restoran. Kamilia memandangnya sekilas. Tak mau berlama-lama, karena dirinya bisa tertarik. Dandanan Bagas malam ini lain. Dia tampak tampan sekali dengan dandanan yang formal.

"Tumben," pikir Kamilia dalam hatinya.

"Ayo!" Bagas menggandeng tangan Kamilia. Gadis itu menolak.

"Ikuti mauku, Mila!" Bagas berkata penuh tekanan.

"Aku tidak mau," ujar Kamilia menolak.

"Sejak hari ini, kau tidak bisa menolak." Bagas berkata dan itu menyebalkan bagi Kamilia.

"Kau tidak punya hak atas diriku," ujar Kamilia ketus.

"Segera."

Pertengkaran kecil itu telah membawa mereka ke sebuah meja. Belum ada makanan di sana. Hanya secangkir kopi beserta peminumnya. Bagas mengajak Kamilia duduk di sana. Kamilia hanya menurut saja mengikuti Bagas. Gadis itu memandang lelaki setengah tua yang perlente.

***

Kamilia bertanya-tanya dalam hatinya. Mengapa Bagas membawanya ke depan orang tua itu. Dia memandang Bagas meminta penjelasan.

"Papah, dia calon istriku," kata Bagas pelan. Bagas memperkenalkan Kamilia kepada orang tua di depannya itu.

Otomatis mata Kamilia melotot. Bagas yang duduk di samping Kamilia menggenggam tangan Kamilia. Memberi isyarat untuk tidak melakukan perlawanan.

Kamilia melirik jengkel dengan ujung matanya. "Permainan apa lagi ini, Bagas?" pikirnya.

Kembali gadis itu menyerah tanpa daya. Dia melakukan apa yang diperintahkan oleh Bagas. Bibirnya mulai memasang senyum terbaiknya. Mengangguk sedikit kepada bapaknya Bagas.

"Namaku Kamilia, Oom." Kamilia memperkenalkan diri.

Bapaknya Bagas tidak menjawab. Raut mukanya tampak berubah begitu mendengar nama Kamilia. Dia memandang lekat wajah Kamilia.

Kamilia heran tetapi tidak berani untuk bertanya. Dia mengulurkan tangannya, berniat menyalami bapaknya Bagas. Namun, lelaki itu diam saja. Tentu saja Kamilia menjadi sangat malu. Semburat merah hadir di wajah Kamilia.

"Papahku bernama Freza, Mila." Akhirnya Bagas buka suara untuk mencairkan suasana.

Lelaki di depan Kamilia itu --Freza tersenyum dingin. Meremang bulu kuduk Kamilia melihatnya. Sosoknya sangat menakutkan untuk dirinya. Aura mencekam tiba-tiba memenuhi ruang hatinya.

Setelah perkenalan singkat tersebut, mereka makan dalam suasana yang sangat kaku. Kamilia begitu tersiksa ada di antara mereka. Ingin rasanya dia menghilang, agar senyum kepalsuan tidak usah dia pamerkan. Kamilia pamit ke toilet, merasa gerah dengan kekakuan itu.

"Sialan kamu, Bagas, kau selalu menjebakku," gerutu Kamilia.

Cukup lama Kamilia berada di toilet. Ketika kembali, bapaknya Bagas sudah tidak ada.

"Huuuh." Kamilia melepaskan napas panjang. Lega karena sumber kekakuan itu sudah pergi. "Kaku sekali Ayahmu itu, aku takut melihat matanya."

"Hahaha hahaha." Bagas hanya tertawa.

"Apa yang kau lakukan? Mengapa kau bilang aku calon istrimu?"

"Aku memang calon suamimu … hahaha hahaha."

"Jangan ngaco! Aku mau pulang. Aku harus menemukan Hendra."

"Hendra sudah kembali," ujar Bagas santai.

"Jangan bercanda!" sahut Kamilia ketus.

"Kau harus menepati janjimu, Mila!"

Tidak berapa lama Kamilia mendapat pesan dari Hendra : Kamu di mana? Aku di rumah.

Kamilia memandang Bagas yang tertawa mengejek. Tanpa daya untuk menolak, Kamilia memasrahkan raganya di hotel terdekat. Kembali Kamilia harus menelan kekecewaan dalam hidup. Betapa Tuhan sangat tidak adil kepada dirinya.

***

"Dari mana, Mila?" Hendra bertanya saat Kamilia membuka pintu. Nampak Hendra sedang mengompres luka lebam di mukanya.

"Aku mencarimu," jawab Kamilia pendek.

"Ke mana kamu mencariku?" tanya Hendra. Matanya menyelidik tajam kepada Kamilia. Gadis itu sedikit kaget dengan pertanyaan Hendra.

"Ke cafe lah, siapa tahu ada yang mengenalmu di sana?"

"Kau mulai pintar berbohong, Mila. Sejak kapan kau tahu tempat nongkrongku?"

"Kau lupa, Hendra. Wanita bisa menjelma sehebat BIN Polda Metro Jaya." Dalam hati Kamilia sebenarnya sangat khawatir. Dia memang sudah berbohong kepada Hendra.

Kamilia mendekati Hendra. Mencoba mengambil alih mengompres luka Hendra. Hendra mengaduh saat lap basah itu mulai menempel di memarnya.

"Siapa … ?" Pertanyaan menggantung dari bibir Kamilia. Dia ragu, antara ingin tahu dan tidak. Wanita itu takut Hendra marah kalau dia banyak bertanya.

Hendra memandang Kamilia sambil meringis. Lelaki itu mengusap lukanya yang semakin terasa berdenyut sakit. Dia ragu untuk berterus-terang atau tidak. Hendra ingin melindungi Kamilia dari lingkaran dunia hitam. Bukan tidak mungkin, Freza mengincar Kamilia untuk jaminan dirinya agar patuh. Hendra tidak akan memberitahu apa yang baru saja dialami.

Rasa sesal merayapi hati Kamilia. Tidak henti-hentinya dirinya mengutuk. Mengapa dirinya semakin terperosok ke dalam jebakan Bagas. Bilur-bilur luka semakin mengoyak batinnya. Andai hati berada di luar tubuh dan bisa dilihat, tentu hati wanita itu sudah bolong sana sini.

Kamilia merasa dirinya semakin dimanfaatkan oleh Bagas. Dirinya menjadi budak nafsu dari lelaki sialan itu. Dadanya sesak, namun raut mukanya tidak boleh berubah. Sejak dirinya menjadi penjaja cinta, dia khatam tentang pelajaran kepura-puraan.

Malam semakin larut dan Kamilia harus menjaga Hendra yang demam. Kamilia termangu menatap lelaki itu dari tempatnya. Rasa bersalah berhasil menyelinap ke dalam sanubarinya. Di luar gerimis mulai turun. Kamilia dapat melihatnya dari kaca jendela.

Kamilia membaringkan tubuhnya di sofa dalam kamar. Dia tidak tidur bersama Hendra. Tidur Hendra sangat gelisah. Berkali-kali Hendra mengigau.

"Jangan Freza … jangan!!" Tiba-tiba Hendra mengigau lagi. Kamilia bangkit, tapi diurungkan niatnya.Tidak jadi mendekati Hendra. Lelaki itu kembali tidur, walau kelihatan tak nyaman.

"Freza?" Kamilia mengingat-ingat, pernah di mana dia mendengar nama Freza. Dia berpikir cukup keras untuk mengingatnya. Kamilia terkejut dengan getaran handphonenya. Bagas mengirim pesan : Mila, Papaku suka sama kamu.

"Freza itu kan ayahnya …." Kamilia menutup mulutnya, dia sangat kaget.