webnovel

NAMA DI KAIN KAFAN

Saat ini adalah malam Jum'at Kliwon. Suara tetes air hujan terdengar jelas dari atap rumah Seroja, yang terbuat dari genteng tanah liat. Sebuah sobekan kecil, kain kafan putih tergeletak di atas meja riasnya. Seroja mengambil sebuah silet, yang tergeletak di samping kain kafan tersebut. Sambil menyeringai sinis dan membaca mantra, yang pernah diajarkan oleh Ibunya, Nyai Ayu Rembulan. Kemudian dia mulai menyayat sedikit ujung jari telunjuknya, agar dapat mengeluarkan darah segar. Pada saat darah menetes, Seroja mulai menuliskan tujuh nama laki-laki di atas sobekan kain kafan tersebut. "Besok, aku akan menyelipkan kain kafan ini di jenazah Rembulan. Agar rohnya kelak dapat membantu aku, membalaskan semua dendam!" gumam Seroja sambil menyeringai penuh kebencian.

Ifan_Tiyani · Horror
Not enough ratings
284 Chs

KE KAMAR MAYAT

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam! Aliza! Akhirnya, kau pulang juga, Nak!" sambut Pak Haji Ibrahim, dengan binar mata penuh kebahagiaan.

Dia langsung bangkit dari tempat duduk, lalu berjalan menghampiri anak bungsunya. Yang berdiri di depan pintu sambil menggendong tas ransel besar. Tampak wajah Aliza memgguratkan kelelahan juga rasa sedih yang mendalam.

"Apa kabarnya, Pak?!" tanya Aliza sambil mencium tangan Pak Haji Ibrahim. Kemudian mereka berdua pun saling berpelukan.

"Alhamdulillah, Bapak baik-baik saja, Nak. Hanya saja, Kakakmu ..." Sampai di situ perkataan Pak Haji Ibrahim terhenti. Dia menangis tersedu-sedu dalam pelukan Aliza.

"Belum ada kabar dari Kak Rembulan, ya?!" tanya Aliza ikut meneteskan air mata.

"Belum, Mbak Aliza. Belum ada kabar apa pun, mengenai keberadaan, Mbak Rembulan ..." jawab Mbok Jum, yang berjalan dari arah ruang makan bersama Seroja.

Melihat sosok Seroja yang berdiri di samping Mbok Jum, Aliza tampak terpana. Dia sangat terkejut sekali, melihat kemiripan antara Seroja dan Rembulan. Setelah melepaskan pelukan dari Bapaknya. Aliza berjalan perlahan menghampiri Seroja, sambil menatapnya tanpa berkedip.

"Apakah kau kembarannya, Kak Rembulan, yang diceritakan oleh Bapak di telepon?! Wajah kalian benar-benar sangat mirip sekali!"

"Iya benar, Aliza. Kenalkan, namaku Seroja, kembarannya Rembulan!" jawab Seroja sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Aliza bukannya menyambut ukuran tangan tersebut, dia malah memeluk Rembulan dengan erat sambil menangis.

"Sudah, Nak, sudah. Yang sabar, insyaallah, Kakakmu Rembulan, akan segera diketemukan!" ucap Pak Haji sambil mengusap pundak Aliza.

Pada saat yang bersamaan, terdengar suara salam dan pintu diketuk dari luar. Pak Haji Ibrahim langsung menoleh ke arah pintu. Dia melihat di depan pintu, berdiri dua orang Polisi berpakaian seragam lengkap tersenyum ramah.

"Apakah, di sini rumah keluarga Bapak Ibrahim?" tanya salah seorang Polisi tersebut.

"I-iya, benar Pak Polisi. Saya sendiri yang bernama, Pak Haji Ibrahim, silahkan masuk dan duduk!"

"Terimkasih, Pak Haji!"

Kemudian kedua Polisi tersebut bersalaman dengan Pak Haji Ibrahim. Lalu mereka semua duduk bersama di sofa ruang tamu.

"Mbok Jum, tolong buatkan kopi untuk Bapak Polisi!" perintah Pak Haji Ibrahim.

"Baik, Pak Haji ..." jawab Mbok Jum kemudian bergegas berjalan menuju ke dapur.

"Maaf sebelumnya, jika kehadiran kami mengganggu Pak Haji Ibrahim sekeluarga. Perkenalkan, saya Sersan Hasan dan kawan saya Sersan Watimena. Dalam kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan kabar duka. Mengenai putri anda yang selama ini hilang, bernama Rembulan. Saat Subuh tadi, ada dua orang kuli bangunan, yang hendak membersihkan sebuah rumah kosong. Sesuai dengan perintah pemilik rumah, yang merupakan seorang pengusaha beras di Pasar Inpres. Saat mereka hendak membersihkan rumah tersebut, ternyata mereka menemukan mayat seorang perempuan. Setelah kami periksa, raut wajah dan ciri-cirinya. Ternyata mirip sekali, dengan putri anda, Rembulan. Sekarang jenazahnya ada di kamar mayat rumah sakit RSCM. Kami berharap, Bapak saat ini bisa ikut bersama dengan kami, untuk mengenali mayat tersebut," tutur Sersan Hasan menjelaskan secara perlahan.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun ... astaghfirullah alaziim!" desis Pak Haji Ibrahim sambil mengusap wajahnya perlahan. Dia tampak terpukul sekali, dengan berita yang disampaikan oleh para Polisi. Demikian juga dengan Aliza dan Seroja. Mereka langsung menetaskan air mata seketika.

"Maaf, apakah Mbak ini, kembarannya Mbak Rembulan?!" tanya Sersan Hasan sambil menatap lekat ke wajah Seroja.

"I-iya, benar, Pak Polisi, saya kembarannya Rembulan, nama saya, Seroja," jawab Seroja memperkenalkan diri.

"Pantas saja, wajah kalian berdua, bagaikan pinang di belah dua, sangat mirip sekali!" komentar Sersan Hasan sambil tersenyum sedih.

"Bagaimana Pak Haji Ibrahim, apakah Bapak dapat ikut serta dengan kami sekarang juga, ke rumah sakit RSCM?!" tanya Sersan Watimena.

"Baik Pak Polisi, saya akan ikut. Tunggu sebentar, saya ingin berganti pakaian ...."

"Aku ikut ya, Pak?! seru Aliza penuh harap. Sambil memegang lengan Pak Haji Ibrahim.

"Aku juga mau ikut menemani, Pak?!" ujar Seroja pula.

"Baiklah, kalau memang kalian mau ikut. Sekalian untuk menemani juga saling menguatkan," jawab Pak Haji Ibrahim memutuskan.

Kemudian Pak Haji Ibrahim masuk ke dalam kamar. Bersamaan dengan kedatangan Mbok Jum, yang membawa dua gelas kopi hitam hangat untuk para Polisi.

"Silakan di minum kopinya Pak Polisi, mumpung masih hangat," kata Mbok Jum mempersilahkan.

"Terimkasih, Mbok!" Kedua Polisi itu langsung meminum kopi tersebut.

Dan, tidak lama kemudian, Pak Haji Ibrahim keluar dari dalam kamarnya. Lalu dengan menaik mobil yang dikendarai oleh Sersan Hasan, mereka semua berangkat ke rumah sakit.

Sepeninggal mereka semua, Mbok Jum langsung menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya. Setelah mengetahui kabar menyedihkan, yang dialami oleh Rembulan. Mbok Jum adalah pengasuh Rembulan sejak kecil. Makanya dia sudah menganggap, bahwa Rembulan seperti anaknya sendiri saja.

***

Satu jam kemudian, mobil yang dikendarai oleh Sersan Hasan, memasuki parkiran rumah sakit RSCM. Setelah itu mereka semua bergegas berjalan menuju ke kamar mayat. Yang letaknya di ruang belakang rumah sakit ini.

Aroma obat-obatan ciri khas sebuah rumah sakit tercium tajam, saat mereka berjalan menelusuri lorong. Aliza terus menggenggam tangan Seroja sambil berzikir di dalam hatinya.

Kedekatannya sebagai Kakak beradik, dengan Rembulan selama ini. Sungguh membuat dirinya terpukul, dengan kenyataan yang ada. Rembulan sudah bagaikan Kakak, teman, sahabat, bahkan Ibu bagi dirinya. Merupakan tempat untuk mencurahkan segala isi hati. Makanya perasaan kehilangan, kesedihan yang mendalam, rasanya tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka tiba di gedung belakang rumah sakit. Langkah kaki mereka berhenti, persis di depan sebuah pintu ruangan berwarna serba putih bertuliskan "Kamar Mayat RSCM".

Seorang lelaki berkumis tebal, membuka pintu hendak keluar dari ruangan tersebut. Saat berpapasan dengan Sersan Hasan, dia langsung mengenalinya.

"Selamat siang, Sersan Hasan! Ada yang bisa saya bantu?!" sapanya sambil tersenyum ramah.

"Selamat siang juga, Mas Adit! Saya bersama dengan keluarga korban, ingin melihat jenazah perempuan yang baru masuk tadi pagi. Mohon bantuannya ...."

"Jenazah seorang perempuan, yang ditemukan di rumah kosong. Atau yang ditemukan di pinggir jurang, Sersan Hasan?! Sebab, tadi pagi, ada dua jenasah perempuan yang baru masuk, " jawab Mas Adit balik bertanya untuk memperjelas.

"Jenazah yang di rumah kosong, Mas Adit!"

"Oh, baiklah kalau begitu, silahkan masuk!" sahut Mas Adit sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Kemudian mereka semua masuk, ke dalam kamar mayat tersebut. Di dalam kamar mayat terdapat beberapa tempat tidur, yang berjumlah kurang lebih sepuluh.

Di atas tempat tidur itu terbujur jenazah, yang diselimuti kain putih dari ujung kepala hingga kaki. Aroma formalin yang merupakan, bahan kimia untuk mengawetkan mayat. Tercium pekat memenuhi seluruh ruangan.