Dingin malam mulai terasa menusuk, bahkan di dalam gua yang terlindungi dari angin. Reyna berjalan dengan hati-hati, bola kristalnya memancarkan cahaya biru lembut yang menerangi jalur sempit di depannya. Naga Perak berjalan di sisinya, langkah-langkahnya nyaris tak bersuara, sementara Lian mengikuti dari belakang dengan pedang di tangannya, siap menghadapi ancaman yang mungkin muncul kapan saja.
"Tempat ini semakin aneh," gumam Reyna sambil melirik dinding gua yang kini dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno. Beberapa terlihat seperti simbol naga, sementara lainnya menggambarkan pertempuran besar antara manusia dan makhluk mitologis.
"Ini bukan sekadar gua," jawab Naga Perak. "Ini adalah bagian dari sejarah yang terlupakan. Setiap ukiran di sini adalah pesan dari leluhur yang mencoba mengingatkan kita akan sesuatu."
"Pesan?" tanya Reyna penasaran.
"Ya. Tapi memahami pesan itu membutuhkan lebih dari sekadar mata," Naga Perak menjawab penuh teka-teki.
Langkah mereka berhenti di depan sebuah pintu besar yang tampak seolah terbuat dari batu giok, dengan ukiran naga yang melingkar mengelilinginya. Mata naga pada ukiran itu berkilau merah, seolah hidup.
"Apa ini?" Lian bertanya, mendekati pintu dengan hati-hati.
"Pintu ini disebut Gerbang Takdir," Naga Perak menjelaskan. "Hanya mereka yang membawa harapan sejati yang bisa membukanya."
Reyna menatap pintu itu, merasa tertarik sekaligus gentar. "Bagaimana cara membukanya?"
Naga Perak mengangguk ke arah ukiran mata naga yang bersinar merah. "Kau harus menunjukkan hati yang murni. Tapi ingat, jika kau ragu, pintu ini tidak akan membukakan jalanmu."
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Reyna melangkah maju. Ia meletakkan telapak tangannya di atas ukiran mata naga itu. Saat ia melakukannya, seberkas cahaya merah melesat dari ukiran, menyelimuti tubuhnya.
Seketika, Reyna terhenti di ruang kosong yang dipenuhi bintang. Di hadapannya, muncul bayangan dirinya sendiri, sama seperti saat di altar sebelumnya. Namun kali ini, bayangan itu terlihat lebih besar dan lebih menakutkan.
"Berani lagi mencoba?" bayangan itu mengejek. "Kau tidak belajar dari masa lalumu, Reyna. Kau masih lemah."
Reyna menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku tidak akan mundur," katanya tegas.
Bayangan itu tertawa, suaranya menggema seperti guntur. "Cinta sejati? Harapan? Kau tidak memiliki apa pun dari itu. Kau bahkan tidak yakin dengan jalanmu sendiri."
Reyna menggenggam liontin pemberian ibunya di lehernya, merasakan kehangatan yang menenangkan. "Aku mungkin tidak sempurna, dan aku mungkin tidak punya semua jawaban. Tapi aku percaya pada orang-orang yang aku cintai, dan itu cukup untuk membuatku terus melangkah."
Bayangan itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya menyusut dan menghilang.
Saat Reyna kembali ke gua, pintu besar itu mulai terbuka dengan gemuruh pelan. Cahaya keemasan menyembur keluar, menerangi wajah mereka yang penuh keheranan.
"Luar biasa," gumam Lian, suaranya penuh rasa hormat.
Di balik pintu, mereka menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi harta karun, tapi itu bukanlah hal yang paling mencolok. Di tengah ruangan, berdiri sebuah patung naga raksasa, dengan kristal besar di dadanya yang bersinar terang.
"Itu... itulah inti dari kekuatan Naga Sejuta Cinta," kata Naga Perak, suaranya berubah menjadi nada penuh hormat.
Reyna merasa jantungnya berdegup kencang. Apa yang mereka temukan bukan hanya rahasia naga, tapi juga bagian dari takdir mereka yang belum sepenuhnya terungkap.
Dinginnya udara gua terus menusuk, mengiringi setiap langkah Reyna, Lian, dan Naga Perak. Mereka telah mencapai kedalaman yang hanya disebutkan dalam bisikan legenda. Bayangan dinding gua bergerak mengikuti cahaya bola kristal yang dibawa Reyna, menciptakan ilusi makhluk tak kasatmata yang mengintai di balik kegelapan.
"Tempat ini seperti hidup," gumam Reyna dengan napas terengah. "Aku merasa dia mengamati kita."
"Bukan hanya mengamati," jawab Naga Perak dengan nada serius. "Gua ini adalah bagian dari dirinya—jiwa naga yang telah menyatu dengan tanah dan batu. Setiap langkah kita menciptakan gema dalam kesadarannya."
Lian mengencangkan genggaman pada pedangnya. "Kalau begitu, kita harus siap menghadapi apa pun yang ada di sini."
Mereka tiba di persimpangan. Jalan bercabang ke kiri dan kanan, keduanya tampak sama-sama gelap dan penuh ancaman. Reyna menatap ke kedua arah, kebingungan.
"Ke mana kita pergi sekarang?" tanyanya.
Naga Perak melangkah ke depan, mengendus udara. "Ke kiri. Di sana aku merasakan energi yang familier. Tapi... waspadalah. Ini bisa jadi jebakan."
Mereka melangkah ke jalan kiri. Udara semakin dingin, dan suara tetesan air menjadi satu-satunya hal yang memecah kesunyian. Namun, Reyna merasa ada sesuatu yang aneh. Semakin mereka melangkah, bayangan di dinding semakin nyata, seolah mengikuti mereka dengan gerakan yang tidak sejalan dengan langkah mereka.
"Apakah kalian melihat itu?" Reyna bertanya dengan suara bergetar.
"Aku melihatnya," Lian mengakui, matanya tajam mengamati sekeliling. "Apa pun itu, bersiaplah."
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari depan mereka, seperti langkah berat makhluk raksasa. Cahaya dari bola kristal Reyna menangkap sosok besar yang muncul dari kegelapan—seekor naga hitam dengan mata merah menyala.
"Naga Bayangan," bisik Naga Perak. Suaranya penuh dengan peringatan.
Naga hitam itu membuka mulutnya, mengeluarkan raungan yang mengguncang dinding gua. Lian segera maju, mengangkat pedangnya. Reyna, di sisi lain, merasakan sesuatu yang berbeda. Naga itu tidak terlihat seperti hendak menyerang, melainkan... menderita.
"Tunggu!" teriak Reyna, menghentikan Lian sebelum dia melancarkan serangan. "Dia... dia tidak ingin melawan kita."
Lian menoleh, ragu-ragu. "Apa maksudmu?"
Reyna melangkah maju, mengabaikan peringatan Naga Perak. Ia bisa merasakan emosi yang terpancar dari makhluk itu—kesedihan, kemarahan, dan ketakutan yang dalam. "Dia terperangkap di sini. Dia bukan musuh kita."
Naga hitam itu menundukkan kepala, matanya yang merah berkilauan dengan air mata. Dari dalam hatinya, terdengar suara lirih yang seolah langsung masuk ke dalam pikiran Reyna.
"Tolong... bebaskan aku," suara itu memohon.
Reyna berbalik menatap Naga Perak. "Bagaimana kita bisa membebaskannya?"
Naga Perak terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hanya mereka yang memiliki hati murni yang dapat menghancurkan belenggu bayangan ini. Tapi jika kau gagal, kau mungkin akan kehilangan segalanya."
"Aku akan melakukannya," kata Reyna tanpa ragu.
Dia menutup matanya, merasakan energi dari bola kristalnya menyatu dengan jiwanya. Cahaya biru mulai memancar dari tubuhnya, mengalir menuju naga hitam itu. Cahaya tersebut menyelimuti tubuh naga, menghancurkan bayangan yang membelenggunya satu per satu.
Raungan kesakitan terdengar, menggema di seluruh gua. Namun, perlahan, bayangan itu mulai memudar. Naga hitam itu berdiri tegak, matanya yang merah berubah menjadi biru lembut.
"Terima kasih," katanya dengan suara yang dalam namun penuh rasa syukur. "Kalian telah membebaskan aku dari kegelapan yang telah lama menyiksaku."
Reyna tersenyum lemah. Tubuhnya terasa lelah, tetapi hatinya ringan. "Kita tidak akan meninggalkan siapa pun dalam kegelapan."
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan perjalanan, suara gemuruh lain terdengar, lebih keras dan lebih mengancam. Dinding gua mulai retak, dan batu-batu besar berjatuhan.
"Gua ini runtuh!" seru Lian. "Kita harus keluar dari sini sekarang!"
Naga hitam mengangguk. "Naiklah ke punggungku. Aku akan membawa kalian keluar."
Dengan cepat, mereka naik ke punggung naga hitam, yang kemudian melesat dengan kecepatan luar biasa melalui lorong gua yang runtuh. Cahaya dari dunia luar mulai terlihat, memberikan harapan di tengah kekacauan.
Namun, sebelum mereka benar-benar keluar, sebuah suara bergema di belakang mereka, penuh dengan kemarahan. "Kalian tidak akan lolos begitu saja!"
Suara itu datang dari dalam gua, dari sosok yang masih tersembunyi dalam kegelapan. Reyna merasakan hawa dingin yang menakutkan menyelimuti dirinya, seolah sesuatu yang lebih besar dan lebih berbahaya sedang menunggu mereka di luar.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Reyna hingga bab ini! Ketegangan terus meningkat, dan rahasia besar mulai terungkap. Apa yang menanti mereka di luar gua? Jangan lewatkan kelanjutan petualangan ini. Dukungan kalian sangat berarti—silakan bagikan pendapat atau teori kalian di kolom komentar!