webnovel

Mystique : You're My Bridge

Apartment yang terkenal sangat sepi, penghuninya yang tidak pernah terlihat bagaimana rupanya, terkadang terdengar suara teriakan aneh didalamnya membuat apartment itu beraura mistis. Memang suram, seperti pemiliknya yang memiliki trauma mendalam akan dunia luar, tak ada yang bisa menemuinya kecuali sang dokter pribadi dan sahabat sejatinya. Sepertinya dia hanya akan menghabiskan sepanjang waktunya untuk memenuhi hobi menulisnya dan memenuhi kepuasan pembaca tentang dunia fantasi, magis, dunia impian yang penuh adrenalin. Benar, dunia yang ia buat sendiri tanpa cinta. Pikirnya. Walaupun begitu ia adalah penulis yang sangat mengidam-idamkan cinta yang suci setidaknya sebelum peristiwa yang membuatnya trauma dan tak ingin lagi mendengar apapun tentang cinta. Sekalipun para pembaca menyarankan agar memberi bumbu cinta pada ceritanya, ia tetap saja tidak akan melakukan hal itu. Namun, suatu hari seorang pria asing dari luar karena penasaran memasuki apartmentnya. Mata mereka bertemu dan saling terpaku satu sama lain. Cuplikan-cuplikan singkat kembali melewati saraf-saraf sang penulis yang mulai membuat gelagat aneh, dengan keringat yang bercucuran, dan kepala yang terasa sangat berat. Seketika suara teriakan yang begitu traumatik kembali terdengar. "Aaaaaaaaaaaaaaaahh" Sebuah benda tajam melayang kearah pria itu. Bagaimana? apakah kau ingin mengetahui nasib si pria dan si penghuni apartement misterius ini? Ikuti kisahnya !! Mystique : You're My Bridge By im_jiah6

im_jiah6 · Celebrities
Not enough ratings
5 Chs

Ruang Ingatan

"Appaaaa Eommaaa hentikaaan"

Sambil menutup telinga aku berteriak karena sungguh tak mampu lagi aku menahan semua ini. Berbagai sumpah serapah melayang dari bibir seseorang yang tidak pantas mengatakan itu. Ibu.

Ibuku bergerak dengan cepat meraih sebuah pisau dapur yang tidak jauh darinya. Hanya satu yang bisa kulakukan saat ini. Aku tak perduli lagi apa yang akan terjadi selanjutnya, kakiku bergerak dengan sendirinya untuk memeluk ayahku.

"Miyeon ah, jangan"

Sret....

Nafasku mengacu dengan cepat, jantungku hampir saja copot. Aku melihat sekelilingku semuanya yang kulihat tadi hanyalah mimpi. Namun rasa sakit ini tidak hilang dari ingatan itu. Padahal sudah 4 tahun berlalu.

Aku duduk bersandar meraih gelas berisikan air mineral yang sudah kusiapkan sebelumnya. Seraya menetralkan perasaanku ini, aku menatap selimutku yang tak pernah tergantikan. Aku sangat menyayanginya ini dari ayahku, kado sederhana yang ia berikan yang sampai saat ini menjadi penghangat tubuhku dikala musim dingin, sakit, maupun sekedar menyamankan diri saja.

Kalau boleh jujur, seperti kata Minhee aku ingin seperti dulu. Aku merindukan dunia luar, dunia yang bisa mengabulkan segala permintaanku. Namun aku tidak bisa lagi, penderitaan ini sudah cukup bagiku. Gambaran-gambaran yang terus kulihat ini adalah alasan betapa berbahayanya diluar sana.

Gambaran bagaimana cinta suci yang aku gambarkan hanya karena melihat keluargaku yang harmonis dan dongeng-dongeng kesukaanku yang selalu berbahagia membuat diriku mendambakan hal itu. Namun, gambaran yang kutanamkan dalam hatiku itu begitu berbeda dari kenyataan.

Saat itu, aku menangis tanpa henti, ayah dan ibuku tidak pernah sedetikpun membuat telingaku tidak berdengung. Aku muak dengan pertengkaran ini, diumurku yang baru saja akan menginjak 19 tahun ini tentu saja aku sudah paham pada apa yang terjadi. Aku bukan lagi anak kecil yang hanya mengikut saja.

Setiap hari, setiap jam, setiap detiknya selalu ada pertengkaran, akupun tak bisa hanya menangis mengurung diri namun aku pun ikut dalam pertengkaran yang berkepanjangan itu. Aku berjanji aku akan terus melindungi ayahku. Dari perempuan yang sudah terbutakan itu.

Namun terkadang aku lelah dengan semua ini, ibuku yang menjahatiku karena dengan beraninya aku menghina pria penghancur keluarga ku. Demi pria itu ibuku menggugat cerai semenjak 1 tahun perjuangan kami mempertahankan keluarga ini, akhirnya retak juga.

Setelah berpisah, aku dan ayah memutuskan untuk memulai kembali semuanya di Seoul, aku berkuliah disana dan ayah juga mulai mencari pekerjaan disana. Semuanya berjalan lancar sampai pada suatu hari aku menerima kabar bahwa ayahku sedang dirumah sakit, akupun bergegas secepat mungkin menuju kerumah sakit.

Melihat ayahku terbaring dengan badan penuh luka disana membuat hatiku patah, aku hanya menangis dan berdoa untuk kesembuhannya. Aku sangat khawatir sampai-sampai aku mengabaikan semua orang diruangan itu. Mataku hanya tertuju pada ayah hingga tangan seseorang menggenggam tanganku.

"Nak, ibu merindukanmu"

Suara ini, kalimat ini, aku berbalik menatap kedua orang yang sudah menghancurkan ayahku. Ibu, dan si pria tak tahu diri ini.

"Maaf nak, kami ingin berkunjung tapi kami malah menabrak ayahmu makanya kami datang untuk bertanggungjawab membayar semua pengobatannya" Ungkap pria tak tau malu itu.

Ingin sekali aku berteriak memaki mereka, tapi aku hanya terdiam menatap wajah meremehkan mereka padaku. Kasihan sekali ayahku, aku tak akan tinggal diam. Karena mereka, ayahku jadi begini.

Aku bergerak menyelidiki tempat kejadian dan sesuai rekaman CCTV dari sebuah toko kecil disana, mobil tiba-tiba melaju kencang dan menabrak ayah hingga terlempar jauh kemudian mobil itu memutar balik dan menabrak ayahku yang kedua kalinya hingga tubuh malang ayahku terdorong ketembok dengan keras. Kupikir itulah mengapa ayahku mengalami patah tulang.

Setelah mereka turun, seorang warga mendatangi tempat kejadian dan mereka pun mengaku tak sengaja menabraknya maka dari itu, mereka berkata akan bertanggung jawab atas kecelakaan itu.

Sungguh akting yang memukau, tapi mereka tak bisa mengelabuiku. Kupikir selama ini ibu mencoba membunuh ayah karena ayah tak membiarkannya bersama pria itu namun ternyata setelah cerai pun memang ibuku tetap ingin membunuh ayah.

Berkat rekaman itu, polisi berhasil memenjarakan mereka. Akupun melakukan pekerjaan paruh waktu untuk membiayai pengobatan ayah. Hanya selang beberapa minggu, entah kenapa sepulang kuliah, pergi dan pulang bekerja aku merasa seseorang selalu mengikutiku.

Sebagai catatan, aku mempunyai kekasih yang bernama Kim Jinhyung saat itu aku merasa orang itu tak akan mengikutiku lagi. Namun aku salah, bukannya aku terlindungi aku malah dipertemukan dengan orang asing yang ternyata selama ini mengikutiku oleh pacarku sendiri.

Dengan alasan dia ingin aku untuk memasuki kelompok belajarnya. Aku mengikutinya kesebuah perumahan yang katanya itulah tempat tongkrongan yang mereka akan gunakan. Ketika aku memasuki perumahan itu, Jinhyung langsung menutup pintu, menguncinya dan mengucapkan selamat tinggal padaku. Aku masih tak mengerti.

Aku pun dengan panik mengetuk-ngetuk pintu dengan keras berharap seseorang membuka pintu itu untukku. Namun, suara langkah dari dalam rumah itu terdengar akan mendekatiku, aku menutup mulutku berusaha agar seolah aku tak ada disana.

Perlahan salah satu pintu terbuka menampakkan seseorang dengan topeng panda mendekatiku, tentu saja dia si penguntit itu. Aku tak pernah tahu wajah dari si topeng panda itu, daridulu hingga sekarang pun.

Entah sejak kapan semua peralatan aneh sudah berada disisinya. Ia menunduk memandangiku tanpa berkata sedikit pun dan menyeretku kedalam sebuah kamar yang penuh dengan fotoku. Apapun yang kulakukan semuanya terpampang jelas difoto-foto itu membuat tubuhku bergidik ngeri. Dia mencatat semua tentangku.

"Akhirnya, Miyeon Miyeon Miyeon sayangku, kau milikku sekarang" Setelah mengatakan itu, ia tertawa jahat dan kemudian bersedih dan tertawa lagi.

"Setelah sekian lama, tak boleh ada yang mendekatimu. Lihatlah mereka semua sudah mati ditangani" Ia membawaku kesebuah gudang berisikan mayat-mayat dari orang-orang yang pernah menyatakan cinta padaku.

"Kau milikku seorang, beruntung si Jinhyung itu menjualmu, aku puas, aku aku harus memilikimu seutuhnya, aku harus"

Dengan tidak sabaran, dia mulai menyentuhku sambil mengatakan beberapa hal yang membuatku tersadar ternyata ini memang rencana mereka. Orang misterius yang terus mengikutiku itu adalah dia. Kehadiran Jinhyung ke dalam hidupku pun karena dirinya. Dia adalah psiko yang terobsesi denganku. Hingga ia berhasil mendapatkanku dan akhirnya melecehkanku dengan kasar.

Rasanya seperti ingin bunuh diri saja. Aku tak bisa berkutik. Dia menjeratku begitu dalam kedalam permainan paksaan ini. Saat itu, aku hanya mengingat ayah, aku masih ingin bertemu dengannya, siapa yang akan membiayai pengobatannya, siapa yang akan terus merawatnya?

"Ayah maafkan aku" kataku meneteskan air mata begitu banyak. Apalagi ketika orang itu mengambil handphoneku dan mengangkat telepon dari Minhee seperti akan tahu apa yang dikatakan Minhee.

"Miyeon ah kau dimana? Ayahmu ayahmu sudah meninggal, cepatlah aku menunggumu"

"Ayah, Minhee tolo~" Belum selesai aku berbicara, orang itu sudah menutupnya dan langsung menyumpal mulutku dengan kain.

"Sungguh dramatis, mau melihatnya untuk yang terakhir kali?" Katanya kemudian memperlihatkan sebuah video yang membuat tubuhku kaku. Sebuah video yang memperlihatkan jelas bagaimana orang berpakaian suster itu membunuh ayah.

"Mau kuantar kau keakhirat bersamanya? Tapi pertama-tama biarkan aku memakanmu dahulu"

Sret...

Pagi itu aku pulang dengan sempoyongan, ingatanku yang hilang sebagian akibat aku yang terus melawan dan akhirnya ia membenturkan kepalaku hingga pingsan. Entah bagaimana aku keluar aku tak mengingatnya sedikit pun. Bahkan untuk kepemakaman ayah pun tak sanggup lagi aku hadiri. Begitu kacau, saat itu hari-hariku hanya penuh kewaspadaan, ketakutan, aku terus mengurung diri dan terus meratapi apa yang sudah terjadi padaku.

Karena penderitaan yang tak kunjung selesai itu, aku berbisik pada diriku sendiri bahwa aku mungkin tak pantas hidup didunia ini, semuanya dimuka bumi ini hanyalah sekedar kepuasan semata. Orang-orang akan bergerak untuk memuaskan hasrat mereka.

Aku tak lagi ingin mencintai seseorang. Cinta itu hanyalah bualan. Karena kejadian-kejadian menyakitkan ini, aku sangat takut untuk menghadapi orang-orang baik wanita maupun pria. Ayah sudah tak ada, tak ada yang perlu kupertahankan lagi didunia ini selain nyawaku. Aku hanya ingin disini, dirumah nyamanku, tanpa melihat orang asing lagi.