webnovel

Mystique : You're My Bridge

Apartment yang terkenal sangat sepi, penghuninya yang tidak pernah terlihat bagaimana rupanya, terkadang terdengar suara teriakan aneh didalamnya membuat apartment itu beraura mistis. Memang suram, seperti pemiliknya yang memiliki trauma mendalam akan dunia luar, tak ada yang bisa menemuinya kecuali sang dokter pribadi dan sahabat sejatinya. Sepertinya dia hanya akan menghabiskan sepanjang waktunya untuk memenuhi hobi menulisnya dan memenuhi kepuasan pembaca tentang dunia fantasi, magis, dunia impian yang penuh adrenalin. Benar, dunia yang ia buat sendiri tanpa cinta. Pikirnya. Walaupun begitu ia adalah penulis yang sangat mengidam-idamkan cinta yang suci setidaknya sebelum peristiwa yang membuatnya trauma dan tak ingin lagi mendengar apapun tentang cinta. Sekalipun para pembaca menyarankan agar memberi bumbu cinta pada ceritanya, ia tetap saja tidak akan melakukan hal itu. Namun, suatu hari seorang pria asing dari luar karena penasaran memasuki apartmentnya. Mata mereka bertemu dan saling terpaku satu sama lain. Cuplikan-cuplikan singkat kembali melewati saraf-saraf sang penulis yang mulai membuat gelagat aneh, dengan keringat yang bercucuran, dan kepala yang terasa sangat berat. Seketika suara teriakan yang begitu traumatik kembali terdengar. "Aaaaaaaaaaaaaaaahh" Sebuah benda tajam melayang kearah pria itu. Bagaimana? apakah kau ingin mengetahui nasib si pria dan si penghuni apartement misterius ini? Ikuti kisahnya !! Mystique : You're My Bridge By im_jiah6

im_jiah6 · Celebrities
Not enough ratings
5 Chs

Back To December

Bulan itu dibulan Desember, salju pasti turun sangat tebal diluar sana. Begitu dingin, aku hanya menonton televisi melihat kabar berita diluar sana. Aku tersenyum. Orang-orang diluar sana bekerja dengan jaket setebal itu sedangkan aku disini dengan selimut hangatku, api unggun dan kopi panas di hadapanku.

"Miyeon ah"

Aku berbalik tatkala mendengar seseorang memanggil namaku. Dia Minhee, ia berjalan mendekatiku dan berkata "Ada apa denganmu? Apa saja yang kau lakukan belakangan ini?" Wajahmu, kau begitu kurus"

Tubuhku tiba-tiba gemetaran, nafasku memburu, dan keringatku bercucuran. Entah apa yang terjadi pada tubuhku, padahal orang itu hanya Minhee, padahal aku sendiri yang memanggilnya kesini karena kesepian, aku tak tahan, aku menutup telingaku dan berteriak sekencang mungkin.

"Aaaaa... Jangan mendekatiku, pergi kau" Teriakku membuat Minhee mundur perlahan.

Karena itu, Minhee hanya menghubungiku lewat handphone. Katanya dia akan kesini lagi sampai aku siap bertemu dengannya.

Setiap harinya, aku meminta maaf padanya, aku tak sangka bahkan trauma ini pun berlaku pada sahabatku sendiri. Hingga aku memintanya untuk datang kembali. Aku sebenarnya belum siap tapi tak akan ada kata siap jika terus menunggu.

Namun dia tidak datang sendirian melainkan dia membawa seorang dokter psikiater yang akan menanganiku. Reaksi itu akhirnya datang lagi. Aku berlari cepat memasuki kamarku dan menguncinya rapat-rapat. Siapa orang itu? Tidak, mengapa aku bertanya seperti ini. Jika dilihat dari pakaiannya tentu saja dia seorang dokter.

Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarku terdengar. Jantungku semakin memburu, mataku mengeluarkan air mata, aku melihat sekelilingku seolah seseorang sedang merekamku dibalik sana. Aku memeluk diriku sendiri, tangisku semakin menjadi.

Sejak saat itu, mereka terus mendatangiku, tak peduli berbagai macam reaksi yang aku perlihatkan, sampai-sampai aku membenci dokter itu. Dia terus memberiku tugas yang tak mungkin aku kerjakan. Aku tetap berada pada keputusanku. Aku tak akan keluar rumah.

Karena itu, Minhee memutuskan untuk pindah disamping apartemenku agar mudah bagi kami untuk berjumpa. Berkat bantuannya aku bisa memesan online dimana Minhee yang akan menandatangani surat tanda terima barang jadi aku tak perlu takut lagi. Aku sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Minhee begitu juga pada dokter Harin.

Memang aku akui belakangan ini aku mulai menerima keberadaan mereka sebagai orang-orang yang selalu baik padaku. Kupikir itu berlaku hanya pada mereka yang berhasil mengambil hatiku. Ya hanya pada mereka, jika aku melewati batasku dan bertemu orang-orang asing diluar sana, semua orang tak mungkin harus mengambil hatiku layaknya Minhee dan dokter Harin.

Aku tak ingin membuat orang-orang asing itu membahayakanku, aku juga tak ingin melukai hati seseorang karena penyakitku ini, jadi tak ada alasan untuk bertemu mereka. Aku hanya harus membatasi diriku pada dunia luar.

Aku mendapatkan uang dari hasil menulisku, dimana aku menyatakan berhenti dari genre romantis. Belajar tentang genre lain, membuat pengetahuanku meluas tentang dunia ini dari sebelumnya. Aku dapat menatap kehidupan orang lain, bagaimana mereka menyelesaikan berbagai masalah. Ada pun pengetahuan lainnya, setiap kali aku akan menulis cerita baru, aku harus mempelajari apa yang dibutuhkan didalam cerita.

Tak ada yang bisa kulakukan selain menulis, melalui uang penghasilanku sendiri, aku bisa memesan jika aku membutuhkan sesuatu. Dan lagi, mereka membayarku lebih banyak daripada pekerjaan paruh waktuku waktu itu.

Bel pintu berbunyi menandakan pesananku telah tiba.

Minhee membuka pintu untuk menerima pesananku seperti biasanya. Wajah Minhee tampak terkejut melihat barang yang kupesan kali ini, semuanya dalam jumlah besar. 2 kardus novel untuk referensiku nanti, kemudian beberapa skincare dan yang terakhir adalah rak-rak khusus untuk buku-buku itu maupun yang tertumpuk didalam.

Butuh beberapa orang untuk memasukkan lemari itu kedalam rumah sehingga aku harus bersembunyi, aku maupun mereka tak boleh sampai bertemu. Karena keberadaanku yang terletak jauh dari kamar yang berada di lantai dua maupun ruangan-ruangan yang tersembunyi lainnya disana. Aku hanya bersembunyi didalam dapurku, yaitu tepat disamping ruangan yang dimana mereka menyimpan dan menata rak-rak buku itu.

Walaupun hanya suara langkah kaki dan suara asing mereka sudah membuat jantungku berdegup kencang, aku lagi-lagi tak sadar jika sekarang aku sedang menutup kedua telingaku dan meringkuk ketakutan, selalu seperti ini aku pun sangat tak suka perasaan menyiksa ini.

Kurasa kali ini aku ingin mengintip sedikit saja melihat orang luar. Aku hanya penasaran. Sedikit saja. Aku harus memberanikan diriku.

Dengan tangan yang gemetaran ini aku memegang ganggang pintu dan membukanya perlahan agar tak ada yang sadar akan keberadaanku. Tak pernah lagi rumahku seramai ini sebelumnya, aku menelan ludahku sendiri.

Mengapa begitu sulit untuk melihat orang lain.

Aku menutup mataku dan menarik nafasku dalam-dalam mencoba menenangkan diriku sendiri. Saat aku ingin mulai melihat keadaan disana, hanya satu yang dapat kulihat. Seorang lelaki yang juga sedang menatapku. Ya, mata kami bertemu. Tubuhku seketika kaku, aku seperti sedang menahan nafasku.

Mata lelaki itu hanya tertuju padaku membuat kedua kakiku tak sanggup menahan berat badanku sendiri. Aku jatuh terduduk. Belum ada yang menyadari keberadaanku selain dia yang juga hanya terdiam heran melihatku. Sebelum reaksi aneh yang akan terjadi padaku, tanganku bergerak dengan cepat menutup pintu itu agar aku sedikit tenang walaupun suara mereka masih tak bisa bersahabat dengan telingaku.

Aku mendengar percakapan mereka. Ternyata lelaki tadi adalah orang yang selalu membawakan barang-barangku, dia tampak akrab dengan Minhee bahkan Minhee sampai memanggilnya Oppa dan juga bercanda tawa dengannya.

"Minhee ya, sejak pertama kali aku mengantarkan barang disini aku tak pernah bertemu pemiliknya. Dari awal memang hanya kau yang selalu menerima pesanan miliknya. Awalnya aku kira kau adalah pemilik apartemen ini tapi ternyata apartemen yang disebelah itu milikmu. Aku sudah melihat semua pemilik apartemen dari kompleks ini tapi aku penasaran dengan apartemen ini. kau pasti sangat dekat dengan pemiliknya. Apa dia baik-baik saja?" Tanya lelaki itu.

Minhee yang tak mengerti sama sekali dengan pertanyaan lelaki itu balik bertanya "Maksud Oppa? Mengapa tiba-tiba Oppa menanyakan hal itu?"

"Sebenarnya itu" Ucapan lelaki itu terhenti, suara lelaki itu maupun suara Minhee tak terdengar lagi melainkan suara langkah kaki mereka yang mendekatiku.

Aku yang berada dibalik pintu pun bingung dengan apa yang akan mereka lakukan, apa yang dipikirkan lelaki itu tentangku? Minhee ya, mengapa kau juga ikut terdiam. Keadaan ini membuatku takut.

Perlahan aku mendengar seseorang memegang ganggang pintu dan menggerakkannya mencoba untuk membuka pintu ini. Aku tak bisa hanya diam, aku menahan dengan sekuat tenaga agar ia tak melihatku. Namun, seluruh tubuhku melemah, tanganku melemah, aku tak bisa melakukan apapun.

Aku tak punya lagi tempat tuk bersembunyi, Minhee ya, kau dimana?

Mengapa kau tak menahan lelaki ini? Tolong aku.

Pintu itu akhirnya terbuka.

Ceklek...