Nadine dan Marvin duduk bersebelahan di kursi paling belakang.
Setelahselesai dengan materi piskologi, Nadine di ajak Marvin ke kantin yang tak begitu jauh.
Di kantin Marvin memesan dua es jeruk. Sambil menunggu minuman datang, Marvin mengeluarkan ponselnya.
"Nad, aku ada beberapa pilihan pengusaha muda yang sukses di kota ini, ini ada tiga kandidat yang aku rasa sangat pantas untuk kita wawancarai." Ucap Marvin sambil menunjukkan beberapa foto pria sebagai pengusaha muda yang lagi trend akan kesuksesannya.
Nadine melihat hanya dua foto pria yang di tunjukkan Marvin.
"Siapa mereka?" tanya Nadine masih menatap foto di ponsel Marvin,
"Yang ini, Luis tanaka masih keturunan orang jepang, usianya masih sangat muda, sejak lahir dia tinggal di sini karena maminya asli orang sini, dia cukup terkenal dengan usianya yang masih muda sudah banyak memiliki anak perusahaan di mana-mana." Marvin menunjuk foto pria muda tampan bermata sipit.
"Dan yang ini, asli dari kota ini namanya Damar prasetya, usianya lumayan hampir sama dengan kita tapi enam bulan yang lalu dia baru saja menikah, dan dia juga sukses dalam beberapa perusahaannya yang sudah berkembang sampai luar negeri." lanjut Marvin.
"Kandidat ketiga mana?" tanya Nadine menatap Marvin yang menscroll foto album di ponselnya.
Marvin menunjukkan satu foto lagi pria sebagai kandidat yang ketiga.
Marvin memberikan ponselnya ke Nadine agar bisa melihat jelas orangnya.
Nadine sedikit terperanjat saat melihat foto kandidat yang ketiga, wajah pria itu sepertinya tidak asing lagi di mata Nadine.
Dengan penasaran Nadine bertanya pada Marvin, kenapa Marvin memilih pria itu sebagai kandidat yang ketiga , padahal pria itu sudah bukan pria muda lagi, tapi sudah berusia setengah baya.
Nadine dengan segera mengembalikan ponselnya pada Marvin.
"Siapa kandidat yang ketiga itu Marv?" tanya Nadine sedikit gugup karena Nadine sangat memgenal pria itu.
"Kandidat yang ketiga ini, asli orang sini juga Nad, tapi sudah beberapa tahun ini dia tidak berada di kota ini, tapi sangat terkenal sebagai pengusaha di kota ini, aku cenderung memilih dia, karena di banding dua kandidat tadi, kandidat ketiga ini yang paling menonjol usahanya, walau dia tak nampak di permukaan tapi perusahaannya sudah di akui di luar negeri sana." Marvin menjelaskan dengan detail latar belakang kandidat ke tiga,
"Siapa namanya Marv? dan kalau melihat fotonya, dia bukan pengusaha muda lagi?" Nadine bertanya lagi.
"Namanya Ardham Devanka, memang dia bukan pengusaha muda lagi, karena memang usianya jauh di atas kita, tapi dia lagi naik daun sekarang ini walau di usianya yang sudah setengah abad tapi dia masih terlihat muda dan masih single, makanya banyak wanita yang mengejarnya." Marvin menceritakan latar belakang Ardam.
Nadine mengangkat salivanya, seakan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya soal Ardham dari cerita Marvin.
Ardham pengusaha yang lagi trending topik, dan masih single.
Nadine mengatupkan bibirnya. Ini serba kebetulan atau apa, di saat dia mati-matian ingin melupakan Ardham, Marvin membawa sosok Ardham ke permukaan sebagai kandidat yang akan di wawancarainya.
"Nadine, jadi mana kandidat yang harus kita pilih dari ketiga pria ini?" tanya Marvin.
Nadine tidak tahu harus memilih siapa, yang pasti dengan adanya Ardham, hati Nadine yang mulai belajar melupakan, kembali lagi pada titik nol, menjadi seorang pecinta Ardham.
"Menurutmu siapa yang terbaik Marv?" Nadine mencoba bertanya pada Marvin dan menganggap jawaban Marvin nanti sebagai keberuntungamnya.
Marvin menggaruk tengkuk lehernya, memikirkan siapa yang pantas di pilihnya.
"Bagaimana kalau aku memilih kandidat yang ketiga? apakah kamu setuju?" kata Marvin setelah berpikir agak lama.
"Aku menurut saja, mana yang menurutmu pantas untuk kita wawancarai." jawab Nadine singkat.
Hatinya mulai berperang, antara ingin melupakan cintanya atau membiarkan cintanya terus berkembang.
"Oke, kalau kita sudah deal dengan pria ini sebagai kandidat yang kita wawancarai, aku segera akan mencari keberadaannya dan kita akan mencari waktu yang tepat untuk membuat janji wawancara." Marvin sangat antusias dengan tugasnya ini.
Karena selain bisa menyelesaikan tugas dari Pak anwar, Marvin juga mendapat kesempatan untuk selalu bersama Nadine. dan berusaha mendapatkan nadine dalam kesempatan singkat, waktu dua minggu ini. Nadine meneguk minumannya yang baru saja di sajikan, terasa mendinginkan hatinya yang sedari tadi gelisah mengingat Ardham.
"Paman jika paman tidak datang menemuiku, maka tunggulah aku yang akan menemuimu." ucap Nadine dalam hati kecilnya.
"Dan aku ucapkan trimakasih padamu Marv, karena secara tidak langsung kamu telah membantuku membuka jalan untuk aku bisa menemuinya." lanjut Nadine dalam hati.