webnovel

My Twins Lovers

Ice Preechaya Waismay, si gadis pengarang cerita profesional, seorang secret admirer yang ga pernah dianggap oleh Sea Grissham Aidyn, pria berkharisma yang berprestasi di sekolahnya. Sampai suatu saat Ice menerima beasiswa ke Korea dan ia bertemu dengan Aldrich Liflous Moonglade, pria dengan wajah yang sama persis dengan Sea. Dan saat saat di Korea inilah sosok secret admirer yang dulu menghilang. Ice menjalankan hari harinya bersama Aldrich. Tapi, cerita belum berakhir sampai disini. Karena, Sea dan Aldrich, satupun tak ada yang tahu jika mereka memiliki saudara kembar, eh.. kembar? Yakin kembar? Muka sama bukan berarti kembar, kan? Penasaran? Baca dulu dong, kalian yang suka romance dengan baper bapernya wajib baca. Eh, tapi kalo kalian gamau baca, its okay

Leenymk · Teen
Not enough ratings
30 Chs

17. Bunga Mugunghwa

"Gue ga dapet marah sama lo, tadi cuma..... drama" kata Ice menatap Aldrich.

"Hah? Drama?"

"Tadi Ana ngeliatin kita. Gue males aja bermasalah sama dia, jadi... ya gitu" jelas Ice.

Aldrich menghela nafasnya. "Gue kira beneran" Aldrich memutar bola matanya.

"Tapi ada satu kok, yang beneran."

"Apa?"

"Lo masih sayang sama Ana, kan?" Ice sedikit tersenyum kemudian ia membalikkan badannya kemudian lanjut berjalan.

Aldrich kembali tercengang atas perkataan Ice. Bagaimana gadis itu bisa mengetahui akan hal itu, apa memang ia menunjukkaan reaksinya jika ia masih menyukai Ana?

~~~

Ice terbangun dari tempat tidurnya, ia melihat jam di hpnya menunjukkan pukul 6 pagi.

Ia memiliki waktu siap siap lagi satu jam sebelum berangkat. Ice masuk ke kamar mandinya dan segera mandi dan mengganti pakaiannya dengan kaos putih lengan panjang yang bercorak tulisan hitam "Move On" dan celana jeans panjang.

Ice menggerai rambutnya, ia sudah siap berangkat.

Tak lama kemudian

Tok tok tok

Ice membuka pintu kamarnya. Terlihat Aldrich yang mengenakan kaos hitam polos dilengkapi dengan jaket biru tuanya dan juga celana jeans panjang.

"Baju nya aja move on, kenyataan orangnya belum" Kata Aldrich memulai pembicaraan.

"Kaya lo udah aja" balas Ice.

"Asal lo tau, gue beli baju ini bukannya suka tapi untuk ngingetin diri sendiri buat move on. Gue pengen move on, tapi ga bisa bisa." Jelas Ice.

"Move on ga semudah yang lo pikirin" lanjut Aldrich.

"Kok malah ngomongin ini?" Tanya Ice. Aldrich hanya mengedikkan bahunya saja.

"Minggir, mau keluar" sambung Ice, setelah Aldrich meminggir, Ice pun keluar dari kamarnya dan mengunci kamarnya.

Ice berjalan sambil membawa kopernya ke motor Aldrich.

"Ice" panggil Aldrich.

"Hm?"

"Siapa bilang gue mau pake motor?" Tanya Aldrich.

"Lah? Trus pake apa? Jalan?" Tanya Ice balik.

"Naik angkot"

Seketika terulas senyuman diwajah Ice. Ia sudah lama ingin mendapatkan sensasi naik angkot tapi ia belum pernah sama sekali.

~~~

Kini Ice dan Aldrich sudah duduk bersebelahan dalam angkot, Ice dipinggir jendela sedangkan Aldrich di sambingnya. Ice dapat merasakan sensasi angin yang luar biasa dari luar jendela.

Ice mulai mengantuk, ia sudah setengah sadar sebelum akhirnya ia beneran tertidur di bahu Aldrich.

Aldrich menoleh spontan ke gadis disebelahnya itu, terlihat seorang gadis yang sedang tertidur pulas dengan wajah yang sangat tenang.

Aldrich kemudian perlahan mengambil hpnya, ia membuka kamera dan memfoto Ice yang masih tak sadar terlelap.

Aldrich sedikit tertawa melihat foto Ice yang baru saja ia dapatkan.

~~~

Angkot berhenti bergerak, Ice dan Aldrich mengambil kopernya dan segera turun dari angkot tersebut. Pemandangan pertama kali yang Ice lihat adalah pepohonan yang berwarna merah dan juga ada yang hijau. Sungguh pemandangan yang menyejukkan mata. Seketika terulas sebuah senyuman diwajah Ice.

Udara yang sejuk yang tak pernah ia dapatkan, akhirnya ia dapatkan disini.

"Bagus banget" kata Ice.

"Iya, di desa memang jarang ada kendaraan, pohon jadinya masih bisa hidup. Udara juga sejuk" kata Aldrich.

Ice hanya mengangguk. Mereka berdua kemudian berjalan kearah rumah Aldrich.

"Udah nyampe, ni rumah ibu gue" kata Aldrich.

Kini Ice dan Aldrich berdiri di depan bangunan yang sangat mewah. Besar, luas, dan indah.

"Yuk, masuk" kata Aldrich. Ice hanya membuntuti Aldrich dari belakang.

Saat Ice memasuki pagar rumah Aldrich, tedapat kebun yang luas di dalam sana. Sangat luas, satu hari mungkin tak dapat mengelilingi seluruh area kebun itu. Selain itu, ada satu bangunan besar. Itulah rumah Aldrich.

Aldrich membuka pintu rumahnya, terdapat ruang tamu yang lumayan luas, Aldrich dan Ice berjalan  masuk ke dalam ruang keluarga. Terlihat seorang wanita paruh baya tengah duduk di sofa dan sedang menonton televisi di ruang keluarga.

"Ma, Ald udah dateng.." Kata Aldrich menyapa ibunya. Ice hanya tersenyum ketika ibu Aldrich menoleh ke arahnya dan Aldrich. Ibu Aldrich memang orang Korea, tapi ia berbicara dengan Aldrich menggunakan bahasa Indonesia.

Ibu Aldrich, Diana bangun dari sofanya dan berjalan ke arah Aldrich. Kemudian mereka berdua berpelukan.

Sesaat setelah itu, Diana menyadari kehadiran Ice.

"Ini pacar kamu?" Tanya Diana kepada Aldrich sambil menunjuk Ice.

"Bukan ma"

"Bukan tante"

Aldrich dan Ice menjawab bersamaan.

"Ini Ice ma, dia temen Ald dari sekolah, emm, dia baru pindah kesini jadi Ald ajak jalan jalan kesini.." Lanjut Aldrich tersenyum. Ia masih berusaha menutupi tentang tujuan utama Ice kesini, karena ia yakin ibunya pasti tak akan berkata sesungguhnya.

Ice sedikit tersenyum dan menundukkan kepalanya di hadapan Diana. Diana juga membalas senyuman Ice.

"Kamu tau gak, kamu cewek pertama yang Ald ajak kesini" kata Diana sambil tersenyum ramah, Ice sedikit menoleh ke Aldrich kemudian kembali membalas Diana dengan senyuman.

"Tante tinggal disini sendiri?" Tanya Ice. Ia berusaha menutupi rasa canggungnya.

"Tante sebenarnya tinggal sama papa nya Aldrich. Tapi dia kerja di kapal pesiar jadi agak lama baru dia pulang, jadi selama ini tante sendiri.." Jawab Diana.

"Ohh.. iyaa" Ice mengangguk mengerti.

"Ma, kalo gitu Ald ngajak Ice naruh barang sama ke kamar dulu yaa"

"Iya.."

"Sini Ice" Ice hanya membuntuti Aldrich.

"Nih, kamar lo.. anggep aja ni rumah lo, kalo lo butuh sesuatu bilang aja sama pembantu disini." Jelas Aldrich. Kemudian Aldrich berjalan meninggalkan Ice kembali ke ruang keluarga.

"Ma" panggil Aldrich. Ia menaikkan kantung plastik yang ia bawa sejak tadi.

"Makanan kesukaan mama, sebelum kesini Aldrich beliin" Aldrich tersenyum.

Diana tersenyum, "Masukin mangkok sana" kata Diana.

"Oke" Aldrich segera memasuki makanan itu ke mangkuk.

"Kamu berapa hari disini Ald?" Tanya Diana.

"Sekitar satu minggu ma"

"Lagi satu tahun kamu udah mau tamat SMA, kamu mau kuliah dimana?" Tanya Diana. Aldrich menghentikan pekerjaannya sementara setelah mendengar ibunya berbicara tentang kuliah, kemudian ia lanjut melakukan pekerjaannya.

"Belum tau ma, Ald lagi pikir pikir.." kata Aldrich.

Aldrich terdiam sebentar, ia terlihat sedang berpikir tentang sesuatu.

"Ma.." panggil Aldrich tak yakin.

"Hm?"

"Emm.. ga jadi ma" Aldrich tersenyum kepada ibunya.

"Kamu nih, manggil tapi ga ngomong" Diana lanjut menonton TV, sedangkan Aldrich tenggelam dalam pikirannya.

~~~

Ice keluar dari kamarnya setelah ia selesai mandi dan merapikan kopernya.

Ice berjalan keluar ke kebun di rumah Aldrich, ia mengambil udara sejuk disana.

"Ice" panggil seseorang dari belakang Ice. Ice membalikkan badannya.

"Ald" ia tersenyum.

"Gimana? Kebun gue bagus?"

"Banget"

"Kenapa lo ga nyari sekolah di deket rumah lo aja Ald? Kan enak bisa pulang setiap hari.." kata Ice.

"Sekitar sini ga ada sekolah, sama... gue pengen sekolah di kota, biar dapet kerjaan yang bagus"

"Jarang ada yang tau ada desa sebagus ini disini.. makanya jarang ada kendaraan lewat.."

Ice mengangguk, "Bagus juga, ga ada polusi, lumayan buat ngurangin pemanasan global" lanjut Ice.

"Iya"

Ice lanjut berjalan didampingi Aldrich disampingnya. Ice melihat bunga bunga sekitar sana, kemudian, ia berhenti di satu tempat sambil menyentuh bunga yang ada disana.

"Itu bunga mugunghwa" jelas Adlrich.

Ice tersenyum "Kebun lo lengkap banget, ada semuanya" Ice terkekeh dengan tatapan yang masih ke bunga yang dibalas dengan senyuman tipis Aldrich.

"Suka?" Tanya Aldrich.

Ice menoleh ke Aldrich kemudian ia mengangguk sambil tersenyum.

Aldrich kemudian memetik satu bunga mugunghwa kemudian meletakkannya di samping telinga Ice. Ice membeku, ia tak bisa berkata apapun, matanya tak bisa berkedip dan senyumannya juga tak bisa memudar.

Aldrich kemudian melihat kembali wajah Ice dengan bunga, kemudian ia sedikit tersenyum. "Pada saat kebanyakan orang pake bunga jepun, dan gue pakein lo bunga mugunghwa.

Ice masih membeku.

"Menurut lo muka lo sama bunga mugunghwa, mana cantikan?" Tanya Aldrich.

"Y-ya je-jelas bunga lah" Ice membuang mukanya, ia sudah malu setengah mati bercampur dengan baper.

"Oh, bunga ya, gue kira lo" Aldrich sedikit terkekeh kemudian ia berjalan meninggalkan Ice yang tengah membeku.