Cahaya api mulai bekobar di tangannya, berniat untuk menghajar orang kepercayaan yang selama ini menemaninya. Dengan kekuatan penuh ia segera menghempaskan kekuatannya ke arah Rona. Soully yang saat itu masih berada di samping Rona menyadari akan perubahan emosi yang tak terkendali dari suaminya, walaupun terkadang ia tak bisa melihat cahaya api yang berkobar dari tangan suaminya itu. Dengan cepat Soully menarik Rona untuk menghindari serangan dari Yafizan yang seperti harimau hendak menerkam mangsanya. Namun nahas, bukannya mendorong Rona untuk pergi, Yafizan malah mendorong kasar tubuh Soully hingga keluar melewati pintu kamarnya.
"SOULLY!!" teriak Rona, segera ia berlari menghampiri Soully yang sudah terjatuh di lantai.
"Soully, Soully kau baik-baik saja?" Rona memindai keadaan Soully.
"Aku baik-baik saja, kak." Soully mengusap lengannya yang kesakitan.
Rona mengepalkan tangannya, memandang Yafizan dengan kesal. Soully memegang tangan Rona lalu menggeleng pelan kepalanya, seolah memberitahu untuk tidak bertindak lebih jauh. Rona yang sedang emosi pun seketika menjadi luluh.
Tangan Yafizan bergetar, perasaan bersalah langsung menyelimuti dirinya. Menyakiti Soully membuat seluruh tubuhnya menjadi tak karuan. Suhu panas di tubuhnya serta rasa sakit di kepala menyerangnya kembali. Yafizan jatuh terkulai di lantai. Mengerang kesakitan, ia meremas rambut kepalanya. Kilas-kilas bayangan yang terasa samar hinggap dalam memorinya. Rasanya ia pernah mengalami hal yang sama. Telapak tangannya kini sudah diselimuti cahaya merah membara bak api yang berkobar-kobar, iris matanya pun berubah warna menjadi merah.
"Bos..." lirih Rona ketika mendapati perubahan yang seketika dari tuan mudanya itu.
Soully memandang Yafizan seolah tak percaya. Monster itu kembali lagi. Benak Soully menyimpulkan.
Soully menghampiri Yafizan yang sedang menahan kesakitannya. Rona sekali pun tak berani mendekatinya, karena ia tahu dirinya takkan membantu.
"Soully, berhati-hatilah."
Perlahan Soully berjalan, ia berjongkok di hadapan suaminya itu. Tangannya terulur dengan bergetar hanya sekedar untuk menyentuhnya. Soully pernah melihat suaminya yang seperti ini.
"Pergi!" Yafizan menepis kasar tangan Soully lalu mengusirnya dengan nada memerintah yang tak ingin dibantah. Soully bersikukuh tak memindahkan tubuhnya. "Pergi, ku bilang PERGI!!" teriaknya.
Yafizan mendorong tubuh Soully dengan kasar. Rona yang masih menyaksikan drama tersebut segera menghampiri Soully dan membantunya.
"Kau sungguh keterlaluan, Bos." Lagi, Soully mencengkram lengan Rona untuk tidak tersulut emosi.
"Cepat kalian pergi dari sini!!" usir Yafizan kembali.
Dengan tubuh yang sempoyongan juga menahan sakit di kepalanya, Yafizan merangkak untuk meraih ponselnya yang tergeletak di lantai. Beberapa kali ia terjatuh karena tak kuat menahan rasa sakit yang menyerang tubuhnya.
Seseorang mengulurkan tangannya memberikan benda pipih canggih yang Yafizan ingin raih itu. Tanpa melihat Soully yang memberikan ponselnya, Yafizan segera meraih ponsel itu dari tangannya. Nafasnya sudah terasa sesak, karena sekuat tenaga ia mencoba menahan rasa sakitnya. Bahkan, ia berusaha untuk tidak melampiaskan bara api yang sudah membara dalam tubuhnya.
Yafizan menyandarkan punggungnya pada tepian tempat tidur. Ia menyentuhkan kembali jarinya pada layar ponsel pintarnya kemudian menaruh ponsel itu di telinganya. Berkali-kali Yafizan melakukan hal yang sama pada ponselnya, namun sepertinya yang ia lakukan sia-sia. Amarahnya kembali memuncak karena tak mendapatkan balasan dari panggilannya. Yafizan mencengkram ponselnya hingga hancur, menciptakan ledakan kecil yang membuat Soully dan Rona menutup kedua telinganya.
"Mengapa kau terus mengharapkan wanita j*l*ng itu, Bos?" Rona menggeram kesal.
Yafizan begitu terkesiap akan ucapan Rona yang terdengar memang kasar. Seperti mendapatkan kekuatannya, Yafizan beranjak berdiri lalu tangannya mencengkram leher Rona dan mendorongnya dengan kasar.
Rona jatuh tersungkur ke lantai dengan keras, terbatuk-batuk akibat serangan bosnya.
Belum puas, Yafizan kembali menghajar Rona dengan sekali pukulan. Tak hanya sampai di situ, emosi dalan jiwanya benar-benar menguasai sehingga Yafizan merasa belum puas. Kembali ia menghajar Rona berkali-kali dan Rona pun tak membalas menghajarnya karena mengingat ia tak berdaya akibat serangan Yafizan yang pertama. Bagaimanapun ia tetap harus menghormati karena Yafizan tuan muda yang harus ia lindungi sampai kapanpun.
"STOP!! Hentikan!!!" teriakan Soully menghentikan aktivitas Yafizan yang terus menerus menghajar asisten setianya.
Yafizan menengokkan kepalanya ke arah Soully lalu menatap Soully dengan tajam dan penuh amarah. Iris mata merahnya membuat Soully ketakutan, mengingatkan ia akan amukan suaminya waktu di mansion dulu beberapa bulan yang lalu. Namun, kali ini berbeda. Amarahnya serta ekspresinya benar-benar mengerikan.
Apa hanya karena Tamara, suaminya seperti itu? Apa benar suaminya begitu tersinggung akan perkataan Rona mengenai Tamara?
Air mata Soully tumpahlah sudah. Masih didera ketakutan ketika ia melepaskan pukulannya pada Rona dan sekarang berjalan menuju padanya. Benar-benar seperti monster yang siap menerkam mangsa. Soully bergetar tetapi ia harus tetap tegar. Bagaimanapun, lelaki ini adalah suaminya.
"Kau, berani berteriak dan menghentikan aktivitasku, hm?" Yafizan berjalan perlaha menghampiri Soully dengan tatapan mengerikan.
Soully berjalan mundur dan ketakutan, ia rasa pria yang sedang menghampirinya itu sosok lain dari suaminya. Namun, ia tetap mendongakkan wajahnya, menatap tegas suaminya. "Ma-maafkan aku, tapi jika kau seperti itu kau bisa membunuh kak Rona..." dengan terbata-bata Soully berusaha untuk tidak menyinggung suaminya.
Yafizan terus melangkahkan kakinya. Ia bersiap menyerang tanpa mempedulikan siapa yang ada di hadapannya saat ini. Yafizan kini sudah gelap mata, yang ingin ia lakukan saat ini ialah menuntaskan emosi dalam jiwanya.
Soully jatuh terbaring ketika langkah kakinya yang berjalan mundur itu membentur tempat tidur. Dan ia tak bisa sempat menghindar ketika tubuhnya dikunci rapat oleh Yafizan yang kini berada tepat di atas dirinya.
Yafizan mengunci erat tangan Soully di atas kepalanya, menahan supaya perempuan itu tidak kabur darinya. Entah apa yang ia rasakan, ketika tangannya tadi dengan emosi menyentuh serta menahan tangan Soully, hatinya berubah menjadi tentram. Sorot mata Soully yang terpaku padanya membuat tatapan buas Yafizan menjadi sendu. Dada Soully berguncang naik turun didera ketakutan bercampur detakan jantungnya yang seakan hendak loncat dalam dirinya.
Sedekat ini, Soully senang karena suami yang dirindukannya berada tepat di atas dirinya. Rasanya ia ingin sekali merengkuh tubuh suaminya dengan erat, tak ingin melepaskan ataupun sekedar menjauh dari dirinya.
Tanpa bisa Soully tahan, buliran bening keluar dari sudut-sudut matanya yang menatap lekat pada wajah suaminya. Iris mata Yafizan yang masih merah menyala pun tampak berkaca-kaca. Entah kenapa perempuan yang berada dalam kungkungan dirinya ini membuat dirinya tak karuan. Perasaan yang membuncah yang ia sendiri tak mengerti alasannya. Telapak tangan yang tadi sudah berapi-api pun, kini berubah warna menjadi biru keputihan yang terasa sejuk dan melunakan emosi dalam jiwanya.
Tanpa diduga, entah dorongan dalam hatinya, wajah Yafizan semakin mendekat dan tatapan mata sendu mereka membuat Yafizan mengecup mesra bibir Soully yang sedekat tadi menggodanya. Seolah ada rasa rindu yang bergejolak dalam dirinya. Mata mereka saling terpejam, air mata menetes disudut-sudut mata mereka. Semakin lama ciuman Yafizan semakin dalam.
Rasa haus dan lapar yang terpecahkan.
Rona pergi meninggalkan pasangan yang sedang terbuai tersebut tanpa menginterupsi kegiatan mesra di antara mereka yang terlihat begitu damai. Mungkin itu yang terbaik bagi keduanya saat ini. Dengan berjalan tertatih menahan rasa sakit akibat serangan Yafizan tadi, Rona keluar dari kamar dan menutup rapat pintu kamar bosnya.
Biarlah mereka melakukan apa yang mereka inginkan saat ini. Setelah pagi menjelang, entah apa yang akan terjadi nanti, biarkan mereka sendiri yang mengatasinya.
***
Cahaya matahari yang sudah menjelang siang ini menembus celah-celah tirai jendela kamar yang masih tertutup rapat. Kehangatan sinar mentari menembus serta menggelitik kulit mereka yang masih terbaring lelap di atas tempat tidur. Setelah percintaan mesra mereka semalam, membuat tubuh keduanya kelelahan sehingga sudah se-siang ini pun keduanya masih dilanda lelapnya tidur nan tenang.
Yafizan semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Soully yang sedang tidur membelakanginya. Yafizan semakin menyusupkan wajahnya pada keharuman rambut Soully. Layaknya seperti guling, Yafizan memeluk rapat tubuh Soully seakan tak ingin lepas darinya.
Suara ribut-ribut terdengar samar saat Soully mulai membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali ketika merasa ada sesuatu yang hangat dan cukup berat menimpa bagian tubuhnya. Matanya semakin membulat ketika kesadarannya sepenuhnya kembali. Yafizan memeluknya!
Soully mengingat kejadian semalam. Percikan merah muncul di pipi bulatnya. Hatinya membuncah bahagia. Bagaimana tidak, waktu semalam yang ia lewati bersama suaminya seolah pengalaman baru yang sangat menyenangkan. Dan seakan tak ada puasnya, Yafizan terus melakukannya berkali-kali.
Walaupun kini ia memang harus bersiap menegarkan hatinya ketika Yafizan tersadar nanti, akan tidak mungkin Yafizan sudah mulai mengingatnya kembali. Kejadian semalam, biarkan waktu dan hati suaminya yang akan menjawabnya.
"Baby!!!" teriakan seseorang membuat Soully kembali terfokus pada suara itu.
Suara ribut dan teriakan itu semakin mendekat jelas. Ada suara Rona bersamaan dengan teriakan tadi.
"Lepas! Lihat saja aku akan mengadukan semua perbuatanmu padaku kemarin!"
Bunyi handle pintu yang terbuka membuat Soully terkesiap kaget karena begitu kerasnya suara dobrakan pintu itu setelahnya.
Soully bergerak untuk melihat siapa yang dengan kasar membuka pintu kamarnya. Namun, tubuhnya tertahan karena Yafizan semakin mempererat pelukannya. Suara ribut itu tak membuat Yafizan terbangun dari tidurnya yang sudah siang ini.
"BABY!!!" Tamara histeris ketika melihat pemandangan yang menurutnya tak harus terjadi.
Tamara hendak berlari menghampiri Yafizan, namun seketika Rona menahan dirinya.
"Lepaskan! Dasar j*l*ng, beraninya kau menggoda suamiku!" Tamara semakin histeris, ia memberontak ketika Rona dengan sekuat tenaga menariknya.
"Ma-maaf Soully, aku akan membereskannya." Dengan nada menyesal Rona menarik Tamara untuk keluar.
Suara ribut itu akhirnya membuat Yafizan membuka matanya. Perlahan ia mengerjapkan kedua matanya dan betapa terkejutnya ia ketika matanya menangkap sosok perempuan mungil yang kini sedang didekapnya erat.
Pandangannya beredar bersamaan dengan keseluruhan dari dirinya dan Soully yang hanya tertutup selimut saja. Ia merasakan kehangatan dari keduanya yang memang sedang dalam kondisi skin to skin.
***
Bersambung...