webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Not enough ratings
102 Chs

Kehangatan Keluarga

Sejak saat itu badan Pak Sumi berangsur-angsur pulih. Sudah 17 hari sejak saat itu. Pun Laporan pertanggungjawaban, dan berkas-berkas lain telah selesai. Urusan kependudukan juga (mungkin karena Pak Sumi Merupakan anggota polisi) bisa selesai dengan cepat. Mereka berdua sekarang telah memiliki satu anggota baru dalam hidup mereka. Ya, itu adalah Marie.

Seorang buah hati sejatinya didambakan oleh setiap orang tua, tak terkecuali begitu pula dengan mereka. Hanya kebahagiaan dan suka cita yang menyelimuti mereka, tidak ada yang lain.

Hari ini, Kamis pagi yang cerah, baik Pak Sumi dan Bu Rati tidak ada pekerjaan yang harus dilakukan. Shift dokter Bu Rati baru mulai malam hari, sedangkan jadwal pengadilan Pak Sumi mulai pada siang hari. Mereka bertiga sedang menikmati waktu senggang mereka di depan TV.

"Bu, lagi masak apa? kok (terdengar) ada 'blubuk-blubuk'?" tanya Pak Sumi

"Masak air." Jawab Bu Rati singkat.

Bu Rati menjawab singkat lantaran sedang fokus melihat acara opera sabun yang bertajuk "Suara hati babu". Sebuah acara opera sabun yang sedang menjadi perbincangan hangat diantara semua ibu di Indonesia.

Acara itu bercerita tentang seorang Pembantu (cewek) yang mempunyai cinta mendalam terhadap seorang pria yang sedang dimabuk cinta terhadap majikannya (cewek). Mereka semua adalah teman, tidak ada permusuhan antara mereka bertiga. Hal yang kemudian menjadi daya tarik adalah perasaan 'nyesek' yang ditunjukkan oleh sang pembantu ketika melihat atau kadang mendukung teman prianya tersebut untuk mendekati majikannya.

"Biar mateng." Candaan dari Pak Sumi.

"Biarkanlah." jawab Bu Rati singkat, padat, sedikit aneh, namun mematahkan candanya.

"(Kamu memasak)Masak air buat apa? (menyiram) nyiram (tanaman) hidroponik belakang rumah?" Kata Pak Sumi.

Pak Sumi terlalu realistis pikirannya. Dia berusaha mengganggu Bu Rati yang sedang melihat adegan babu yang ditolak cintanya oleh pemeran utama, karena pemeran utama lebih menyukai majikan si babu. Sekarang tengah diputar 'klimaks' dari keseluruhan episode yang ada di acara opera sabun tersebut. Hal ini terbukti dari banyaknya animo masyarakat pada media sosial sehari sebelum episode ini tayang. Bu Rati sendiri adalah penggemar dari opera sabun ini.

"(Menyiram) Nyiram... bapak." Kata Bu Rati sambil mendekatkan mukanya ke Pak Sumi dan memandangnya.

Pak Sumi telah berhasil membuat Bu Rati merasa sebal.

"Hei, itu sudah matang kayaknya." Pak Sumi salah tingkah dengan perlakuan Bu Rati secara tiba-tiba.

"Hahaha, ya... lagi masak nasi buat makan siang." Bu Rati berdiri dan berjalan ke dapur.

"Ahaha, hmm Marie mau makan apa?" Kata Pak Sumi ke Marie yang dari tadi melihat TV.

Entah apa yang dilihat dengan sebelah matanya yang hanya tinggal sekitar 50% daya tangkap terhadap cahaya itu. Apa itu acara TV yang berlangsung atau sebuah kotak dengan cahaya RGB yang membentuk warna putih.

Marie duduk di kursi roda otomatisnya. Seperti yang telah dijelaskan di awal, kursi roda Marie tidak seperti kursi roda biasanya. Alat itu bisa di gerakan dengan tuas. Terlebih lagi Tuas yang ada di Kursi Roda Marie telah di modifikasi agar satu gerakan kecil pada tuas bisa menggerakkan kursi roda itu. Marie adalah anak yang cepat belajar, jadi hanya butuh beberapa hari bagi Marie untuk bisa bergerak dengan kursi itu.

"Awa? (apa)" jawaban dari mulut seorang gadis kecil yang masih terbalut perban.

"Nasi goreng?" tanya Pak Sumi.

"Asi oyeng?!" Kata Marie yang tidak tahu masakan apa itu.

"Bakso?" tanya Pak Sumi sekali lagi.

"Aso?!" Kata Marie sekali lagi.

"Haduh... Marie gak pingin (tidak menginginkan) apa-apa ya, berarti, hmm karena hari ini cukup panas, (bagaimana) gimana kalau... bakso saja."

"A! Aso! (Iya! Bakso!)" Kata Marie.

Lalu Pak Sumi mulai memesan bakso melalui aplikasi daring.

Marie tidak sekalipun pernah menangis sejak saat itu. Hanya sekali waktu itu saja, saat sendiri bersama Bu Rati dia lebih mengekspresikan dirinya dan tanpa ia sadari air matanya merembes, lalu dia meluapkan semua emosinya.

Kebersamaan keluarga kecil yang membuat Marie kecil merasakan hal yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, yaitu kasih sayang sebuah keluarga.

"Uan, iwu?(Tuan, ibu?)" Marie masih memanggil Pak Sumi dengan sebutan Tuan.

"Hm? Kau bicara sesuatu nak?" Kata Pak Sumi yang memalingkan mukanya ke Marie, setelah tadi berkutat dengan telepon pintarnya untuk memesan bakso.

"Iwu uan? Iwu?" Tanya anak itu dengan perasaan cemas.

Dia merasa ibunya hilang... hilang sekali lagi.

"Iwu? ibu? Oh benar juga ya... lagi masak nasi.. ah benar juga, ibumu itu selalu payah dalam memasak, makanya sekarang kita pesan (order Online) bakso hahaha." Pak Sumi tertawa lepas.

"Hei aku dengar itu loh Pak!" Sahut Bu Rati dari dalam dapur.

Kemudian Bu Rati menuju ke tempat mereka berdua setelah selesai dengan urusan nasi.

"Ahaha, ya tapi kan memang itu kan kenyataannya." Sindir Pak Sumi sekali lagi.

"Maaf saja kau punya istri yang tidak bisa masak, hmph" Kata Bu Rati.

Wanita Paruh baya itu seakan menjadi cewek lagi saat bersama suaminya.

"Uan... iwu...(tuan..ibu...)" Kata Marie.

"Ada apa Marie?" Tanya Bu Rati.

"Angan engkar...(jangan bertengkar)." Kata Marie sekali lagi.

Bu Rati tidak mengerti apa maksud Marie. Namun Pak Sumi tertawa mendengar hal itu, karena dia mengerti apa yang dimaksud anak itu.

"Well, kami melakukannya setiap saat..." Kata Pak Sumi kepada Marie.

"Dan kau bangga dengan it-" Kata Bu Rati yang terputus karena sahutan Pak Sumi.

"Tapi, aku tetap mencintai ibumu kok~" Kata Pak Sumi dengan polos kepada Marie.

"Ih bapak!" Kata Bu Rati sembari mencubit lengan Pak Sumi.

"Aduh, aduh... " Pak Sumi kesakitan.

"Ah tentu saja berlaku juga padamu Marie. Baik, buruk, besar, kecil, hitam maupun putih, selama itu Marie, bapak akan slalu (selalu) menyayangimu." Tambah Pak Sumi sambil memegang kepala Marie.

"I..ibu juga kok Marie, meskipun kamu bukan anak kandung kami, kamu tetap anak kami, buah hati kami satu-satunya." Kata Bu Rati sembari memegang tangan Pak Sumi yang ada di atas kepala Marie.

"Ibu ini ikut-ikutan saja." Kata Pak Sumi.

"Lah bukan hanya bapak yang pengen pansos (ingin panjat sosial) ke Marie. Terlebih aku ibunya, surga itu jelas di bawah telapak-" ucapan Bu Rati terhenti.

Ada panggilan masuk dari HP Bu Rati, dan ternyata itu panggilan dari Rumah sakit. CITO katanya. Mau tidak mau, sempat tidak sempat, Bu Rati harus ke rumah sakit sekarang.

Seperti yang diduga Marie tidak mau pisah dengan Bu Rati. Dia terus memegang - dengan pegangan yang sangat lemah - tangan Bu Rati dengan satu tangannya yang masih utuh.

"...Marie, ibu mau pergi sebentar ya, kamu disini sama bapak ya."

Marie menggeleng-gelengkan pelan kepalanya. Seakan anak itu akan ditinggal selamanya. Seakan anak itu akan dicampakkan.

"Marie, ibumu benar, kamu sama bapak di rumah dulu aja ya, ah benar juga nanti kita ayo bermain, misalnya.. ah kuda-kudaan!" Kata Pak Sumi berusaha menenangkan Marie.

"Hei, bagaimana cara dia bermain kuda-kudaan pak?" Kata Bu Rati.

"Oh iya juga ya... ah pokoknya Marie mau ya sama bapak disini. Ibu Cuma keluar sebentar, nanti kembali kesini." Kata Pak Sumi.

Marie masih menggeleng-gelengkan kepala. Anak itu menunduk dan badannya gemetar. Marie ketakutan. Ini adalah trauma masa lalu Marie. Anak kecil itu mungkin masih menganggap kalau Pak Sumi... tidak, kalau semua orang dewasa laki-laki akan melakukan hal buruk kepadanya.

Tapi CITO tetaplah CITO, Bu Rati berangkat dengan terburu-buru memakai pakaian. Bu Rati beranjak menuju ke kamar. Marie mengikuti sampai ke depan pintu kamar yang ditutup oleh Bu Rati.

"Hei, Marie, nak, biarkan ibumu bekerja, nanti dia kembali lagi. Hei, Rati, kapan kamu kembali nanti?" Kata Pak Sumi.

"Secepatnya pak. Mungkin nanti siang." Sahut Bu Rati di dalam kamar.

Tapi Marie tetap bergeming di depan pintu. Tiba-tiba Bu Rati teringat akan masakannya. Dia minta tolong kepada Pak Sumi untuk mematikan kompor yang ada di dapur. Pak Sumi beranjak ke dapur.

Saat Pak Sumi di dapur, Bu Rati membuka pintu kamar. Mendapati Marie berada di depan kamar, Bu Rati mencium kening Marie dan berkata jika dia tidak akan lama dan akan kembali secepatnya.

"Pak Aku berangkat! Assalamualaikum!" Kata Bu Rati sembari langsung keluar rumah dengan tergesa-gesa.

Namun, Marie mengikutinya, mengikuti dari belakang sambil berkata "wu.. iwu...(bu, Ibu)". Hingga sampai di depan rumah, hampir saja kursi roda Marie terjatuh karena perbedaan tinggi halaman depan rumah dengan latar tanah.

"Waalaikumsalam, Ah Marie! tunggu!" Kata Pak Sumi.

Pak Sumi kaget ketika melihat Marie tiba-tiba memacu kursi rodanya dengan cepat ke depan untuk menyusul Bu Rati.

"Eh.. ah Marie!" Kata Bu Rati yang sudah berada di luar, mendengar suara kursi roda segera menengok ke belakang.

Seorang anak kecil dan kursi rodanya hampir saja terjatuh ke tanah jika saja Pak Sumi gagal mengangkat tubuh kecil itu. Sedikit, Marie teringat sensasi ini, perasaan ini. Rasa hangat tangan Pak Sumi yang tidak berubah dari awal mereka bertemu. Tapi tetap saja, Marie merengek untuk tidak membiarkan Bu Rati Pergi. Anak itu menangis di gendongan Pak Sumi.

Alhasil, demi menenangkan Marie mereka bertiga saling berpelukan di depan rumah.

"Eh itu Pak Sumi tumben lagi seneng banget (lagi sangat bahagia) ya?" Kata tetangga yang kebetulan lewat di depan rumah.

"Hush, jangan ikut campur urusan orang lain!" kata tetangga yang lain yang juga lewat di depan rumah dengan tetangga yang pertama.

"PAK SUMI, TOLONG MESRA-MESRAANNYA DI DALAM RUMAH SAJA, NGGAK KASIHAN SAMA KAMI JOMB-" kata-katanya terputus karena diketok kepalanya oleh kedua temannya, kedua tetangga diatas yang sedang berjalan.

Mereka Bertiga berjalan berdampingan. Pak Sumi dan Bu Rati kaget ditegur sama 3 pemuda yang akan ke masjid.

"Diem kampret! Ah maaf pak memang Riko ini sering kelewatan kalau bercanda, hahaha, kami pergi dulu ya Assalamualaikum..." Kata salah satu dari mereka.

"Waa- ehh." Baru Bu Rati mau menjawab, mereka bertiga telah berlari melarikan diri karena malu.

Blubuk-blubuk= suara gelembung air yang sedang dimasak diatas api.

masak air biar mateng= sebuah lawakan yang digunakan di suatu program acara tv 'pesbukers' di Indonesia.

Suara Hati Babu: Sebuah judul yang terinspirasi dari serial serial film televisi yang ditayangkan di Indosiar yang diproduksi oleh Mega Kreasi Films sejak 2019 yang bertajuk 'Suara hati Istri".

Adapun ide cerita terinspirasi dari Re:Zero, Kartun produksi Jepang bergenre Isekai, Fantasy anime populer yang diproduksi oleh studio White Fox. Serial anime ini diadaptasi dari Ligh Novel karangan Tappei Nagatsuki. -Author

Creation is hard, cheer me up!

Cloud_Rain_0396creators' thoughts