5 jam sebelum pembunuhan Deni yang terakhir.
Saat ini Bu Rati menghadapi hari yang sibuk. Selain visite, hari ini juga ada kunjungan mendadak dari pegawai dinas kesehatan. Oleh karena itu, Jajaran dokter spesialis yang ada disana diharapkan bisa menjawab beberapa pertanyaan yang akan diajukan oleh tim pengawas. Lalu setelah itu istirahat dan salat duhur satu jam.
Namun Bu Rati tidak melakukannya. Dia tidak istirahat dan langsung menuju ruang autopsi. Disana ia telah ditunggu oleh Mbak Desi yang memang disuruh oleh Bu Rati untuk mencoba mengautopsi jenazah sekali lagi. Bu Rati masuk ke ruang jenazah. Ternyata disana juga ada Bu Santi, Kepala Direktorat Kedokteran dan Kesehatan. Kemudian mereka bertiga melanjutkan autopsi ulangnya.
"Bu Santi?" Kata Bu Rati.
"Iya? Apa ada yang salah dengan mayat ini?" Kata Bu Santi menghampiri Bu Rati.
"Tidak, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena sudah membolehkan ku untuk melakukan autopsi." Kata Bu Rati.
"Oh ahaha, Kamu melakukan ini demi membantu Pak Sumi kan?" Goda Bu Santi.
"Ya, tapi tolong rahasiakan ini dari dia ya." Jawab Bu Rati.
"Dasar pria yang beruntung, ya Aku janji." Kata Bu Santi.
"Mbak Desi, dimana jenazahnya?" Kata Bu Rati ke Desi.
"Ee, tapi ini semua kan mayat Bu." Kata Desi polos.
"Jangan bercanda, Aku suruh kamu tadi untuk melihat jenazah di bangsal 7 kan? Sekarang Kamu taruh mana jenazahnya?" Tanya Bu Rati.
"Ya semua ini, ada 5 kan?" Kata Desi.
"Eh tapi saya lihat kok ada 6 disitu?" Kata Bu Rati sambil tersenyum.
"Eh EHH, ah ibu jangan bercanda di kamar mayat." Kata Mbak Desi.
Bu Rati menggodanya karena Dia tahu jika Mbak Desi selalu tidak tahan dengan hal-hal seram seperti ini.
Kemudian Bu Rati membuka kain penutup dan melihat kondisi mayat-mayat itu. Mayat itu telah di autopsi sebelumnya. Hal ini terlihat jahitan di sekujur tubuh mayat mulai dari leher sampai tungkai. Total ada 10 jahitan di sekujur tubuh. Bu Rati melihatnya sekali lagi dan meraba seluruh bagian tubuh termasuk bagian kemaluan salah satu jenazah perempuan muda. Tentunya dia melakukannya dengan menggunakan sarung tangan steril.
Kemudian Bu Rati berkata,
"Bu Santi, mau memastikan tapi apa yang punya kunci ruang bangsal 7 selain Bu Santi adalah Satpam rumah sakit ini saja?" Tanya Bu Rati.
"Ya, saya membawa satu ke rumah dan sisanya ada di Pak Kardi. Kenapa ti?" Jawab Bu Santi.
"Tidak apa-apa, hanya saja kita mungkin perlu mengusulkan mengganti satpam." Kata Bu Rati.
"huh? kenapa?" Tanya Bu Santi.
Bu Rati diam sebentar. Agaknya Ia memikirkan kata-kata yang pas.
"Nekrofilia." (1) Kata Bu Rati.
"Oh." kata Bu Santi seolah hal itu sudah pernah terjadi sebelumnya.
Bu Rati memeriksa satu demi satu mayat sekali lagi. Dia juga mencocokkan hasil observasinya dengan data yang ada. Semuanya terlihat normal. Tapi ternyata ada yang salah. Saat Bu Rati iseng membalik jenazah dan melihat bagian kepala, tampak samar terlihat goresan tipis. Disingkaplah rambut jenazah itu dan terlihat ada garis lurus horizontal seperti noda sayatan silet.
Bu Rati menunjukkan ini ke Bu Santi, karena tidak ada keterangan ada luka gores di kepala pada laporan yang diberikan Mbak Desi (Dokter Koas). Lalu Bu Rati mulai menyingkap satu lagi Jenazah namun kali ini bukan hanya garis horizontal melainkan ada juga garis vertikal di salah satu ujung garis horizontal.
Sekarang Bu Rati berpikir. Semua korban berjumlah 5 Orang. Kepala dua orang memperlihatkan goresan yang cukup aneh. Dalam keadaan normal, Bu Rati akan berpikir mendalam seperti apa yang mendasari pelaku sampai repot-repot untuk 'menandai' kepala korbannya dengan menorehkan benda tajam dikepala, atau lebih jauh lagi apa yang mendasari timbulnya goresan yang ada di kepala jenazah jika Pelaku pembunuhan jenazah-jenazah itu tidak melakukannya.
Namun, saat ini karena kondisi Bu Rati yang sudah kelelahan setelah bekerja, otaknya memilih kesimpulan yang paling dekat, pun jua paling tidak masuk akal. Yaitu goresan itu adalah huruf 'I' dan huruf 'L'.
Setelah melihat kedua jenazah itu, Bu Rati keluar dari ruang autopsi tanpa berkata apa-apa. Dia berjalan ke depan dan duduk di kursi taman yang tidak jauh dari ruang autopsi. Mbak Desi menghampiri Bu Rati karena merasa khawatir, tapi Bu Rati langsung menyuruhnya untuk mengambilkan tasnya yang ada di ruang autopsi.
"Semoga salah Ya Allah.. semoga salah Ya Allah… semoga salah Ya Allah…" Gumam Bu Rati dengan perasaan yang tertekan dan tangan yang berkeringat dingin.
Mbak Desi terlihat keluar dari ruang autopsi. Bu Rati memberi isyarat untuknya untuk lari. Gadis itu kini lari kecil-kecil menuju Bu Rati. Sesaat setelah tas berada ditangan, Bu Rati mengeluarkan ponselnya dan menelepon Pak Sumi. Namun, tidak tersambung. Jelas tidak tersambung, karena satu menit yang lalu di waktu yang bersamaan Pak Sumi baru saja lepas landas (take-off) dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur.
Kesimpulan ini sama seperti pemikiran Bu Rati. Kemudian Ia telepon Quora. Bu Rati bisa mendapat nomornya saat berada di Rumah sakit saat dispepsianya (maag) kambuh. Bu Rati berpikir jika nomor polisi yang lain akan membantunya dalam menutup-nutupi alibi Bu Rati dalam menolong Pak Sumi sebagai informannya, tapi, tidak disangka oleh wanita itu, nomor telepon yang didapatnya itu akan berguna disaat seperti ini. Namun, sepertinya keberuntungan masih tidak memihak Bu Rati Quora juga tidak menjawab panggilannya.
Tak patah arang, Bu Rati memutuskan untuk menuju ke Mobilnya dan mendatangi kantor kepolisian secara langsung. Betapa sangat tergesa-gesa wanita yang biasanya penuh perhitungan dan sedikit sekali mengeluarkan emosi kecuali saat bersama suaminya itu. Sampai di kantor polisi, Dia langsung masuk dan bertanya pada resepsionis.
"Ada yang bisa kami bantu?" kata mbak resepsionis.
"Aku ingin bertemu dengan anggota kepolisian yang bernama Quora. Dimana dia sekarang." Kata Bu Rati sembari menengok sekitar.
Siapa tahu dia akan bertemu 'slender man' itu (2).
"Maaf Bu, tapi sebelumnya apakah ibu sudah membuat janji atau ibu ini adalah…" Kata Resepsionis dengan kebingungan.
"Quora!" Kata Bu Rati sembari meninggalkan resepsionis itu lalu menuju orang tinggi yang sangat kurus yang sedang lewat.
Itu adalah Quora. Kebetulan Ia bersama anggota polisi yang lain berjalan keluar kantor. Dengan cepat Bu Rati menghampiri Quora dan menggandeng tangannya tanpa memedulikan Ia akan (dan memang sudah terjadi) menjadi pusat perhatian karena tingkahnya. Quora terkejut melihat Bu Rati ada di kantor polisi. Yang lebih membuatnya terkejut lagi, istri dari bosnya itu menariknya untuk ikut menyertainya. Bu Rati tidak peduli meskipun saat itu Quora berjalan dengan beberapa polisi yang lain.
Quora yang biasanya menggeret orang masuk ke mobil, kali ini menjadi objek dalam kegiatan ini. Tentu dengan sangat enggan dan ucapan penolakan terlontar dari mulut Quora. Bahkan anggota kepolisian yang lain juga berusaha untuk menghentikan Bu Rati yang berbuat 'seenaknya sendiri' di markas kepolisian.
Tapi dengan nada sedikit meninggi, wanita itu berkata,
"Aku adalah istri Pak Sumi! Kalian semua tolong jangan menghalangiku!".
Mendengar kata-kata itu para polisi itu diam dan Quora menjadi ciut hatinya. Quora menuruti apa yang dimau Bu Rati dan menjelaskan kepada polisi yang lain jika Ia akan bersama Bu Rati untuk sementara waktu. Permohonan maaf dilemparkan Quora kepada beberapa polisi itu. Lalu mereka berdua segera pergi menuju ke mobil. Quora duduk di sebelah Bu Rati yang sedang menancap gasnya.
"Tilang polisi nanti Aku urus belakangan, jangan 'diputihkan'." Kata Bu Rati.
Bu Rati beberapa kali melanggar lampu lalu lintas,
"Iya bu." Jawab Quora.
Di dalam mobil, Quora baru menanyakan apa yang diinginkan Bu Rati. Namun, Bu Rati sendiri tidak tahu. Bu Rati berucap jika dirinya hanya ingin membawanya ke rumah untuk mengecek keadaan Marie. Kemudian Bu Rati teringat sesuatu. Itu adalah perangkat CCTV yang ada di HP-nya. Sebelum berangkat Ke Malaysia, HP Bu Rati memang telah dipasang aplikasi CCTV oleh Pak Sumi. Tanpa menghentikan laju mobilnya, Bu Rati memberikan tasnya dan menyuruh Quora untuk membuka aplikasi yang ada di HP-nya itu.
"Tolong katakan apa yang kau lihat di sana." Kata Bu Rati yang sedang mengemudi.
"Tidak ada yang aneh Bu, hanya saja… um maaf, apa Bu Rati sudah mulai pikun?" Kata Quora dengan nada sedikit bercanda.
"Aku tidak sedang bercanda sekarang. Apa maksudmu?" Sahut Bu Rati tegas.
"Ah maaf, tapi pintu belakang rumah tidak terkunci. Pintu itu terlihat hanya tertutup, lihat, pada bagian engsel pintu ada sedikit cahaya." Kata Quora.
"Apa maksudmu?" Tanya Bu Rati.
"Maksudku, ibu lupa mengunci pintu belakang dan hanya menutup secara serampangan pintunya." Kata Quora.
"Quora! Quora, sekarang siapkan pistolmu! Kemungkinan pembunuh berantai itu ada di rumahku sekarang!"
"Ha!? Apa? Bagaimana Ia bisa disana! Ah bagaimana ibu bisa tahu tentang pembunuh berantai!?" Tanya Quora.
"Pertama pintu itu bahkan tidak terbuka saat Sumi berangkat ke Malaysia, kedua Aku sendiri yang menguncinya dan membiarkan kuncinya menempel di sana agar Lili bisa keluar rumah jika Ia ingin pergi membeli sesuatu, dan satu lagi, jangan lupa aku istrinya Pak Sumi, Ah cukup… rincinya nanti." Kemudian mobil itu berhenti di depan rumah Pak Sumi.
"Siapkan pelurunya, dan langsung tembak tanpa basa-basi! aku yang akan bertanggung jawab." Kata Bu Rati sembari menatap dalam-dalam mata Quora.
Quora melihat rumah Pak Sumi. Instingnya mengatakan jika ada yang tidak beres dengan rumah bosnya itu. Quora yang memimpin kali ini. Dia mengintip dari depan jendela. Lalu Dia melihat ada seseorang sedang membawa seorang anak kecil. Samar-samar Ia melihatnya, Itu adalah Marie. Marie diangkat secara paksa. Tubuh kurus itu tak bisa apa-apa selain mengikuti apa yang dimau pria itu. Namun ada gadis kecil lainnya yang menarik-narik baju pria itu dari belakang. Dia adalah Lili.
Quora langsung membidik bagian kepala orang itu. Dan "Dor!" Quora menarik pelatuknya. Dia berhasil mengenai kepala pria itu tanpa sedikit pun mengenai Marie. Pria itu ambruk bersama Marie yang ada di genggamannya. Untung bagi Marie, Dia masih bisa tertangkap oleh Lili. Quora berusaha masuk ke dalam, tapi pintu terkunci.
Bu Rati dari tadi tidak ikut Quora dan tidak juga melihat dari mobil, tapi Dia masuk ke dalam melalui pintu belakang. Rok span panjangnya sobek ketika ia meloncat dan tersangkut pagar tanaman, jua sempat wanita berumur itu terjatuh karena tergelincir rumput yang basah. Itu membuat jas putih dokternya menjadi kotor. Tapi Bu Rati tak memedulikan itu. Dia bangkit dan langsung menuju ke pintu bagian belakang. Membuka pintu itu dan melihat jika pria itu telah tewas dengan pelipis bercucuran darah.
Wanita itu segera menghampiri kedua anak itu. Lili menggendong Marie dengan mulut penuh akan sesuatu (itu adalah ubi yang diberikan Deni kepadanya tapi Lili baru memasukkan ke mulutnya belum memakannya, namun tetap saja ada beberapa bagian yang ikut termakan). Bu Rati mengangkat Marie dan memasukkannya kembali ke dalam kamar, ke atas ranjang. Menyambungkan kembali alat-alat yang telah dicopot paksa oleh Deni.
"Apa yang terjadi Lili!?" Tanya Bu Rati.
"Hwhwhwhh." Kata Lili dengan mulut yang masih penuh.
"Siapa pria itu!?" Kata Bu Rati.
"Hwhwhwwwwhwh." Kata Lili masih dengan mulut yang penuh.
"Uugh…" Kata Bu Rati lalu dia menuju ke belakang.
Bu Rati tidak menyadari sesuatu. Dia lupa, karena insiden ini, fokusnya hanya kepada Marie yang hampir sekarat. Bu Rati harus membawa Marie segera ke rumah sakit untuk menjalani operasi. Begitu yang dipikirkan wanita itu. Tanpa memikirkan sekelilingnya wanita itu beranjak ke belakang, Quora ternyata juga masuk melalui pintu belakang. Dia melihat pria itu lalu menelepon rekan polisinya di kantor.
Bu Rati melihat sesuatu, dan itu adalah telepon rumah yang masih menyala. Gagang telepon itu tergeletak bergelantungan begitu saja. Bu Rati mengangkat teleponnya. Rupanya orang yang ada ditelepon itu mengetahui jika gagang teleponnya sudah diangkat. Dia yang ada di dalam telepon berkata:
"-NI! Deni! Jangan kau apa-apakan anak itu!" Kata seseorang di dalam telepon.
"SUMI!?" Kata Bu Rati yang terkejut karena itu adalah suaminya sendiri.
"Loh!? Rati? Ini Rati? Brengsek kau De-" Kata Pak Sumi.
"Tidak Pak, tidak.. Deni sudah mati, tenangkan dirimu, pak." Kata Bu Rati.
"Ap? Apa…. Apa yang terjadi? Ini… ini benar-benar Rati kan?" Tanya Pak Sumi.
"Iya.. ini aku, aku kesini bersama Quora. Untungnya kami sampai disini tepat waktu." Kata Bu Rati.
"Alhamdulillah... lalu bagaimana?" Tanya Pak Sumi.
"Marie sudah Aku amankan. Kondisinya sudah stabil sekarang... Mungkin." Jawab Bu Rati.
"Apa maksudmu (dengan) mungkin?" Kata Pak Sumi.
"Akan lebih aman jika Marie melangsungkan operasinya sesegera mungkin. Itu maksudku pak." Kata Bu Rati.
"Oh.. syukurlah lalu bagaimana dengan Lili?... Halo? Bu? Rati? Riyati? Halo!??" Kata Pak Sumi.
"…" (tuut… tuut… tuut)
Telepon dimatikan oleh Bu Rati.
Namun, tak berselang lama Bu Rati mengirim pesan singkat -sebuah pesan singkat yang sudah ber-tamplate jadi Bu Rati tinggal mengirimnya tanpa harus mengetiknya lagi- kepada Pak Sumi yang pada intinya isinya adalah semua akan dijelaskan saat Pak Sumi sudah tiba di Indonesia.
Lega-lah hati pria berkepala botak itu. Namun Pak Sumi tidak menyadari jika ada suatu hal yang akan membuatnya menyesali rasa lega sesaatnya itu saat berada di atas awan. Dan hal itu baru terungkap saat Pak Sumi tiba di Rumah... Di rumah sakit.
1.) Nekrofilia adalah jenis penyimpangan seksual yang membuat pengidapnya menikmati berhubungan intim dengan mayat. -halodoc
2.) The Slender Man adalah karakter fiksi yang berasal dari meme internet yang muncul pertama kali di forum Something Awful oleh pengguna Eric Knudsen dengan nama Victor Surge pada tahun 2009 -wiki