webnovel

Big secret

"Memikirkan sesuatu?" suara Julian  membuyarkan lamunan Rose yang tengah merenung di sudut tembok.

Rose menggeleng dan tersenyum, "Kau masih di sini?"

"Kau pikir aku sudah pergi? Bahkan aku belum menyapa Ayah dan Ibumu," jawab Julian.

"Ku rasa kau tidak bisa menyapa mereka saat ini, mungkin lain kali," ujar Rose mencoba membuat pria itu mengerti.

"Apa yang terjadi? Ku lihat sepertinya kau bersitegang dengan Ibumu?" tanya Julian memberanikan diri.

"Sungguh kau melihatnya?" Rose tertawa sejenak, "Tidak ada yang terjadi, semua baik-baik saja, hanya ada sedikit kesalahpahaman," jelas Rose.

"Jika begitu kau bisa menjelaskannya bukan."

"Ya.. Tentu aku sudah menjelaskan kesalahpahaman itu," bohong Rose.

"Tapi kau tampak memikirkan sesuatu, bukan hanya tentang keadaan ayahmu, itu sesuatu yang lain bukan?"

"Jangan sok tahu."

"Itu terlihat di wajahmu, Rose." Julian tampak serius memperhatikan wajah Rose yang sendu.

"Kau bertengkar dengan ibumu?" tebak Julian.

"Hal yang sering terjadi antara kami." Rose masih mencoba untuk tak membahasnya.

"Bisa ceritakan padaku?"

Rose menatap Julian, pria itu tampak serius menatapnya.

**

"Apa dia belum datang?" tanya seorang wanita pada seorang pelayan.

"Belum Nyonya."

"Lambat sekali! Apa butuh waktu berjam-jam untuk sampai kemari," gerutunya, "Dasar tidak berguna!"

"Nyonya.. Ken menangis.." adu seorang nanny.

"Apa kau tidak bisa mengurus hal itu?! Lalu untuk apa aku menyewamu?!" teriak wanita tersebut.

"B-bukan begitu Nyonya, tapi dia tak henti-hentinya menangis."

"Lakukan apapun intuk membuatnya diam, tidakkah kau lihat aku sudah bersiap untuk segera pergi!" wanita itu tampak begitu kesal kemudian beranjak menuju mobil mewah berwarna putih miliknya dan pergi dari sana.

**

Pada akhirnya Rose dengan jujur mengatakan segala permasalahannya pada Julian, ini pertama kalinya Ia berterus terang pada seseorang dan Julian dengan setia mendengarkan permasalahannya.

"Aku mengerti sekarang." Julian dengan lembut mengusap pundak gadis itu.

"Jangan bersedih, bukankah kini kau sudah memiliki aku?" guraunya membuat Rose memukul kecil pahanya.

"Aw!" pria itu memekik pelan.

"Tunggu, bukankah perutmu terasa sakit? Kita bisa sekalian saja menemui dokter," saran Rose.

"Tidak perlu, aku sudah lebih baik," tolak Julian.

"Kau harus menghentikan kebiasaan burukmu itu, semua juga demi kesehatanmu." Rose menasehatinya.

"Tidakkah kau sadar aku melakukannya karena dirimu?"

"Apa hubungannya denganku?" Rose mengerutkan keningnya.

"Itu karena aku terlalu memikirkanmu. Kau juga begitu sulit ku atur, seharusnya menurut saja apa yang ku katakan."

"Kau mulai lagi, sudah ku katakan aku tak suka siapapun mengaturku," gerutu Rose kemudian memalingkan wajahnya dari Julian.

"Jangan salahkan aku jika aku mengulangi kebiasaan burukku itu," ancam Julian.

"Sudah jangan banyak bicara, bukankah kau punya urusan lain dan terburu-buru?"

"Sekarang kau mengusirku, baiklah aku memang ada sedikit urusan."

"Kalau begitu pergilah, aku akan menunggu ayahku di sini."

"Baiklah.. Sampaikan salamku pada kedua orang tuamu, dan jangan lupa untuk menghubungiku," pesan Julian.

*

Julian sampai di depan sebuah rumah berteras luas, segera Ia turun dari mobilnya dan melangkah masuk.

"Di mana Isabel?"

"Nyonya baru saja pergi, tadi Nyonya cukup lama menunggu kedatangan Tuan," jelas salah seorang pelayan.

"Dia memang tidak sabaran," ucap Julian kemudian melangkahkan kakinya menuju tangga.

"Ken ada di atas?"

"Ya Tuan."

Mendengar jawaban itu, Julian berlari menaiki tangga dan menuju kamar seorang anak berumur satu tahun yang tengah bermain dengan seorang nanny.

"Kenneth jagoanku!" panggilnya membuat anak laki-laki itu menoleh dan merasa begitu senang seraya kakinya menendang-nendang angin, dengan segera Julian menggendongnya, membuat anak laki-laki itu tertawa.

"Daddy sangat merindukanmu," ucap Julian yang kemudian menyerbu anak laki-laki itu dengan ciuman.

Namanya adalah Kenneth Smith, balita itu adalah putra Julian hasil pernikahannya dengan Isabel.

Nyatanya Julian bukanlah seorang pria lajang ataupun seorang duda beranak, melainkan Julian adalah seorang pria yang sudah berkeluarga, namun bukan tanpa alasan dia menjadi pria yang suka bermain-main dengan wanita.

Kehidupan rumah tangga Julian Smith dan Isabel istrinya tidak pernah baik sejak awal, bahkan keduanya menikah karena suatu perjanjian dan bukan atas dasar cinta. Meski tidak mencintai Isabel,  Julian bukanlah pria yang tega mengacuhkannya, hingga di awal pernikahannya Julian selalu berusaha untuk belajar mencintai Isabel bahkan mengemban semua tanggung jawabnya sebagai seorang suami hingga akhirnya keduanya memiliki Kenneth dalam hidup mereka.

Namun semua itu tidak berlangsung lama, pasalnya hanya Julian saja yang berjuang di sini, berbeda dengan Isabel yang tak pernah menghargai Julian sebagai suaminya, hingga mengabaikan semua tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Isabel tampaknya belum siap dengan pernikahannya, Ia tak pernah mengurus sang suami dengan baik, bahkan setelah menjadi seorang ibu, Isabel masih mengedepankan egonya dan kesenangannya saja, sering kali wanita itu pergi dan pulang hingga larut malam tanpa menghiraukan sang putra Kenneth. Pernah satu waktu Julian memergoki Isabel pergi dengan seorang pria, dan setelah kejadian itu Julian mulai tak peduli pada apa yang Isabel lakukan, bahkan Julian bisa membalas perbuatan Isabel lebih dari Isabel mengkhianatinya.

**

Melisa dengan mantel bulu dan sebuah tas bermerk berjalan dengan percaya diri dengan sepatu berhak tinggi yang Ia kenakan. Langkahnya dengan bangga menuju salah satu meja dalam sebuah restoran yang di sambanginya. Di sana terlihat beberapa wanita tengah menikmati kopi seraya bercengkrama.

"Apakah kalian menunggu lama?" sapanya pada semua wanita di satu meja tersebut, kemudian semua mata beralih pada wanita yang baru datang itu.

"Wow Melisa.. Lihat dirimu! Kau membeli barang-barang keluaran baru?" ujar salah seorang kawannya.

"Bukankah ini koleksi musim semi?" ujar yang lain.

"Bahkan aku masih berpikir untuk membelinya," timpal yang lain.

Melisa hanya tersenyum dan mendudukkan diri dengan bangga.

"Ku tebak, Julian lah yang telah membelinya untukmu," ucap seorang wanita lagi dengan di iringi seruan yang lain mencoba menggoda Melisa.

"Tentu!" jawab Melisa masih dengan perasaan bangga.

"Bukankah sudah ku katakan jika kau sangat beruntung bertemu dengan pria kaya seperti dirinya."

"Sudahlah tak perlu begitu memujiku," tampik Melisa berpura-pura.

"Tapi benarkah kau masih bersamanya?" tanya salah seorang wanita.

"Apa yang kau tanyakan? Tentu aku masih bersama dengan Julian," jawab Melisa meyakinkan.

"Aku ingat sebelum perjalanan kemari aku tak sengaja melihat Julian mengantar seorang wanita ke rumah sakit, ku pikir aku salah melihat mobilnya, tapi nyatanya Julian benar-benar turun dari mobil itu," jelas sang wanita itu membuat Melisa mengerutkan dahi.

"Jangan bicara omong kosong, kau bisa membuat Melisa salah paham," ujar yang lain.

"Aku tidak mungkin salah lihat, jika aku tidak sedang terburu-buru mungkin aku bisa saja mencari tahu mengapa Julian pergi dengan wanita itu," yakinnya lagi.

Kini semua mata tertuju pada Melisa yang dengan serius mendengarkan penjelasan seorang kawannya. Ia masih tampak berpikir, apakah mungkin wanita yang di maksudkan itu adalah wanita yang Julian ajak menemuinya di hotel.

Meski tidak begitu menanggapi laporan tentang Julian tadi, diam-diam Melisa terus memikirkannya selama pertemuannya dengan teman-temannya. Hingga ketika pertemuan mereka selesai, akhirnya Melisa memberanikan diri untuk bertanya lagi pada Diana yang tadi bercerita tentang Julian.

**

Rose.." panggil seseorang seraya mengguncang tubuh Rose, gadis itu tertidur di atas sofa tempat ayahnya di rawat.

"Valerie?" tampaknya sang kakak lah yang baru saja datang.

"Maaf, aku tidak mendapatkan izin sehingga aku masih harus bekerja," ungkapnya.

"Tidak masalah, beruntung aku sedang mengambil libur," ujar Rose.

"Apa Ayah sudah lebih baik?"

"Ayah sudah dapat menikmati makanannya tadi, ku rasa dia sedang tidur."

"Syukurlah.. Apa kau sudah makan?" tanya Valerie dan di jawab dengan gelengan kepala Rose.

"Ya sudah pergilah makan, ini sudah hampir malam, biar aku yang menunggu Ayah, kau bisa istirahat setelahnya," ujar Valerie.

"Baiklah.. Tolong terus kabari aku, ya?" pinta Rose karena Ia tahu pasti sang Ibu, Martha akan mempersulitnya untuk mendapatkan kabar kondisi ayahnya.

Valerie mengangguk, "Aku berjanji."

Akhirnya Rose memutuskan untuk pulang saja ke apartemen, toh akan lebih hemat jika Ia memasak dari pada harus membeli makan di luar. Rose teringat pesan Julian jika pria itu memintanya untuk menghubunginya, namun tampaknya Julian juga sangat sibuk hingga tak menghubunginya sejak tadi, sehingga Rose juga tak ingin sampai mengganggu pria itu.

Ketika melewati pintu keluar, tampaknya dari dalam mobil seseorang memerhatikannya, Melisa lah yang dengan berani datang ke rumah sakit setelah Ia bertanya pada Diana di mana rumah sakit yang di maksudkannya. Melisa begitu penasaran hingga datang ke sana dan seolah mendapat jawaban dari rasa penasarannya, Ia dapati sosok wanita yang pernah Julian cium di hadapannya. Jadi apakah wanita itu yang Diana maksudkan?

Bergegas Melisa melepas sabuk pengamannya, dan berniat untuk menghampiri Rose. Ia begitu geram hendak memberi gadis itu pelajaran, entah dengan menamparnya atau menarik rambutnya, Melisa tak akan mau berbagi pria berlian seperti Julian dengan wanita manapun sekalipun gadis sederhana yang tengah Ia perhatikan. Belum sempat Ia menghampiri Rose, gadis itu sudah lebih dulu menaiki sebuah bus dan pergi, bagaimanapun caranya, Melisa harus mencari tahu siapa sebenarnya wanita yang berani mendekati Julian itu.