Keesokan harinya, Haewon bangun lebih awal dari Seongeun. Setelah dia menyiapkan sarapan, gadis itu pergi ke kamar Seongeun untuk membangunkannya. Saat dia membuka pintu, Seongeun sudah sangat rapi dengan blus formal berwarna putih dan rok hitam selutut.
"Eonni akan melamar pekerjaan hari ini?" tanya Haewon sesaat setelah memasuki kamar Seongeun.
"Ya, seperti yang kau lihat. Aku berharap hari ini perusahaan itu bisa menerimaku." Seongeun sedikit membenahi rambutnya.
"Perusahaan seperti apa yang akan eonni kunjungi hari ini?" Haewon masih penasaran.
"Sebuah perusahaan yang berkecimpung di dunia musik," kata Seongeun.
"Semoga saja hari ini menjadi hari keberuntungan untuk eonni," ucap gadis itu.
"Ayo kita makan." Haewon lebih dulu keluar dari kamar Seongeun.
Mereka berdua menikmati makanan yang dibuat oleh Haewon. Setelah selesai makan, Seongeun bergegas pamit. Dia tidak boleh terlambat hari ini.
Sedangkan Haewon, hari ini gadis itu libur. Dia berencana untuk mengunjungi sekolah yang didirikan oleh sahabatnya Kwak Asha. Sekolah yang menaungi anak-anak yang memiliki sedikit keterlambatan dalam perkembangannya, dan juga anak-anak yang memiliki trauma dan gangguan psikis lain.
Haewon sangat tertarik dengan sekolah itu, hari ini dia akan melihat bagaimana cara pengajaran di sekolah itu, dan berniat untuk masuk menjadi bagian dari sekolah itu.
Gadis itu mengikat rambutnya ke belakang, ala ponytail. Dia memilih blus dengan motif bunga daisy kecil berwarna biru yang dipadukan dengan celana denim.
Dia memilih pergi menggunakan bus, saat menunggu bus datang, Haewon mengisi waktunya dengan membaca buku. Tak lama kemudian sebuah bus datang dan berhenti di halte tersebut. Haewon melakukan perjalanan kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di sekolah itu.
Saat tiba di sana, pemandangan indah orang tua yang mengantar anak-anaknya menyapa Haewon. Dia terdiam sejenak di tepi trotoar. Tanpa dia sadari sebuah motor pengantar barang melaju dari arah belakang.
Seorang pria yang menyadari hal itu, menarik Haewon. Gadis itu jatuh dalam pelukan pria itu dalam keadaan terkejut, saat melihat sebuah motor yang melaju sangat kencang.
Pria itu membantu Haewon berdiri, saat ingin berterima kasih, mata mereka bertemu. Dan betapa terkejutnya Haewon ketika melihat pria itu. Ya, pria itu adalah Lee Yonghwa.
"Te-terima kasih," ucap Haewon terbata.
"Jaga dirimu, jangan menyusahkan orang lain," ucap Yonghwa sebelum akhirnya memasuki mobilnya.
Hal itu membuat Haewon kesal, kenapa menolongnya kalau merasa disusahkan? Dasar pria aneh, batinnya.
Kenapa pula dia harus bertemu dengan pria itu. Lee Yonghwa, pria yang harus dihindari bagi Haewon. Karena pria itu sungguh misterius dan aneh. Gadis itu telah bertekad tidak akan berurusan dengan pria itu lagi.
Asha terheran melihat sahabatnya yang sedang merutuki sebuah mobil yang melaju pergi. Dia lalu mendatangi Haewon dan menepuk bahunya.
"Ya! Apa yang membuatmu kesal sepagi ini?" Asha melihat kearah mobil yang menjauh pergi.
"Pria itu sungguh menyebalkan. Kalau tidak mau menolong kenapa tak membiarkanku saja. Toh tak ada ruginya bagi dia kalau aku tertabrak." Haewon menggerutu.
Asha tau betul sifat sahabatnya itu, Haewon akan menggerutu dan merutuki orang yang membuatnya kesal, tapi nanti ketika bertemu kembali dengan orang itu, Haewon akan bersikap biasa saja. Gadis yang unik.
"Ayo masuk ke dalam," ajak Asha.
Haewon masih kesal dengan kejadian tadi, tapi gadis itu tetap mengikuti langkah Asha. Ketika memasuki gerbang, Haewon disambut oleh anak-anak yang bermain berlarian di halaman sekolah.
Saat sedang berjalan dengan Asha mengitari sekolah, Haewon dikejutkan oleh seorang anak yang tiba-tiba memeluknya. Haewon menyetarakan tingginya dengan bocah kecil itu dan Haewon kembali terkejut, karena bocah kecil itu ternyata adalah Seunghan.
"Seunghan-aa?" Haewon terkejut melihat bocah itu. Pantas saja dia bertemu dengan ayahnya di depan tadi, rupanya Seunghan bersekolah di sini.
Seunghan menarik tangan Haewon, dan membawanya ke sekumpulan anak-anak. Lalu bocah itu tersenyum dan memeluk Haewon.
"Apa dia ibumu?" tanya seorang bocah laki-laki.
"Pasti bukan, mamaku bilang ibunya sudah mati karena bunuh diri." Ucapan seorang gadis kecil itu membuat Haewon terkejut. Bagaimana bisa ibunya mengatakan hal yang kurang pantas seperti itu.
Haewon lalu menutup telinga Seunghan dan memeluk bocah kecil itu, dia lalu menatap bocah kecil itu.
"Seunghan, apa benar dia mamamu?" Bocah lainnya kembali bertanya.
"Eung, mama." Seunghan mengangguk sambil memeluk Haewon.
"Seunghan-aa, mama sekarang harus pergi bersama ibu guru… Seunghan pergi bermain dengan teman-teman yang lain ya…" ucap Haewon yang dibalas dengan anggukan oleh Seunghan.
Setelah itu Seunghan pergi bermain bersama teman-temannya, dan Haewon pergi bersama Asha.
"Wah, betapa baiknya seorang Kim Haewon. Apa kau benar-benar mamanya Seunghan?" Asha menghadiahi Haewon dengan tepukan tangan.
"Bukan begitu, aku hanya tidak ingin anak itu diganggu oleh teman lainnya. Bagaimana bisa anak itu berkata seperti itu tentang ibunya Seunghan," jelas Haewon.
"Apa kau sungguh tak tau? Rumor yang beredar memang begitu. Walaupun aku tau itu tak pantas untuk dibicarakan. Aku akan menegur orang tua gadis itu," kata Asha sambil membukakan pintu untuk Haewon.
"Sebenarnya sifat Ayahnya lah yang membuat rumor itu menjadi cepat menyebar," ucap Asha.
"Ya, siapa juga yang akan tahan dengan sifat Lee Yonghwa itu. Pria yang sangat menyebalkan. Apa dia tak peduli dengan anaknya?" Haewon kembali menggerutu.
"Kalau dia memang tak memperdulikan anaknya, dia tak akan membawa anaknya pergi menemui psikiater dan menyekolahkan anaknya di sini Haewon-aa," kata Asha.
"Aku rasa ayahnya Seunghan juga sedikit memiliki trauma masa lalu. Entah apa yang terjadi pada keluarga mereka. Yang ku tau, mamanya Seunghan memang sudah meninggal, tapi penyebab pastinya aku tak tau," lanjut Asha.
"Pasti sangat berat untuk mereka, terutama untuk Seunghan." Haewon menarik nafas panjang.
"Sudah waktunya masuk ke kelas. Mau ikut melihat cara pengajaran di sekolah ini?" ajak Asha.
"Tentu." Haewon beranjak dari tempat duduknya dan berjalan beriringan dengan Asha.
*****
Di tempat lain, Seongeun kini telah berdiri di depan sebuah gedung besar, tempat dimana sebuah entertainment terkenal berjalan. GYP Entertainment, tempat yang menaungi idol dan aktor terkenal.
Seongeun meyakinkan dirinya dan masuk ke dalam gedung itu. Dia hendak melamar pekerjaan menjadi seorang sekretaris untuk salah satu divisi perusahaan ini.
Saat hendak masuk, seorang pria yang sedang terburu-buru tak sengaja menyenggol Seongeun. Pria itu memeluk sebuah laptop yang terlihat sangat penting. Dia meminta maaf kepada Seongeun kemudian bergegas masuk.
Seongeun memaklumi hal itu, mungkin pria itu memiliki hal penting yang harus ia kerjakan, pikir gadis itu. Seongeun melanjutkan langkahnya, sampai akhirnya dia tiba di lantai lima, tempat dimana wawancara akan dilaksanakan.
Seongeun duduk menunggu di sana. Gadis itu melihat ke sekeliling, dan mulai merasa minder. Orang-orang yang lain sangat rapi dan tau tentang musik. Beraninya dia yang tak terlalu tau tentang musik mendaftarkan diri ke perusahaan ini.
Saat pikirannya tengah sibuk mengkritik diri sendiri, namanya dipanggil dan dipersilahkan untuk masuk ke ruangan. Betapa terkejutnya Seongeun ketika melihat pria yang tadi menabrak dirinya berada di dalam ruangan itu sebagai pewawancara.