webnovel

Harapan dan Kehangatan

Seongeun keluar dari ruangan wawancara dengan wajah yang sedikit kecewa, dia berharap bahwa kali ini dia akan mendapatkan pekerjaan ini, tapi takdir berkata lain.

Gadis itu berjalan menuju pintu keluar, tapi tangannya ditahan oleh seseorang. Seongeun membalikkan badannya dan mendapati pria yang tadi menabraknya dengan nafas menderu karena berlari mengejarnya.

"Kau butuh pekerjaan kan?" tanya pria itu sambil mengatur nafas.

"Tentu," jawab Seongeun yang masih memasang wajah bingung.

"Kalau begitu kau bisa menjadi sekretarisku mulai besok." Pria itu tersenyum.

"B-bagaimana maksudnya?" tanya Seongeun yang bingung.

"Kau akan menjadi sekretarisku mulai besok." Pria itu mengulangi perkataannya.

"Oh ya, namaku Lee Chanhee, kau bisa memanggilku Chan." Pria itu memperkenalkan diri.

"Kalau begitu, besok datanglah jam delapan pagi. Aku akan menunggumu di lobby ini." Pria itu bergegas pergi setelah seseorang memanggilnya dari kejauhan.

Seongeun masih terpaku, dia bingung. Apakah pria itu serius pada perkataannya atau hanya mempermainkan dirinya? Apa dia harus percaya dan datang besok? Seongeun menghela nafas berat.

Gadis itu tak bisa menolak pekerjaan yang ditawarkan oleh pria itu karena dia sangat butuh pekerjaan sekarang. Banyak yang harus dia tanggung, termasuk hutang adiknya yang selalu bermain judi.

Seongeun memutuskan untuk datang lagi besok, sesuai dengan yang dikatakan pria itu. Apapun yang terjadi besok, semoga saja pria itu tak menipunya. Sekarang dia memilih untuk pergi ke toko roti milik keluarga Haewon dan membantu di sana.

*****

Haewon berjalan beriringan dengan Asha, mereka berkeliling ke setiap kelas dan melihat bagaimana cara pengajaran di sekolah yang Asha dirikan. Di tempat ini anak-anak diajari cara bersosialisasi yang benar serta diajak untuk lebih mengenal dan menyayangi diri sendiri. Sistem pengajarannya juga menyenangkan dan lebih ke arah permainan.

Haewon merasa pendidikan seperti ini untuk anak-anak dengan kebutuhan psikologis yang khusus adalah hal yang bagus. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk membantu mengajar di saat dia sedang libur bekerja.

Haewon selesai berkeliling dan berbincang dengan Asha bersamaan dengan jam pulang anak-anak. Dari kejauhan dia melihat Seunghan tengah menunggu ayahnya menjemput di antara anak-anak lainnya yang bergandengan dengan orang tua mereka.

Haewon sebenarnya ingin sekali mengabaikan Seunghan, dia tak ingin terlibat dengan keluarga Lee Yonghwa. Namun, dia sungguh tak tega melihat Seunghan duduk memeluk lututnya di depan gerbang sekolah.

Akhirnya gadis itu menghampiri Seunghan dan benar saja, bocah kecil itu sangat senang melihat kehadiran Haewon di hadapannya dan segera memeluk gadis itu.

"Mama," ucapnya.

Haewon hanya bisa tersenyum sambil mengelus kepala Seunghan. Jujur saja dia merasa risih dipanggil dengan sebutan mama oleh Seunghan, terlebih di hadapan umum seperti ini.

Dia mendengar beberapa orang tua murid yang lewat berkata, "ternyata anak itu memiliki ibu," "lihatlah, ternyata itu ibunya Seunghan," dan perkataan perkataan serupa lainnya.

Haewon memejamkan matanya dan menarik nafas, lalu menyamakan tingginya dengan Seunghan. Gadis itu menangkup kedua pipi Seunghan yang sedikit berisi, dia tersenyum melihat bocah kecil di hadapannya itu.

"Bagaimana sekolahmu hari ini?" tanya Haewon.

"Menyenangkan." Haewon tak menyangka pertanyaannya dijawab oleh Seunghan.

Haewon kembali mengelus kepala Seunghan sambil tersenyum. Luar biasa kemajuan yang ditunjukkan Seunghan. Bocah itu kini mau berbicara, walau hanya sepatah kata.

Dari kejauhan Yonghwa memperhatikan keduanya, dia sangat terkejut saat Seunghan memanggil Haewon dengan sebutan "mama", tapi yang lebih mengejutkan baginya adalah ketika Seunghan menjawab pertanyaan Haewon.

Yonghwa menghampiri keduanya. Dia langsung membungkuk di hadapan Seunghan, guna menyamakan tinggi mereka. Kali ini Yonghwa bertanya pada Seunghan, "bagaimana harimu?"

Namun sayang, Seunghan tak merespon apapun. Bocah itu malah menunduk dan mengeluarkan sebuah kartu bertuliskan "kesal".

Hal ini membuat Yonghwa dan Haewon sedikit terkejut. Bukankah tadi ketika Haewon bertanya, bocah kecil itu bisa meresponnya? Kenapa ketika ayahnya bertanya bocah itu malah tidak merespon?

"Maafkan papa," ucap Yonghwa sambil mengelus pipi anaknya itu.

"Apa kau ada waktu luang?" Kali ini Yonghwa bertanya pada Haewon.

"Eoh? Aku? Eum… ya, kurasa aku punya waktu." Entah kenapa Haewon malah berkata seperti itu. Bukankah dia ingin menghindari keluarga itu?

"Aku ingin mengajakmu untuk makan siang bersama, jika kau berkenan." Ucapan Yonghwa ini membuat Seunghan sangat senang. Dia lalu mengambil tangan Haewon dan menggenggamnya.

"Baiklah, aku rasa aku punya waktu untuk itu." Haewon sebenarnya tak ingin, tapi bagaimana bisa dia membuat bocah kecil ini kecewa jika ia menolak.

Seunghan menggandeng tangan Haewon dan Yonghwa bersamaan dan berjalan ke arah mobil layaknya sebuah keluarga kecil. Bocah itu tak henti-hentinya tersenyum.

Di sepanjang perjalanan, Haewon banyak bertanya tentang hari Seunghan di sekolahnya dan anehnya bocah itu menjawab sepatah dua patah kata. Seperti saat Haewon bertanya tentang siapa nama guru yang mengajar hari ini, bocah itu langsung menjawab, "ibu guru Eunha."

Hal itu membuat Yonghwa semakin penasaran dengan Haewon. Mengapa anaknya justru menjawab pertanyaan gadis itu dan mau berbicara dengannya, sementara itu anaknya justru menolak untuk berbicara padanya.

Sesampainya di restoran, Seunghan masih tak mau lepas dari Haewon. Bocah itu terus bergandengan dengan Haewon sampai ke dalam restoran. Bahkan bocah itu juga duduk di sebelah Haewon.

"Wah, selamat datang tuan. Sudah lama sekali tuan tidak datang bersama pangeran kecil ini, dan wanita di hadapan tuan…" Belum selesai ucapan pemilik restoran itu, Seunghan sudah menyelanya.

"Mama," ucap bocah itu polos, hal itu membuat Haewon dan Yonghwa menjadi canggung.

"Akhirnya tuan Yonghwa membawa keluarga kecilnya kemari. Kami akan menyajikan makanan terenak yang kami punya tuan, mohon tunggu sebentar." Pemilik restoran itu sepertinya juga bahagia tatkala mendengar kata "mama" keluar dari mulut bocah kecil itu.

"Maaf, aku kenal dekat dengan pemilik restoran ini. Aku akan menyelesaikan kesalahpahaman ini. Maaf membuatmu merasa tak nyaman," ucap Yonghwa sambil beranjak dari tempatnya dan hendak menghampiri pemilik restoran itu. Namun, Haewon menahan tangan pria itu.

"Duduklah, aku tidak masalah akan hal itu. Aku senang Seunghan mau berbicara sepatah dua patah kata seperti ini. Melihat dari riwayat medis Seunghan, ini adalah sebuah kemajuan besar."

Haewon tersenyum pada Yonghwa, yang entah kenapa senyuman itu membuat jantung Yonghwa berdebar. Dia semakin penasaran dengan Haewon. Gadis itu kini benar-benar menyita perhatiannya. Terlebih perlakuan Haewon pada Seunghan yang sangat lembut.

Namun, Yonghwa adalah pria yang dingin dan kaku. Dia sulit untuk mengungkapkan perasaannya. Dia menunjukkan perasaannya dengan cara yang berbeda. Seperti saat ini, walaupun tak terlihat jelas, tapi pria itu kini tengah tersenyum melihat Haewon dan Seunghan. Hatinya seperti menemukan sebuah kehangatan yang telah lama menghilang.