Iya, bukan dia yang aku butuhkan tapi kamu, bukan mereka tapi kamu, tapi membuatmu sadar seberapa kejam dirimu, mengapa begitu sulit untukku
Alexsa Wilshon
***
Biru. Warna yang menggambarkan betapa cerah langit pagi hari ini.. tidak ada rintik hujan yang biasanya menghiasi suasana pagi ibu kota. Hanya ada matahari yang cerah dan hangat.. sehangat coklat panas yang menemani pagi seorang gadis cantik yang sedang duduk diam di balkon kamarnya. Tapi sayang coklat panas itu tidak bisa menghangatkan hatinya. Seolah suasana hati sang gadis sangat bertolak belakang dengan suasana cerah yang disuguhkan sang mentari.
Sudah hampir dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu, tapi seolah itu masih berbekas luka dihatinya, bibirnya masih mudah tersenyum seperti biasanya, tapi tidak dengan hatinya, penghianatan yang diberikan oleh lelaki itu menggoreskan luka yang mendalam di hatinya.
"kamu melamun lagi Princesss" ucap Alex sambil duduk di samping gadisnya yang sudah sedikit pendiam setelah malam itu.
Niat awalnya hanya untuk membuat Alexsa putus dari rivalnya, tapi siapa yang sangka, membongkar rahasia rivalnya itu membuatnya malah kehilangan senyum adiknya, gadis yang dia sayang.
"Aku tidak melamun kak" sanggah Alexsa, sambil meminum coklat panasnya.
"ini sudah hampir dua minggu, dan kamu masih mengingatnya, dia bukan orang yang pantas untuk kamu ingat Alexsa" Alexsa mendengar nada jengkel dari suara lelaki di sebelahnya, dia paham akan itu, seharusnya memang dia tidak mengingat lelaki itu lagi, tapi sepertinya penghianatan yang di terimanya, menyisakan luka yang mendalam.
Sangat menyedihkan.
"aku tahu kak, hanya saja aku sudah terlalu percaya padanya, aku tidak menyangka akan itu" Alex menghela nafas kasar, selalu saja jawaban itu yang di terimanya, apa aiknya ini tidak bisa kreatif sedikit.
"apa aku harus menyingkirkannya, " tawar Alex. Alexsa menatap kesal kakaknya, selalu saja seperti ini, selalu saja tawaran itu, dia tidak ingin kakaknya menjadi pembunuh, hanya itu..
"kak.." Lexsa menatap kesal.. dia belum ingin Alcio mati di tangan kakaknya. Kalau pun lelaki itu harus mati, harus lah di tangan nya, bukannya dia yang tersakiti disini.
"selalu saja seperti itu jawabanmu Lexsa, aku hanya ingin menyingkirkannya. Dia sudah menyakitimu, bukannya kita harus menyingkirkan orang-orang yang menyakiti kita sayang" ucap Alex dingin, sambil merangkul gadisnya kedalam pelukan hangatnya.
"tapi dia masih berhak untuk hidup kak, aku belum ingin menyingkirkannya, begitu juga kakak, bukankah dia rekan bisnis yang menguntungkan untuk kakak' ucap Lexsa sambil membalas pelukan hangat kakak nya
"kau selalu menguji ku Lexsa" suara yang aneh, suara kakak nya selalu bertambah sexy saat dia sedang kesal, entah sejak kapan Lexsa mempunyai pandangan yang seperti itu untuk kakaknya.
"aku kangen kamu" Alex berucap serak. Lexsa tahu apa arti kata itu, setelah malam itu, kata itu sudah sering di dengarnya,
Lexsa merapatkan pelukannya, memeluk dengan erat lelaki di sampingnya, saat dia merasa benda kenyal nan lembut itu mendarat sempurna di lekukan lehernya. Mengecup lembut dan sesekali menggigit pelan leher putihnya.
"kakk" Lexsa melenguh pelan, mendengar itu, bukannya berhenti Alex semakin gencar melakukan aksinya memberikan tanda di leher adiknya yang seolah sudah menjadi rutinitasnya sekarang.
"kak berhentii" Lexsa mendorong pelan tubuh kakaknya, dia tahu kakaknya pasti akan melukan ini lagi padanya, memberikan tanda pada bahu atau lehernya, kemudian mencegahnya untuk menghilangkan tanda menyebalkan itu..
Cup
"manis" ucap kakak menyebalkan nya itu, setelah mencium cepat bibirnya
"kakakk" Lexsa menggeram kesal, sekarang dia bingung apa yang harus dia tutupi sekarang, leher atau bibirnya,,
"kenapa kakak melakukannya lagi" ucap Lexsa kesal, namun hanya senyuman bahagia yang terpampag di wajah polos kakaknya.
"mau lagi" pinta Alex bagaikan anak kecil, Lexsa menggeram kesal, kakaknya ini bukannya membantunya menghilangkan kekesalannya, malah menambahnya....
"aku harus menghilangkan ini lagi, kakak benar-benar menambah masalah ku saja" geram Lexsa kesal sambil beranjak pergi dari sana
"hy mau kemana" cegah Alex, namun terlambat, Lexsa sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.
"baiklah aku akan menunggu disini sampai kamu selesai, setelah itu kita akan keluar jalan-jalan. Ok" teriak Alex sambil menjatuhkan dirinya di atas ranjang adiknya.
" keluar dari kamar ku Alex Wilshon "Lexsa berteriak geram, mendengar penuturan kakaknya.
Siapa juga yang ingin keluar dengan lelaki itu, walaupun memang hari ini dia bolos dengan kakaknya. Lebih tepatnya dia yang bolos sekolah dan kakaknya ikut-ikutan bolos, tapi kalau seharian dirumah dia pasti akan bosan. Tapi memilih keluar dengan kakaknya itu hanya akan membuat nya naik darah.
"menyebalkan!" ..
***8****8***8***8
Sudah hampir dua minggu dia memperhatikan benda pipih yang sekarang berada di tangannya, rasanya kalau benda itu dapat berbicara, dia pasti sudah merasa risih karena selalu ditatap dengan mata seolah ingin membunuh itu.
"benda pipih itu tidak akan membuat lo balikan sama lexsa" sembur Bram yang sekarang sedang memainkan handphonnya .
"Ck!!!, "Al mengumpat kesal,,
" berhentilah mengurutu tak jelas seperti itu, lo sudah kalah dengan Alex, sudah jelas bukan kalau Alex yang mengirimkan foto lo dengan flora, kita melihat dia ada di sana malam itu bukan. " ucap Devon dingin , dia jelas tahu kalau malam itu Alex ada di sana, tapi sahabatnya itu terlalu terbawa suasana, dan sekarang dia sudah kehilangan gadis nya, dan kalah dengan rival abadinya.
"gue mau keluar" ucap Al jengah, bukan dia tidak tahu kalau ini ulah rival nya, walupun malam itu dia mencoba menutup mata, mencoba menuduh orang lain, mungkin Beny yang juga terobsesi dengan gadisnya itu, tapi malam itu dia jelas-jelas melihat Alex ada di sana, sedang tersenyum sinis ke arahnya, sebelum lelaki yang menjadi rivalnya itu beranjak pergi dari tempat duduknya.
"hy lo mau kemana" tanya Bram heran yang melihat sahabatnya itu, pergi begitu saja kearah pintu gerbang sekolah..
"Wou, lo mau kemana" teriak Devon, yang akhirnya berlari menyusul sahabat gilanya ittu.
"hy Broe , santai dong. Orang bisa berpikir kalau lo mau bolos lagi " ucap Devon yang sudah berada di samping Al.
"memang itu yang mau gue lakukan. Kita ketempat biasa" ucap Al acuh.
"Seharusnya kalau lo mau ngajak bolos, dari tadi pagi seharusnya bilang. Jadinya kita gak perlu memakirkan mobil kita kita di tempat parkir sekolah."gerutu Bram sewot.
"hubungi Davit, Bram. Tas kita masih dalam kelas, kita akan bertemu di tempat biasa. " ucap Al sambil melangkah ke tempat dimana mobilnya terparkir. Sepertinya hari ini mereka harus berada di tempat itu lagi, tempat dimana balapan liar sering diadakan , walaupun masih siang hari, tapi polisi mana yang berani manahan mereka kalau ketahuan balapan liar. Bukan orang sembarangan yang berada di atas jalan kematian itu atau mereka sering menyebutnnya "death road" tempat dimana seharusnya mereka tidak kesana, karena itu dapat menghancurkan pencitraan mereka, tapi siapa sangka kalau ternyata disana lah tempat dia bisa sedikit lebih tenang , setelah di putuskan oleh gadisnya/
Gadisnya. Ya gadisnya. Sekarang kata-kata itu begitu menyakitinya, sangat menyakitinya. Saat dia sadar seorang Alexsa Willshon tidak mungkin bisa diraihnya lagi. Tidak mungkin,
"hy kalian mau kemana" tanya seorang satpam yang mehadang mereka.
"buka pagarnya" perintah Al dingin, tidak ada yang berani melawannya di sekolah ini. Tapi lihat lah, satpam ini sepertinya tidak mengenal siapa dia.
Devon dan Bram yang melihat itu tersenyum sinis, kemudian menurunkan kaca mobilnya . dan menatap lelaki berseragam putih itu tajam.
"turuti saja perintahnya, kalau kau tidak ingin kehilangan perkerjaanmu" ucap Devon mengingatan
"saya bisa melaporkan kalian ke kepala sekolah" satpam itu masih bersikukuh dengan keputusanya.
"sepertinya dia orang baru Al" ucap Bram menatap sinis lelaki itu.
"Ck!!. Buang buang waktu saja. Hancurkan gerbang sialan itu" perintah Al, Bram yang sudah siap dengan mobilnya hendak membuka paksa gerbang yang menjulang tinggi itu.
"Ada apa ini"' Devon langsung melihat kearah suara itu. Sebuah senyum sinis terpatri di bibirnya.
"Ooo dia datang Al" Al yang mendengar namanya di sebut langsung mengalihkan tatapannya, Al tersenyum sinis saat melihat siapa yang berdiri tak jauh dari mereka. Lelaki yang tadi berdiri tegap di depan mereka , kini menunduk takut.
"apa aku harus mengulang lagi perintah ku" ucap Al dingin, lelaki yang baru saja datang itu , langsung berkeringat dingin, dia tidak mungkin melarang anak dari seorang Arka Corner, keluar dari gerbang ini. keluarga Al punya pengaruh yang besar di sekolah ini, sudah menjadi rahasia umum kalau keluarga mereka berkuasa disini. Dan kapan pun sekolah ini bisa jatuh ke tangan Alcio Corner, Dia belum siap kehilangan perkerjaan nya.
" ya we get it" teriak Bram saat gerbang itu perlahan terbuka untuk mereka , dia langsung melajukan mobilnya keluar dari sana
" lain kali, beritahukan kepada anak buahmu siapa kami"ucap Devon tajam.
Lelaki tadi menunduk hormat
" siapa mereka " tanya lelaki yang sedari tadi mencoba menghentikan Al dan teman-temannya.
"dialah Alcio Corner" jawabnya.
Lelaki yang sedari tadi berdiri angkuh, kini berkeringat dingin saat tahu dengan siapa dia mencari masalah tadi.. lain kali dia harus lebih berhati-hati. Dia harus mengingat nama itu, nama terlarang, nama seseorang yang tidak boleh sedikit pun di sentuhnya.
******
"emmmm, na na na " gadis itu bersenandung riang, setelah membersihkan dirinya, setelah keluar dari kamar mandi, lelaki yang sedari tadi menunggu nya selesai mandi, kini menatap nya dengan senyum yang mengembang
"AAAAAAA" Alex menutup telinganya saat mendengar suara bak petir milik adiknya.
"ngapain kakak disini, keluar dari kamar ku" teriak Lexsa lagi, sambil melemparkan handuk yang di gunakannya tadi untuk mengeringkan rambutnya, kearah Alex.
"segeralah bersiap-siap princess, kita akan keluar"ucap Alex sambil memainkan handphonenya diatas ranjang Lexsa, dengan tangan satunya lagi menyingkirkan handuk yang Alexsa lempar padanya
"keluar kak, keluar!!" ucap Lexsa kesal
"kita akan pergi ke "death road" kakak tahu, kamu pasti tidak akan menolak" ucap Alex
Lexsa menatap kesal lelaki yang sedang bersantai di ranjangnya. Tapi kalau dia pikir-pikir lagi, tidak ada salahnya dia ikut kakaknya. Dia perlu sesuatu yang liar dan menantang sekarang
Lexsa melangkah menuju lemari pakaiannya, kemudian memilih pakaian yang menurutnya cocok untuk ketempat itu. pakaian yang sudah lama tidak dientuhnya, pakaian sexynya, pakaian yang mencerminkan betapa liar dirinya.
Alex tersenyum penuh arti saat melihat gadis yang berdiri di depannya , sebenarnya dia ingin marah saat melihat apa yang di pakai adiknya itu, sangat liar dengat lipstik merah darah yang terpoles di bibirnya. Sosok yang sudah lama tidak dilihatnya, begitu liar dan menantang .
"ayoo" ajak Lexsa, kakak kurang ajarnya ini, sudah siap untuk pergi rupanya.
"you so sexy Princess" bisik Alex sambil mencium cepat bibir Lexsa, yang sedari tadi menggodanya.
"jangan melakukan itu lagi kak, kakak sudah kelewatan" Lexsa berusaha mendorong kakaknya, tapi dia tahu itu sia-sia, bukannya menjauh, lelaki itu malah semakin merapat padanya,
"nikmati hari ini Princess, jadilah dirimu sendiri, tidak akan ada lagi yang menyakitimu. Jadilah Princess ku seperti dulu, aku tak suka melihat mu murung, atau aku akan melenyapkan lelaki itu Lexsa. Itu janji ku Princess" Lexsa menegang, janji itu seolah akan menjadi kutukan baginya,
Tidak ada yang akan menyakitinya lagi, tapi lelaki di samping nya ini, kapan dan kapan lelaki ini akan menyadari kalau semua ini juga menyakitinya. Kapan dia sadar, sebelum semuanya sadar apa yang terjadi di antara mereka.
*****