7 Penjagal dalam Gelap (1)

Mentari pagi telah terbit. Cahayanya merangsek masuk melewati lubang ventilasi, menyinari samping wajah dari seorang lelaki yang tertidur di atas tempat tidur.

Lelaki tersebut seraya merasakan kehangatan mulai menyebar ke wajahnya, membuat kelopak matanya bergetar dan perlahan terbuka.

Mendengarkan suara nyanyian burung pagi yang bertengger di pohon sekitaran rumah, lelaki itu kian terbangun dan duduk dari tidurnya. Melemaskan leher dengan memutar kepalanya, lalu mendapati seorang lelaki lain ternyata telah tertidur di sampingnya.

Mendengkur nyenyak mengganggu harmoni nyanyian para burung.

Entah kapan lelaki itu menyelinap ke kamar dan kasurnya. Tapi, melihat wajah nyenyak itu membuat lelaki yang bangun, Bima, merasa kesal. Dia angkat bantalnya lalu menutupi wajah yang tertidur tersebut hingga temannya itu sesak dan panik.

Menggeliat dan melemparkan bantal yang ada di genggaman Bima.

"Buset, dah! Kau mau aku mati?!" Bentak Oki.

"Tidak. Kau mati di sini hanya bakal membuat hantu di sini semakin ramai."

"...bisakah kau tidak berbicara hal mengerikan seperti ini di pagi hari?"

"Kenapa? Masih takut? Lagipula ngapain kau kemari, bukankah kau punya kamar sendiri?"

"Apa kau sedang bercanda?!"

Dengan gemetar Oki menjelaskan kalau dirinya tidak dapat tidur karena terus mengingat kejadian beberapa hari terakhir. Menggali tanah lalu menemukan tulang manusia, harus memberikan kesaksian ke polisi, lalu dipaksa melihat hantu memakai kacamata milik Bima, mengalami berbagai kejadian poltergeist dan terakhir mendengar serta berhadapan langsung dengan hantu yang murka saat rekaman podcast.

Kejadian beberapa hari terakhir membuatnya bagai kehabisan separuh nyawa. Tidur mengingat teriakan nyaring dari Lani saat di studio sungguh suatu mimpi buruk.

Dia terus terbangun dan melirik ke setiap sudut kamarnya. Takut-takut melihat ada sosok yang sedang memperhatikannya.

Pada akhirnya, karena tidak dapat lagi menahan rasa takut. Dia kabur ke kamar Bima, masuk ke dalam selimut dan akhirnya baru bisa tidur di sana.

Bima yang mendengarkan alasan tersebut hanya bisa mengerutkan wajahnya. Dia beranjak dari tempat tidur, meminum gelas air putih yang ada di atas nakas lalu memakai kacamata yang tergeletak di sampingnya.

Ketika dia melirik ke arah pintu, satu sosok bocah kecil sudah berdiri di depan pintu, memandangi Oki yang masih gemetar ketakutan.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Tanya Bima kepada bocah tersebut. Oki yang mendengar ini mengangkat kepala, merasa aneh mendengar pertanyaan tersebut. Yang ternyata setelah melihat arah kepala temannya, pertanyaan itu bukan ditujukan kepadanya.

Menyadari kalau Bima sedang berbicara dengan makhluk lain, wajah Oki semerta pucat.

Di lain pihak, Bima melihat bocah itu menunjuk ke arah Oki. Berkata kalau dia senang melihat reaksi lelaki itu semalaman. Jauh lebih menarik daripada menyaksikan Bima yang lebih cepat beradaptasi.

"..."

Mendengar itu Bima hanya mengeluarkan ekspresi kosong. Berpaling ke temannya, lalu mengatakan kepada temannya kalau tetap ketakutan seperti pengecut, dirinya akan selalu diikuti oleh hantu. Karena melihat orang takut adalah suatu kesenangan bagi makhluk astral tersebut.

Bima pun meninggalkan Oki di kamar. Pergi ke bawah sambil membawa ponsel. Berjalan sembari memeriksa pesan-pesan yang masuk pada saat dia tidur.

Salah satu pesan dikirim oleh ibunya. Mengatakan kalau dia dan ayah dari Bima akan datang pada lusa besok.

Mengingat kembali kalau orang tuanya itu akan datang malah membuat raut dari Bima semakin mengkerut. Dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan situasi absurd di rumahnya ini.

Belum lagi temuan tulang belulang Lani dan interaksinya dengan kepolisian kemarin atas masalah ini belum diberitahukan Bima kepada orang tuanya.

Menjelaskan hal-hal yang terjadi di rumah itu kepada orang tuanya akan sangat merepotkan. Membuat Bima hanya bisa melepaskan napas panjang. Pasrah dan malas.

Dia pergi ke dapur, menyeduh secangkir kopi instan di dapur. Dia tengok ke sudut ruangan, pocong itu masih berdiri tak bergerak di sana sambil melotot tanpa berkedip ke arah depan.

Entah apa yang dilakukannya, tapi berapa kali pun dia ke dapur. Keberadaan sosok pocong itu masih tetap membuatnya kurang nyaman.

Bima berjalan keluar dari dapur, pergi ke ruang tengah meletakkan cangkir di atas meja. Lalu kembali membuka ponsel. Selain chat dari orang tuanya, terdapat chat lain dari nomor yang tidak dikenal.

Ketika Bima membuka obrolan tersebut. Dia tertegun membaca pesan yang dikirim oleh kontak tak dikenal tersebut.

[Apa ini dari Podcast Rumah Tanjakan?]

[Saya Marni dari Desa Hanen yang ada di Kota Pinus. Saya barusan mendengar podcast dari kalian. Ingin menyampaikan kalau di desa saya ada warga yang mirip dengan deskripsi yang diceritakan. Buncit dengan rambut ikal, menyendiri, agak creepy, kalau senyum juga kelihatan ompong dan dia berprofesi sebagai tukang jagal hewan ternak .]

[Setelah mendengar podcast anda, saya menjadi takut bila mengingat orang ini. Tolong beritahu saya, apakah cerita kalian itu asli atau tidak? Saya jadi paranoid kalau cerita itu asli dan orang ini memang pelaku yang berkeliaran bebas. Please! Hubungi saya untuk konfirmasi.]

Melihat pesan tersebut, Bima memperlihatkan senyum puas di wajahnya. Karena dengan adanya pesan tersebut maka rencananya berhasil.

Pada saat dia memanggil polisi kemarin untuk melaporkan temuan tulang belulang dari Lani. Bima juga sedikit memberitahu akan cerita horor yang beredar di rumahnya itu. Cerita yang secara tidak langsung berkaitan dengan kasus pembunuhan dari Lani.

Namun, sayangnya pihak kepolisian tampaknya kurang percaya dan tidak mau menindaklanjuti kasus tersebut. Hanya memendam dan menganggapnya sebagai salah satu kasus dingin di loker mereka.

Hal yang kepolisian lakukan hanyalah mengidentifikasi identitas tulang itu yang ternyata memang adalah Lani Hanindya. Setelah itu melihat alasan kematian dari Lani, yang dari pihak forensik menyatakan kalau Lani memang dibunuh.

Sayangnya tidak adanya petunjuk yang mengarah ke pelaku membuat investigasi seketika menemui jalan buntu.

Hasilnya mereka hanya bisa menghubungi orang tua Lani, memberitahukan nasib putri mereka dan sementara menutup kasus tersebut hingga muncul petunjuk yang membuat mereka dapat bergerak kembali.

Sebenarnya hal ini tidak terlalu dipedulikan oleh Bima bahkan Oki. Keduanya merasa kalau yang terjadi pada Lani tidak ada sangkut pautnya dengan mereka.

Setidaknya hingga mereka melihat Lani yang terus menerus menangis dan menggerakkan setiap perabotan di rumah karena fluktuasi emosi.

Lani yang berharap kalau target balas dendamnya dapat ditemukan. Harus kecewa dengan tindakan kepolisian. Membuat suasana di rumah Bima menjadi sesuatu yang biasa terjadi di sebuah film horor.

Sofa bergerak sendiri. Laci-laci terbuka tutup. Lampu gantung bergoyang, lampu-lampu lain kedap kedip membuat pandangan Bima bingung.

Hingga pada suatu pagi, Bima mendapati seluruh sofa di ruang tengah lantai pertamanya telah terbalik semua. Akhirnya membuat Bima kesal.

Bima serta merta mengingatkan Lani untuk tidak melakukan hal-hal poltergeist itu. Tapi Lani berkata kalau dirinya tidak bisa mengendalikan rasa negatif dan balas dendam dalam dirinya. Membuatnya mengeluarkan kekuatan tanpa keinginan dirinya sendiri.

Bahkan ada kala di mana perempuan itu ingin sekali mencekik Bima hingga mati. Setidaknya sebelum tubuhnya bagai mengingat rasa sakit dari pukulan lelaki itu, sehingga keinginan bagai terpendam dengan sendirinya.

Bima tentu semakin kesal dan gusar. Sedangkan Oki, hanya bisa meringkuk ketakutan.

Bima tidak menyangka kalau hidupnya akan terganggu karena pihak kepolisian lambat dalam menindak kasus Lani. Oleh karenanya, Bima pun harus memikirkan jalan lain, setidaknya membuat hantu perempuan itu tenang dan tidak melemparkan segala jenis barang di rumahnya.

Dari semua ide yang terpikir oleh Bima. Ide dari Oki adalah hal yang paling menarik. Membuat podcast. Menceritakan kisah Lani ke publik sehingga membuat para masyarakat sadar adanya kasus tersebut, sekaligus dapat memberikan Bima ribuan pasang mata di berbagai daerah untuk mencari pelaku yang bebas berkeliaran di luar sana.

Nyatanya rencana ini bisa dianggap berhasil. Tidak perlu menunggu seminggu sebelum akhirnya ada beberapa pendengar yang mengontaknya.

Selain pesan dari Marni yang baru dibuka Bima. Sebelumnya sudah ada empat pesan lain yang masuk. Memberikan informasi akan adanya orang yang memiliki ciri serupa seperti yang diceritakan dalam podcast.

Tapi, empat pesan sebelumnya. Hanya memberi tahu soal lelaki buncit saja. Atau lelaki creepy di daerah mereka. Tidak lengkap sehingga tidak menjanjikan. Meski begitu, Bima tetap meminta mereka untuk mengirimkan foto dari tersangka yang mereka kira.

Hasilnya... nol. Setelah memperlihatkan foto setiap terduga kepada Lani. Hantu perempuan itu hanya bisa menggeleng.

Kali ini pesan dari Marni terlihat lebih menjanjikan. Karena deskripsinya lebih lengkap dari sebelumnya. Bima pun membalas pesan tersebut.

[Hai, ini Abimanyu dari Podcast Rumah Tanjakan. Kami menerima pesan anda, dan kami janji kalau cerita dalam podcast adalah kisah nyata dari sumber yang asli pula. Jadi, untuk terduga pelaku di daerah anda, bisakah saya meminta fotonya?]

Menurunkan ponsel, menyeruput kopinya lalu bersandar nyaman di sofa. Bima kini hanya tinggal menunggu balasan dari Marni.

avataravatar
Next chapter