webnovel

Ini kah rasanya?.

"APA.. jadi maksud kakak.. Bagaimana?" Suara Chi terdengar menggelegar. Dia sangat terkejut dengan ucapan Marco tadi. Pria itu mengangguk santai, tidak ada yang salah dengan kata-katanya karena dia berkata dengan jujur. Ya, ciuman itu bukanlah apa-apa mereka pernah melakukan lebih.

"Maksud kakak apa? Kenapa kakak malah diam!"

"ya ampun Cecil, kamu tumbuh menjadi anak yang cerewet ya.. biarkan aku makan dengan santai dan menghabiskan isi piringku terlebih dahulu.. Baru nanti kita bahas semua ini ya, bagaimana..?" Chi tentu saja cemberut, dia melipat tangan di dada, tentu saja dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan Marco. Tapi melihat Marco masih lahap memakan isi piringnya, Chi akhirnya memberi waktu.

Tapi ternyata setelah mereka selesai makan, Marco merapikan piring kotor dan membereskan meja, pemuda itu menyibukkan diri dengan mencuci piring sementara Chi terlihat sedang menjawab panggilan telepon masuk di ponselnya. Marco melirik dan mencuri tatap melalui ekor mata, dia melihat wajah Chi yang berubah drastis, sangat berbeda dari ekspresi menggemaskan yang tadi mengomelinya saat makan. Marco menghela napas singkat, dia memperhatikan tingkah adik pantinya itu,

apa sesuatu yang buruk menimpanya? Pria itu mempercepat gerakan. Dia segera menaruh piring dan mengelap tangannya, dia menghampiri Chi ke depan sana.

Sementara Chi membanting diri di sofa dengan wajahnya yang terlihat sendu, dia meletakkan ponsel di meja, Marco menyusul duduk di sampingnya. Pria itu memperhatikan wajah 'adik' nya itu dengan seksama sementara Chi masih berlagak cuek saja.

"Ada apa, apa ada yang terjadi dengan keluargamu?" ternyata tepat sekali dugaan Marco, C lho mengangguk kecil dengan wajah yang cemberut minta dimanja.

"ada apa? Apa keluargamu baik-baik saja? Apa ada yang sakit, apa ada yang terluka?" Marco bertanya dengan nada suara yang sudah tidak sabar lagi, dia begitu mencemaskan Chi, melihat wajah Chi yang sendu itu membuat dadanya berdebar tak karuan.

Aku hanya ingin selalu melindungi gadis ini! Ujar Marco dalam hati, dia mengangkat tangannya dan merangkul pundak Chi, membawa kepala itu di dalam dadanya, dia mengelus lembut rambut Chi.

"Papa dan Mama akan pergi lagi, mereka ada jadwal penelitian.." Chi mulai membuka suara. Marco menyimak dengan seksama sambil mengelus lembut rambut panjang Chi.

"Lalu?" Tanya Marco penasaran

"kak.. meski aku mempunyai orang tua tapi sama saja seperti sebelumnya!" Marco menatap heran wajah Chi.

"Sama bagaimana?" Marco bertanya dengan wajah heran, Chi membalas pelukan Marco. Gadis itu melingkarkan tangannya di pinggang Marco, dia begitu merindukan pelukan hangat ini.

Entahlah, Chi dikenal introvert dan pendiam, dia sulit sekali berbaur dengan orang orang, dia hanya akan bercerita dengan terbuka kepada orang yang sangat dekat dengannya. Dia juga tidak memiliki banyak teman karena ya.. Dia tergolong pendiam di kelas dan di manapun itu. Tuntutan orang tuanya untuk menjadi anak teladan membuat dia selalu sibuk di perpustakaan dan tenggelam di kamar bersama buku-buku. Orang tua Chi adalah sosok akademisi yang cukup terkenal, mereka selalu sibuk dengan program-program pendidikan.

Mungkin karena kesibukan itulah mereka tidak dikaruniai anak dan mereka mengangkat Chi dari panti asuhan. Seperti yang dikatakan Chi, kehidupannya sama saja. Tanpa orangtua di panti asuhan atau dengan orang tua yang sibuk dengan pekerjaan dan dunia mereka sendiri.

Di besarkan oleh bantuan pengasuh yang silih berganti, karena menurut orangtuanya tidak ada satupun pengasuh yang sesuai dengan cara parenting mereka. Sementara mereka sendiri tidak pernah turun tangan langsung mengurus Chi. Bagi orang tuanya, anak yang baik adalah anak yang penurut, tidak membantah, cerdas, dan bisa dibanggakan Oh satu.. lagi!

Anak yang pantas untuk di pamerkan di depan kolega dan anak didik mereka, tentulah anak gadisnya harus tampil cantik dan elegan khas anak-anak cerdas lainnya yang pantas pajang, yang membuat orang lain kagum dan bertanya siapa orang yang berjasa di belakang gadis cantik yang cerdas ini.

"aku merasa lelah kak diperlakukan seperti itu, mereka membuatku seperti bonekanya saja! Aku harus tampil pintar.. aku harus tampil cantik.. aku harus tampil sempurna di mata mereka. Bukankah itu melelahkan?" Ujar Cici manja pada Marco.

"mereka juga tidak pernah memelukku dengan hangat, tidak menanyakan apakah aku mempunyai masalah, apa Aku ingin pergi ke suatu tempat, apa ada yang ingin aku dapat kan? Mereka tidak pernah melakukan itu Ka.. baik mama atau pun papa tidak pernah memeluk ku hangat seperti yang kakak lakukan saat ini! untuk apa mereka mengangkat anak kalau pada akhirnya mereka sendiri tidak mengurusi anak itu kak! " Dengan emosional Chi mencurahkan isi hatinya.

"aku ini kan Bukan boneka!" Marco mengangguk setuju, dia mendaratkan kecupan kecil di rambut Chi.

Entahlah, mungkin karena Gadis itu memang kekurangan kasih sayang sejak kecil, atau memang pubertas dengan darah muda yang butuh tempat curahan. baginya Marco adalah segala-galanya.

Dia mempererat pelukan di pinggang Marco seakan tak mau berpisah.

"bagiku.. hanya kau saja yang memperlakukanku dengan baik dan penuh kasih sayang.. hanya kakak! aku begitu menyayangi kakak. Aku tidak mau berpisah dengan kakak.. rasanya aku ingin hidup denganmu selama-lamanya.. aku mohon jangan pergi lagi kak. Aku butuh kakak.."

Marco mengendurkan dekapannya dari pundak Chi, dari pundak tangannya beralih pada kedua pipi Gadis yang memeluknya ini. Telapak itu berganti menopang lembut menaruh wajah chi. Menuntun untuk saling menatap.

Begitu dekat wajah keduanya. mata Marco menatap dalam bola mata sedih Chi, pria itu memperhatikan dengan seksama detail wajah yang cantik dan memukau di hadapannya ini, ia menelan ludah.

Ya jujur saja. Dia adalah seorang pria yang normal, masih sehat, dan sangat muda. Hembusan nafas yang menerpa kulit wajah keduanya seakan menjadi titik panas membakar hati. Menyulut hasrat yang bangkit seketika.

Aku harus mencoba menahan diri dan menenangkan diri… Dia begitu mencintai gadis ini. Dia ingin memberikan yang terbaik untuk anak ini, dia akan berjuang untuk memberikan apapun.. semua kebahagiaan untuk Chi, itu adalah janjinya pada diri sendiri.

"Chi Apa kau yakin dengan apa yang kau katakan barusan? Apa kau mengerti dengan apa yang kau katakan barusan?" Tanya Marco menatap dalam mata Chi.

Apa gadis itu menyelami dengan benar kalimat yang diucapkan barusan atau hanya sekedar melampiaskan kekesalan yang ada di dalam hatinya. Gadis itu mengangguk seakan begitu percaya dengan ucapannya tadi, membuat senyuman Marco mengembang. Dadanya berdebar tak karuan.

"apakah itu artinya kau ingin menjadi kekasihku, apakah itu artinya kau ingin menjadi istriku? Apakah itu artinya kau mau menghabiskan hidup bersama denganku?" Lirih Marco dengan tatapan sayu penuh harap.

Chi membulatkan mata mendengar ucapan Marco, suara lirih itu menusuk dalam ke dalam telinganya, seperti ribuan anak panah yang menghujam pendengarannya. Berdenging.. anak panah itu juga jatuh menimpa hati. seketika dada Cici bergemuruh luar biasa hebat.

Bibirnya ragu untuk berbicara, kepalanya tak bisa berpikir jernih, hanya wajah Marco saja yang terlihat jelas di hadapannya saat ini, wajah tampan dengan detail sculpture seperti pahatan seniman terkemuka.

Sentuhan hangat telapak tangan kekar di pipinya kian terasa kuat. Chi masih belum bisa membalas ucapan Marco.

apakah kakaknya ini sedang melamar?

Setelah beberapa detik tercengang akhirnya Chi sadar. Marco mengelus lembut dengan jempolnya, merasakan kenyal dingin dan lembut kulit pipi chi yang tak bisa ia lepas untuk di sentuh.

"A.. apakah kakak sedang melamar?" Tanya Chi dengan polos, Marco malah tertawa mendengar ucapan Chi barusan. Itu terdengar konyol dan lucu.

"Kenapa kakak malah tertawa!" Chi Jadi jengkel.

"seharusnya aku yang bertanya padamu Chi, apakah kau tadi sudah melamarku? Bukankah kau yang mengatakan hal seperti itu terlebih dahulu?" ujar Marco dengan senyuman menggoda, alisnya dimainkan naik-turun, ia sangat menyukai wajah gemas Chi yang cemberut.

"Bukan kok! itu.. tu.. maksudku bukan bukan.. bukan seperti itu.. kak, aku tuh, aku cuma.. cuma.. ya.." Chi gelagapan sendiri.

Sentuhan di pipinya semakin terasa kian kuat. Marco tak menginginkan jawaban Chi atau alasan lainnya. Pria itu menurunkan kepalanya perlahan, menyambar bibir kenyal merah muda milik Chi. dia mendaratkan bibirnya.. kali ini seperti ciuman kecil yang jadi masalah tadi.

tapi, Marco menikmati bibir kenyal ini, dia meresapi bersama perasaan yang bergemuruh di dalam dadanya, tangan kanannya turun merangkul bahu Chi.

Mereka saling mendaratkan tubuh, alamiah, naluriah. Mereka berciuman dalam dengan perasaan yang bergemuruh hebat, dengan darah yang berdesir panas, tak ada penolakan.. hanya saling meresapi dan menikmati perasaan masing-masing, yang saling bersahutan an..

Ah rasa apa ini? Rasanya begitu melenakan, Tanda penolakan, Chi hanyut mengikuti pergerakan bibir kenyal Marco yang terus-menerus menyerangnya, membuatnya kian mabuk.

Next chapter