webnovel

My Life, Changed.

Ketika segalanya berubah, apa yang akan kalian lakukan? ini adalah cerita tentang dua insan yang mengalami takdir aneh menimpa mereka. Devan Kertawijaya dan Wendy Widya Atmaja. Devan Kertawijaya anak laki-laki berusia 17 tahun. dia anak baik, pintar, menyayangi keluarga. ia memiliki cukup banyak teman. ia memiliki seorang ayah dan ibu tiri dan adik tiri, ibu kandungnya meninggal saat ia berusia 5 tahun karena kanker. ketika usianya 15 tahun ayahnya menikah lagi. Wendy Widya Atmaja, gadis berusia 16 tahun, memiliki ibu kandung, ayah tiri dan juga kakak tiri. ia anak yang cukup cerewet, baik hati, perhatian, tapi kadang ia suka lama sekali dalam menentukan pilihan, apapun itu.

Astia_Aoi · Fantasy
Not enough ratings
3 Chs

Family: You're Not Alone

Salah satu rumah mewah di kompleks perumahan, Jam 5.25 pagi

wanita cantik masuk ke dalam salah satu kamar anaknya.

"Devan, sayang bangun, udah jam setengah enam, katanya minta dibangunin jam segini sama mama." menepuk lembut pundak Devan.

"Hmm.... Iya ma, hoaahm... Makasih ma, Devan mandi dulu." Pemuda itu terbangun dan ia langsung masuk ke dalam kamar mandi setelah sebelumnya ia mencium pipi sang mama.

"Kalau udah mandi dan siap-siap, kamu turun buat sarapan ya." ucapnya setelah melihat sang anak masuk ke dalam kamar mandi, sang anak hanya menjawab dengan singkat,"Hmmm iya."

Setelah itu sang mama masuk ke dalam kamar lainnya di sebelah kamar anak laki-lakinya itu. ia menepuk lembut pipi anak gadisnya.

"Wendy sayang, bangun nak, sudah jam setengah enam ini. Nanti kamu telat loh." ucapnya lembut.

Wendy hanya menggeliat, ia membuka matanya lalu memunggungi sang mama,"Umh... Lima menit lagi mama boleh ya... Wendy masih ngantuk." ucapnya.

Mamanya hanya tersenyum lalu kembali menepuk pundak Wendy,"No no no...

Bangun sekarang atau nanti mama biarin kamu telat! silahkan pilih."

Wendy akhirnya mwrubah posisinya jadi duduk dan menatap mamanya,"Ukh... baiklah ma, Wendy mandi dulu...." ucapnya sambil turun dari kasur.

"Okay mama tunggu di ruang makan, inget jangan terlalu lama mandi, nanti telat!" ucapnya sambil keluar dari kamar Wendy. Wendy pun masuk kamar mandi sementara sang ibu pergi ke lantai bawah untuk memasak.

Saat sedang asik memasak, sang kepala keluarga muncul,"Pagi love, anak-anak masih tidur?" ia lalu mengecup pipi sang istri.

"Pagi juga Love, tadi aku udah bangunin mereka kok, sekarang mereka lagi mandi." jawabnya sambil berhenti sebentar untuk menatap snag suami,"Loh udah siap?"

"Iya dong udah siap, ada meeting pagi sama klien di kantor. Aku bakal sarapan di kantor aja, ga apa kan? Takut telat, tau lah sekarang jalanan kota macet banget." merapikan kancing di tangannya sambil melihat Istrinya.

"Aduh, ya udah aku bungkus aja deh sarapanmu ya... jangan nolak. Aku ga mau kamu sarapan sembarangan!" ucapnya tak hisa dibantah, lalu ia segera memasukan sarapan Kevin ke dalam tupperware.

"Iya iya, aku nurut aja nyonya." ucapnya sambil duduk di bangku meja makan menungggu.

"Ini bisa jadi brunch di kantor, cukup kan?" ucapnya saat ia memberikan kotak makan itu ke Kevin.

"Brunch? apa itu?" tanyanya sambil memasukkan kotaknya ke dalam tas kerja.

"Breakfast plus lunch, jadi brunch. Ya sudah sana berangkat nanti telat loh." jawabnya sambil tersenyum lembut.

"Hahaha iya iya, aku berangkat love." Kevin mendekati Istrinya lalu kencium kedua pipinya dan juga bibirnya. Lalu ia pergi dari rumah. Setelah Kevin berangkat Arisa menata meja makan untuk sarapannya beserta Devan dan Wendy, tidak lama kemudian kedua anaknya muncul.

"Pagi mama, loh papa mana? Tumben biasanya sudah siap duluan." duduk di salah satu bangku sambil melihat sekelilingnya.

"Papa udah berangkat, katanya ada meeting pagi." jawabnya sambil menyiapkan porsi makan untuk kedua anaknya.

"Jadi ga sarapan dong, duh kasian papa. Nanti kalau kelaparan gimana ma?" melihat ke arah sang mama dengan tatapan cemas.

"Tenang aja papa udah dibawain bekel ma mama kok, dah kalian berdua sarapan lalu berangkat sekolah ya. Oh ya mama tidak bisa anter kalian karena ada sedikit masalah di butik mama, Devan, kamu bisa kan bawa mobil lalu berangkat bareng Wendy?" Arisa duduk sambil menatap anak sulungnya.

"Iya bisa kok ma, tenang aja, si cabe rawit ini bakal gw anter ke sekolah." jawabnya sambil nyengir ke arah Wendy.

"Hahaha baiklah kalau begitu, ayo abiskan sarapannya." Arisa hanya tertawa melihat keduanya.

"Ish cabe rawit apaan dah, ka Devan ngeselin." rengeknya karena kesal.

Yah begitulah ritual pagi keluarga mereka, tenang meski kadang ada pertengkaran kecil ala adik kakak, itu pun tak akan berakhir jelek. Setelah sarapan Devan berangkat menuju sekolah mereka. Devan ada di kelas XII IPA 1, sementara Wendy di kelas XI Bahasa 1.

"Wen, nanti pulangnya gw ada latihan ma anak-anak buat kompetisi minggu depan. lo ga apa kan pulang sendiri? atau gw minta pa Kadir atau pa Darmo buat jemput lo nanti?" menatap Wendy cemas.

"tidak apa kok ka, Wendy bisa pulang sendiri. atau nanti Wendy numpang mobilnya Irene aja." jawabnya kalem sambil melihat ke arah sang kakak yang sedang menyetir.

"Oh ya sudah, tapi kalau ada apa-apa, telepon gw aja ya."

Tak lama mereka sampai di pelantaran parkir sekolah mereka. Wendy langsung pergi ke kelas Bahasa yang berada di lantai satu, di dalam kelas belum ada siapa-siapa, lalu ia pun duduk di bangkunya. Begitu pula dengan Devan, ia kini sudah berada di dalam kelasnya, ia duduk lalu mulai memainkan handphonenya.

XI Bahasa 1

Teman-teman Wendy pun datang, mereka langsung duduk di bangkunya masing-masing. di depan dan di belakang Wendy.

"Selamat pagi Wendy, seperti biasa kamu selalu datang paling pagi." sapa Irene sambil duduk di bangku depan Wendy.

"Sudah pasti, sesuai dugaan, Wendy duluan.. hoaahm..." Ucap Anindya sambil menguap lalu duduk di bangku belakang Wendy.

"Tapi kamu dah sarapan kan Wen? jangan sampai ke lewat, nanti sakit." Carla duduk di sebelah Irene.

"Kalau sakit kita yang berabe, hehehe nanti tidak ada yang kasih jawaban pr kita." nyengir lalu duduk di samping Anindya.

"Pagi juga untuk sahabat-sahabat cantikku, hmm, udah sarapan kok. Mama selalu sediain, dan Zoya please prmu kerjain sendiri, jangan malas." ucap Wendy kalem.

Beberapa menit kemudian semua anak-anak sudah ada di kelas dan bel masuk berbunyi. lalu ga lama guru sekaligus wali kelas mereka masuk ke dalam kelas bersama dengan seorang anak laki-laki.

"Selamat pagi anak-anak, bagaimana pagi kalian? saya senang karena tak ada satupun dari kalian yang terlambat datang.

nah, hari ini kalian mendapat teman baru, silahkan perkenalkan dirimu." sapa dan perintahnya lalu ia duduk di bangku guru.

"Hmmm, perkenalkan nama gw Asta, pindahan dari SMA A. mohon bantuannya." ucapnya sambil melihat seluruh kelas yang sedang menatapnya.

"Baiklah Asta, kamu duduk di sebelah Wendy. Wendy angkat tanganmu." sang guru melihat Wendy menangkat tangannya. Asta pun berjalan menuju bangkunya dan duduk di samping Wendy, ia tersenyum tipis.

"Hai, panggil aku Wendy aja." sapanya memperkenalkan diri.

Mereka pun mulai belajar dengan tenang. sementara di kelas XII IPA 1, sang guru tak masuk, sebagai gantinya sang guru menugaskan semua anak-anak mengerjakan LKS. Anak-anak hanya mengobrol sambil mengerjaan tugas yang telah diberikan. Setelah itu mereka melakukan rutinitas seperti biasa baik Devan atau Wendy. Sampai pada akhirnya jam istirahat tiba, ada seorang siswa yang datang begitu saja ke kelas XI Bahasa 1.

"Permisi, ah itu dia.. Asta!" anak itu masuk lalu menghampiri Asta yang sedang duduk di samping Wendy. Saat dirinya mendekati Asta, Asta tersenyum menyambut anak itu.

"Dion! Hei, tumben kau sendirian." Asta menyapa sahabat kecilnya itu.

"Anak-anak sudah ada di kantin, ayo ke sana sekarang." ajaknya ia berdiri di samping bangku Asta, ia menunggu Asta bangun dari bangkunya.

"okay ayo kita ke sana, Wendy, Irene, Zoya, Carla, Anindya gw ke kantin dulu ya." ucapnya tenang sambil berjalan keluar kelas. Setelah itu mereka berdua pergi ke kantin, di kantin sudah ada tujuh pemuda lainnya menanti mereka.

"Waaaa Asta, lu beneran pindah ke sini bro!" Raynard salah satu sahabat Asta menyapanya.

"Hahaha sultan kita beneran pindah dong, padahal cuman di candain ama kita, eh beberan dia." Brian terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

"Wah niat sangat dirimu As." Axel menggelengan kepalanya sambil menepuk pundak Asta.

"Yeee gw bilang juga apa, Asta pasti bakal pindah klo ia sudah serius." Darren hanya duduk sambil menatap Asta.

"Gw kira lu cuman bercanda aja, gila beneran pindah. Buset dah...!" Ernet tertawa puas.

"Tapi selamat datang di sekolah kita ini sultan. Jangan lupa traktirannya ya..." ucap Farrel dengan cengira khas miliknya.

"Tali gimana ceritanya lu bisa pindah ke sini?" Ethan menepuk kursi kosong di sisinya.

Asta duduk dan menatap semua sahabatnya,"Gw bilang aja ke bokap kalau gw pengen pindah sekolah ke Jakarta, soalnya sekolah di Bandung bosen anjir, Sepi. Enak sekolah di sini, ditambah gw bilang, di sini dah ada temen-temen baik gw. jadi ya gitu, gw bisa pindah." jelasnya.

"Lalu kenapa lu malah masuk kelas bahasa? Kenapa ga IPA atau IPS?" Ethan menatap Asta heran, karena jurisan IPA dan IPS adalah dua paling populer dari jurusan yang ada di sekolah itu.

Asta terkekeh dan mengedikam bahunya,"Gw pengen aja masuk kelas Bahasa, enak, ga bakal ketemu kimia, fisika, ekonomi." jawabnya jujur.

"Lah lu ga belajar ekonomi, gimana jadinya buat nerusin perusahaan bokap lu?" Axel mengernyitkan keningnya mendengar jawaban Asta.

"Gampang, ekonomi dah diajarin dari gw orok ama bokap." jawabnya asal. Mendengar jawaban itu membuat semuanya ketawa, mereka pun memesan makanan, dan di saat itu ada Devan dan kawan-kawannya masuk ke kantin.

"Wah senior basket muncul, kemarin kalau ga salah mereka menangin kompetisi antar sekolah se-Indonesia dan membawa beberapa mendali juga piala itu kan?" Ucap Farrel semangat membuat semua mata teman-temannya beralih melihat kelompok yang Farrel sebutkan.

"Iya bener banget, aaa kita ga boleh kalah... mereka bawa prestasi dari olah raga, kita bawa prestasi dari musik." ucap Ernest penuh semangat.

Asta ikut melihat mereka lalu kembali menatap teman-temannya,"Mereka emang populer ya?"

"Yups, populer banget. Tapi, bukan hanya karena prestasi mereka aja, tapi karena mereka pada ga sombong dan mereka baik juga ramah." jawab Axel.

"Pada baik, tapi tahun ini mereka kan mulai bakal sibuk ama ujian sekolah. tapi, masih aja ikut kegiatan basket." sambung Dareen lalu menyeruput minumannya.

"Otak mereka encer sih..." celetuk Ernest dengan wajah yang sedih.

Dion menghela nafas lalu menepuk kepala Ernest dan menggelengkan kepala,"Kaliannya aja yang pada males, sudah ah makan sono abisin."

Sementara itu di sisi Devan, dia dan semua temannya sama-sama sudah memesan makanan dan hanya menunggu pesanannya di antar aja. Devan mengetik sesuatu di handphone nya, ia lalu menghubungi seseorang.

"Halo ka Devan, ada apa?" suara gadis di sebrang telepon menjawab, Wendy.

"Lu di mana? dah makan siang?" tanyanya to the point.

"Aku masih di kelas kak, bantuin Zoya ngerjain tugas bahasa Jepang. Ada apa?" jawabnya lembut.

"Loh, tapi kamu udah makan?" tanyanya lagi dengan wajahnya yang cemas.

"Belum sih. tapi aku ada roti kok, tenang aja." jawabnya verusaha menenangkan sang kakak.

"Hah, roti? itu ga akan cukup, kamu nanti sakit perut. Lalu nanti mama khawatir, makan dulu sini gw beliin bakso kesukaan lu!" Devan menepuk keningnya pelan, dia heran kenapa adiknya bisa sesantai itu.

"Aduh kak, ga usah ga apa-apa kok, roti udah cukup, lagian aku masih kenyang." tolaknya lagi.

"Bandel banget sih lu. Ya udah kalau gitu kamu di kelas aja jangan ke mana-mana." perintahnya. Devan menutup telepon lalu pergi untuk memesan makanan dan minuman.

"Bu saya pesen baksonya satu porsi, jangan pake mie tapi pake bihun aja, lalu jangan pake bawang goreng ya bu. Ah jangan kasih sambel cukup saosnya aja, lalu minumannya saya pesan jus strawberry satu, bungkus semua, ah buat baksonya saya minta bungkus di mangkuk plastiknya ya bu." jelasnya pada penjaga kantin.

"Siap, tunggu sebentar Den Devan. Ibu siapin dulu." penjaga kantin langsung menyiapkan pesanan Devan.

Setelah memesan makanan itu ia lalu kembali ke meja, lalu duduk dan menghabiskan makanannya.

"Ngapain lu mesen lagi? lum kenyang?" tanya Jason heran melihat Devan.

"Palingan buat adeknya, iya kan?" ucap Raddit menatap Devan.

"Eh Wendy ke mana emangnya?" Bian menatap Raddit heran.

"Kayaknya dia ketahan di kelas buat bantuin temennya deh." tanggapan Rangga menebak di mana Wendy.

Devan menghela nafas,"Yups, dia bukannya makan malah bantuin ngerjain pr temennya, ditambah makan roti doang katanya."

"Adek lu lagi diet kali Dev." ucap Jason menenangkan Devan.

"Diet... Diet pala lu peang, ga... gw ga ijinin dia diet, badan dah langsing kok diet. sakit yang ada!" omelnya.

Saat mereka asik ngobrol penjaga kantin mendekat dengan pesanan Devan,"Den Devan ini pesenan Den Devan, ada yang bisa ibu bantu lagi?" menyerahkan wadah dan mangkuk plastik juga sendok plastik pada Devan.

"Iya bu makasih, ini uangnya. Kembaliannya buat ibu aja." ucapnya menerima semua itu dan memberikan bayarannya.

"Aduh Den ga usah, tunggu ibu ambil kembaliannya." sang penjaga berusaha menolak.

"Ga bu saya serius, itung-itung buat jajan anak ibu yang masih kecil itu." ucap Devan tulus.

"Aduh Den, hatur nuhun. Semoga Den Devan selalu sehat, mudah rezekinya, lalu sukses selalu ya." Devan tersenyum dan mengangguk lalu penjaga itu pergi.

"Lu emang teladan buat semuanya Dev, gw selalu salut ama lu." ucap Bian Tulus.

Devan mengedikan bahu lalu berdiri,"Hush, udah ah gw dah beres makannya, sekarang gw pergi dulu ke kelas Wendy. Keburu bel masuk bunyi." Devan langsung pergi ke kelas Wendy, setibanya di sana dia masuk lalu naruh kantung, wadah, dan sendoknya di atas meja Wendy.

"Makan ampe abis, gw ga mau tau." ucapnya tegas sambil menatap Wendy.

"Apaan ini kak?" melihat sang kakak heran.

"Udah makan aja, jangan bandel ah. gw ke kelas dulu ya." ucapnya lembut lalu ia mengacak rambut Wendy lalu pergi dari sana.

"Aiiisshh kebiasaan dah." mengernyit lalu merapikan rambutnya, setelah itu ia membuka bungkusan itu dan melihat isinya,"Waduh bakso kesukaan aku. Zoya, kamu kerjain aja dulu aku mau makan." ucapnya riang lalu memakan baksonya.

Begitulah interaksi mereka, Devan yang keliatannya cuek tapi dia perhatian kepada adiknya. Wendy yang masih suka malu-malu pada sang kakak.

.........A_A.........

Jam 14.00

Bel pulang berbunyi, anak-anak segera membereskan peralatan tulis mereka dan pergi ke luar kelas. Sementara itu, Wendy dan keempat teman lainnya masih di dalam kelas untuk berdiskusi dan mengobrol.

Carla orang pertama yang mengajak bicara,"Hey, nanti kita ke Mall M yuk, kita udah lama kan ga hang out bareng."

Irene menoleh dan mengangguk,"Aku sih ayo aja, lagian klub musik, drama, dan paskibra lagi gada latian kan?"

"Yups, lagi kosong buat minggu ini, PMR juga lagi kosong." jawab Anindya.

"Ayo aja aku juga kangen hang out bareng." jawab Zoya riang.

Wendy mengangguk dan menatap teman-temannya,"Umh, ayo aja. Tapi aku ijin ke kakak dulu ya, kalian tunggu di parkiran aja."

Setelah itu, mereka semua merapikan semua barangnya lalu berjalan keluar meninggalkan ruang kelas, Wendy pergi menuju kelas sang kakak sementara keempat teman lainnya pergi menuju tempat parkir.

Di tangga menuju ruangan kelas Devan, Wendy melihat kelompok gadis populer yang sedang berkumpul. Ia menghela nafas dan meremas tali tasnya cukup kuat, Wendy bukan gadis populer atau gadis yang suka mencari perhatian juga bukan gadis yang suka berdandan, dia hanya gadis sederhana sampai-sampai sering disebut "culun" oleh gadis lain selain keempat sahabatnya.

Saat Wendy melewati kelima gadis populer itu, ia hanya menundukkan kepala. Ia berusaha untuk tak menarik perhatian mereka, tapi yang terjadi salah satu dari mereka melihat dirinya lewat dan dengan sengaja menjulurkan kakinya tepat saat Wendy melewati gadis itu. Sampai akhirnya Wendy tersandung dan jatuh tersungkur membuat suara yang cukup keras.

"BRUUGH"

Gadis bersurai hitam panjang yang dengan sengaja mengulurkan kakinya untuk menjegal Wendy mendengus,"Ooops si culun jatuh... pfft.." ia menahan tawa.

"Oi, harusnya kau pakai aja kaca mata tebel, biar bisa liat jalan dengan bener." ucap gadis satunya, gadis bersurai pirang panjang itu menatap jijik Wendy.

"Hei hei udah... jangan ganggu terus, kasian." mengernyitkan kening melihat kejadian tadi.

"Tsk... Lo tuh Al, kenapa mesti lu care ke si culun kayak dia sih?" decih gadis bersurai hitam panjang dengan ponytail.

"Pergi lo dari sini culun!! ganggu banget sih!" ucap gadis pelaku penjegalan.

"Heeii udah, udah.." mendekati Wendy, lalu ia ulurkan tangan kanannya."Kamu gak apa?" Wendy yang mengalami itu hanya menunduk, ia merasa dirinya saat ini jadi bahan tontonan. Ia lalu melihat uluran tangan dari salah satu mereka.

Alya, dia gadis paling populer dan memang terkenal baik, ia lalu menerima uluran tangannya dan bangun dari posisinya.

"Ma-makasih... Maaf, aku cuman mau lewat aja, gada maksud untuk ganggu kalian." ucap Wendy sambil menunduk.

"Ck aelah, lewat... Lu ganggu pemandangan tau ga sih! Cih, ya udah pergi sana ga usah banyak bacot!!" ucap gadis bersurai hitam tadi.

"Joan! berhenti ah... jangan kayak gitu!" kembali menatap Wendy."Ya udah, lain kali kamu hati-hati ya." Wendy mengangguk lalu pergi, ke lantai di mana kelas sang kakak berada. Ia berhenti sejenak untuk merapikan bajunya lalu ia masuk.

"permisi..." meliat sekeliling, kelas sudah sepi hanya ada beberapa anak, dan salah satunya adalah kakaknya. ia pun menghampiri sang kakak. "Kak..."

"Wen, ada apa? kenapa belum pulang? pa Darmo ga jemput?" Devan menatap Wendy heran.

"Bukan, itu... Wendy mau ijin buat hang out sama temen-temen, ke mall M. nanti pulangnya juga dianter sama mereka. Apa boleh?" Wendy tersenyum tipis pada sang kakak.

"Oh, boleh aja nanti kakak kabarin mama sama papa, tapi jangan pulang malem ya, inget jam malam kamu jam 8 malam." Ucap Devan menatap sang adik.

"Iya kak, siap. Kalau gitu Wendy pergi ya." Setelah itu Wendy pergi dari kelas sang kakak, ia berhenti sejenak saat ia akan melewati tempat di mana para gadis populer tadi berkumpul, saat ia mengintip mereka sudah tak ada di sana. ia menghela nafas dan berjalan pergi. tak lama ia sampai di tempat parkir dan masuk ke dalam mobil temannya.

"Maaf aku lama, ayo kita pergi." ucapnya sambil menutup pintu mobil.

saat itu Irene menatap Wendy heran,"Wen kamu baik-baik aja? kenapa lutut kamu merah?"

Anindya juga ikut menatap Wendy,"Eh kamu luka? kok bisa? Ren kamu ada kotak P3K ga?"

"Aku tadi cuman jatuh aja kok, ga apa. cuman lebam dikit diolesin obat juga sembuh." ucap Wendy lembut.

Mereka pun berangkat menuju Mall M, salah satu Mall terbesar di Jakarta. Setelah mereka memarkirkan mobilnya, mereka pun masuk ke dalam Mall.

Di Lobby, mereka berjalan sambil mengobrol.

"Kita ke cafe langganan kita dulu yuk... gimana?" saran Anindya.

mendengar itu Zoya menggeleng,"Jangan mending kita ke M**i Soo aja dulu, aku mau beli tas kosmetik dulu."

"Aku mau ke toko buku dulu, ada novel yang mau aku beli." ucap Wendy menatap teman-temannya.

"Hei jangan mencar ah.... gimana kalau kita ke tujuan Zoya dulu lalu ke tujuan Wendy, terakhir ke Cafe, gimana?" Carlaemberikan saran saat ketiga temannya memiliki tujuan yang berbeda.

"Okay, ayo kalau begitu, kita ke tujuan Zoya dulu." Ucap Wendy. Setelah mereka asik berbincang-bincang sambil berjalan bersama, mereka pun akhirnya sampai di toko yang Zoya maksud, mereka pun masuk dan mulai memilih tas.

Zoya akhirnya melihat tas yang dia mau, tas ransel berwarna Pink lembut, simpel dan hanya ada hiasan fluffy di resletingnya,"Ah ini dia tas yang aku mau, bagaimana?"

"Bagus itu, simpel tapi manis." Melihat tas yang menarik perhatian dirinya, lalu ia mengambilnya. tas itu tas selempang, berwarna abu lembut, dengan hiasan pita kecil dan hiasa kuda mini digantung. "Tas sekolahku masih bagus, jadi aku beli buat main aja, ini lucu ga?"

"Wah pas banget buat kamu Ren... lucu banget." Carla melihat tas itu dan tersenyum.

Anindya melihat sekeliling dan malah menemukan tas yang ia suka, tas ransel sport berwarna hitam,"Waa itu kan tas yang aku incer..."

Wendy menggeleng dan tersenyum,"Dasar ya, aku kira cuman Zoya yang mau beli." Mereka pun membawa tas-tas itu ke kasir dan membayarnya masing-masing. Setelah itu sesuai rencana, mereka ke toko buku mengantarkan Wendy, di antara mereka semua memang hanya Wendy yang sangat menyukai Buku.

Wendy langsung berjalan menuju rak khusus novel dan menemukan novel dengan genre fantasy, action, adventure,"Ah ini dia novel yang aku cari."

Carla melihat buku itu dan menatap Wendy,"Emang itu novelnya bagus?"

Wendy tersenyum,"Bagus dong, makanya aku cari dan aku beli."

Irene menggelengkN kepala,"Kamu kenapa ga beli novel tentang percintaan, teens, atau lainnya?"

Wendy seketika menggeleng dan menatap Irene,"Nope! big no! Kalian tau aku ga begitu suka novel genre seperti itu..."

Anindya tersenyum,"Yeee kalian lupa Novel Wendy kan semuanya Fantasy, Sci-Fi, Action, Adventure, bahkan horor dan Thriller."

Setelah Wendy selesai membayar novel yang ia beli di kasir mereka segera menuju ke salah satu cafe yang sering mereka kunjungi di Mall tersebut. Mereka duduk di salah satu bangku yang paling ujung, setelah duduk pelayan langsung memberikan buku menu. Tak butuh waktu yang lama mereka audah memesan makanan serta minuman.

Pelayan mendekati mereka dan menyajikan minuman pesanan mereka,"Nona ini minuman yang kalian pesan. untuk makanannya mohon ditunggu sebentar lagi."

Setelah pelayan itu pergi mereka kemali mengobrol, saat itu Wendy melihat keempat sahabatnya itu dan melihat mereka yang berpenampilan cantik dan manis, membuatnya melihat ke penampilannya sendiri. Jika dibandingkan dengan mereka, penampilan dirinya terlihat biasa dan terlihat nerd. rambut panjang yang ia ikat sederhana seperti sebuah sanggul kecil, baju yang sesuai aturan sekolah, wajah yang hanya terbalut bedak tipis, dan bibir yang hanya menggunakan lip gloss. Ia lalu kembali mengingat ucapan-ucapan para gadis populer di sekolahnya tadi. membuat drinya murung seketika.

Melihat itu salah satu temannya menyadari perubahan suasana hati Wendy yang tiba-tiba,"Wen, kamu gak apa? kenapa berubah murung seperti itu?" Anindya menatap Wendy.

Wendy menatap Anindya dan menggelengkan kepala,"Eeh aku... aku ga apa kok...."

"Hei, jangan menyembunyikan apapun Wen, kami sahabat kamu. jadi please cerita aja." ucap Carl yang juga menatap Wendy.

"Iya Wen, kamu dah tau kita semua seperti apa.... jadi, please jangan menanggung semua sendirian." Irene memegang tangan Wendy.

Tersenyum lembut, lalu ia menghela nafasnya,"Aku ngeliat penampilan kalian dan penampilanku... sigh, rasanya kita berasal dari tempat yang beda, dan aku ngerasa seperti salah tempat." Wendy tersenyum miris.

Anindya menatap Wendy galak,"Hei, kenapa pula kamu berpikir kayak gitu? Aku dan yang lainnya ga peduli akan hal itu!"

Zoya menatap Wendy dan Anindya,"Aku yakin, pasti ada yang nyinyir kan? siapa mereka Wen?"

Carla mengwla nafas lalu menatap Wendy,"Sejak kapan kamu mikir kayak gitu sih Wen? kita dah berteman sejak kita masih SD Wen, aku, Zoya, Anin, dan Irene ga peduli akan hal kayak gitu beb."

Anindya menghela nafas lalu berkata,"Wen, dengerin ya penampilan itu tidak menggambarkan diri kita sepenuhnya. penampilan itu bagaikan cangkang bagi manusia. Karakter atau sifat manusia itu sendiri ga bisa hanya dilihat dari penampilan. penampilan bisa menipu Wen." jelasnya tegas.

Irene tersenyum tipis,"Setuju sama Anin, Wen kita berteman bukan karena penampilan, bukan karena harta atau keluarga kita siapa. kita berempat tahu kamu kayak gimana."

"Kalau penampilan kita bisa mengubahnya Wen, kapanpun. tapi kepribadian dan karakter tidak bisa gitu aja dirubah." Zoya berucap santai.

"Jadi please jangan mikir kayak gitu lagi ya Wen." Carla mengusap punggung Wendy lembut.

"Lalu siapa yang nyinyirin kamu Wen?" Anindya menatap tajam Wendy.

Irene mengusap tangan Wendy,"Iya siapa Wen? karena ga mungkin kamu tiba-tiba mikir kayak gitu tanpa sebab."

Wendy mwnghela nafas,"Makasih ya dan maaf aku ngebuat kalian khawatir, umh, udah... lupain aja, ga penting lagi kok."

"Hmm... Joan dan gengnya kan? Siapa lagi kalo bukan si centil mereka." ucap Anindya tepat sasaran.

"Eeh umh tapi udah, udah ga apa, tadi ada Alya yang bantuin." ucap Wendy.

"haah ya sudah, tapi nanti lagi mending ngehindar dari merek aja, ah makanan kita datang." ucap Carla. lalu pelayan menyajikan semua makanan pesanan mereka.

"Well, selamat makan.... Wendy, ingat ya kami lan selalu ada di sisi kamu apapun yang terjadi. Jadi, kau tidak sendirian Wen." Mereka pun kembali makan sambil sesekali mengobrol. Wendy kembali tersenyum dan kembali seperti biasanya, seakan melupakan hal yang membuatnya sedih.