webnovel

My Journey In This Universe Of Magic

"Aku ingin menjadi warna putih. Mengkilat, terlihat mengkilat hanya dalam sedikit saja taburan Sang Surya. Warna yang disukai oleh orang lain, berbeda dengan diriku yang pada kenyataannya sangat dibenci oleh orang lain. Warna yang sangat diagungkan dan dijaga, ketika sesuatu berwarna putih terkena noda hitam sedikit saja maka langsung dibersihkan untuk menjaga keputihan warnanya. Indahnya ... perhatian yang warna putih dapatkan bahkan melebihi perhatian yang ku dapatkan sebagai seorang manusia., yang mana dikatakan sebagai mahluk dengan derajat paling tinggi di dalam suatu tatanan alam atau mungkin itulah yang selalu kita ketahui sampai sekarang. Namun, apakah itu benar?" "Aku ... iri dengan sebuah warna. Benar, inilah aku. Seorang gadis biasa tanpa kemampuan apapun untuk membuatnya dirinya senndiri terihat normal selayaknya mereka yang berjalan di sekitarku. Sosok yang berjalan di tengah dunia yang terus berputar demi mengejar sesuatu yang tidak pasti akhirnya. Aku membencinya. Aku membenci diriku, yang selalu mengulang perkataannya. Kalian tidaklah salah, kalimat itu adalah pemberian dari seseorang yang sudah lama ku kenal. Sepasang netra coklat dibalut kacamata hitam pada malam bersalju kala itu membius pikiranku dalam sekali pandang. Tidak pernah ku bertemu dengan seseorang yang mampu untuk merubah pandangan orang lain terhadap sesuatu hanya dengan sepatah kata. Dia sangat menawan, sepasang netra coklat yang mampu merubah diriku itu tidak akan pernah kulupakan."

KarunaChi · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

Just A Little About Origins : Our

Dahulu kala, sesuatu yang kita ketahui sebagai alam semesta atau dunia di atas masih terlelap dalam kekosongan. Tidak ada apapun yang menyertainya. Tidak bulan terlebih bintang, bukan mahluk atau entitas tak kasat mata yang berada di sekitarnya. Hanya ada hitam menyelimuti sebuah ruang hampa dengan ujung sangat sulit dilihat mata. Namun dibalik kekosongan itu, sebuah suara muncul. Suara tanpa rangka, terkadang jauh terkadang dekat. Ia seperti bergerak ditengah kehampaan, mencari sesuatu untuk ia reka. Tangan berupa bayang, tubuh merupa hitam menyatu dengan kekosongan, menyerap semua partikel dasar yang tersebar di ruangan hitam itu ke dalam tubuhnya. Mulanya tidak terjadi apapun, semua masih sama seperti sediakala, hitam pekat tanpa sedikitpun cahaya untuk melihat apa yang berada di sekitarnya. "Menciptakan tempat yang penuh dengan warna. Aku pasti mewujudkannya."

Tidak ada waktu untuk mengira berapa lama hal itu terjadi, tidak ada cahaya guna melihat apa yang suara itu lakukan. Hanya terdengar tawa menggema di seluruh ruang kosong yang diduga berasal darinya. "Akan kubuat kalian menikmati keindahan alam semesta saat melihat keatas mencari pencipta kalian." Satu kalimat berperan besar dalam memberikan perubahan. Keadaan semesta berubah, ruang bergetar, berusaha menerima apa yang akan diberikan padanya di balik kekosongan. Suara itu, mengeluarkan cahaya dari dalam tubuhnya. Cahaya yang kemudian menjalar ke seluruh penjuru alam semesta. Kali ini, hitam telah berubah menjadi cahaya bertabur bintang. Suara itu tertawa, mengisi keheningan yang sedari awal menjadi pengisi kekosongan. "Sang Pencipta, akan aku gunakan itu untuk menggambarkan sosok yang bertanggung jawab atas semua ini." Bintang itu, berpadu dengan kegelapan yang ada disekitarnya menciptakan langit malam yang begitu indah. Gemerlap warna bak batu rubi, gelap yang menjadi landasan antara satu dengan lainnya akan menciptakan senyum pada setiap wajah yang melirik ke atas guna mencari Sang Pencipta.

"Apakah dengan ini, aku bisa menciptakan cukup kehangatan untuk mengisi ruang hampa tak terbatas ini?" Dalam kilauan cahaya yang terpancar begitu menyala, sosoknya perlahan samar terlihat. Bukanlah hitam yang menutupinya, sosok itu, menyerap cahaya yang dipancarkan oleh bentangan bintang di hadapannya, membentuk sebuah perpaduan warna yang hanya dapat diartikan sebagai hangat. "Sekarang, saatnya membentuk kalian." Pandangannya tertuju pada bintang, menunjuk pada salah satu bintang dengan sinar terang yang lebih menyala, serta gelap yang lebih hitam dibandingkan dengan bintang lainnya. "Dua bintang itu ...." Sang Pencipta mengambil kedua bintang itu, memadatkannya, sehingga menjadi satu fase baru kehidupan. Mereka diciptakan dari cahaya dan kegelapan, dasar dari sebauh penciptaan. Bintang terang yang menyala, menjadi sesosok mahluk dengan jubah putih yang menyelimutinya, serta sebuah untaian rambut berwarna putiih bernama Astgh. Sementara sosok yang saling bertolak belakang dengan cahaya berupa kegelapan diambil dari salah satu sudut tergelap diantara bintang, menjadi sesosok mahluk denga jubah hitam serta rambut putih yang tergerai, bernama Mutsgh.

"Kalian sangat indah." Suara itu mendekat pada Astgh dan Mustgh. Ia terdengar mengitari mereka, melihat dengan saksama tidak ada kekurangan apapun pada ciptaannya. Suara itu kembali tertawa, nampaknya semua berjalan seperti apa yang ia harapkan. "Mereka sangat indah, sepertinya kali ini, aku akan bisa melihat dunia yang indah seperti apa yang selama ini aku impikan." Sosok itu mendekat, membisikkan kedua namanya dengan lembut. "Astgh dan Mustgh." Keduanya mencari sumber suara itu. Mengedarkan pandangan nampak tak cukup untuk mencari. Mereka terlihat heran dan juga bingung dengan apa yang mereka lakukan, serta bagaimana dan apa yang terjadi pada mereka, wajah yang menunjukkan rasa itupun mulai menampakkan rupanya.

Siapa yang menciptakan kami? Mengapa kami diciptakan? Bagaimana kami diciptakan? Tiga pertanyaan umum itu menjadi sesuatu yang bergelut di dalam pikiran mereka. Pada akhirnya, Mustgh memberanikan diri. Menunggu tak membuahkan arti karena tidak ada siapapun selain mereka di sini. Sementara Sang Pencipta, melihat dari kedalaman bintang bagaimana kehidupan yang ia ciptakan menunjukkan perkembangan yang sangat memuaskan untuknya. Mustgh melantangkan suara, menggema ke segala penjuru alam semesta, menggetarkan bintang yang melekat pada langit malam.

"Dimana rupamu?" Tak ada jawaban, Mustgh kembali melantangkan suara. Kali ini, Astgh mengikutinya dan bersama memanggil Sang Pencipta untuk menampakkan diri. Berulang kali mengundang tak lagi bersua. Suara itu seperti lenyap dalam kehampaan malam. Kini hanya mereka, dua sosok yang bertolak belakang dengan segala kegundahan hati tentang asal usul penciptaan mereka. "Astgh dan Mustgh. Dua sosok saling berlawanan yang ku ciptakan untuk menjaga keseimbangan di dunia." Sang Pencipta melantangkan suara, bersembunyi dan mengamati dari kedalaman bintang untuk menngamati sifat serta tingkah laku dari mahluk ciptaannya. Mereka mengamati dengan saksama, dan berhenti pada satu titik terang diantara bintang. Titik merupa wujud yang sama dengan mereka, tak jelas dilihat dari jauh namun keyakinan muncul pada hati. Wujud terang itu, yang tengah mengamati mereka adalah Sang Pencipta mereka dan segala keindahan warna pada kekosongan ini.

"Keseimbangan dunia? Apa maksud hal semu seperti itu? Dimana dunia sementara hanya ada hampa disekitar kita saat ini," ujar Astgh. Sang Pencipta bergerak mendekati ciptaannya yang terlihat takut melihat bagaimana ia datang untuk menghampirinya. Mengenakan mahkota dengan jubah serta sepasang sayap berwarna putih serasi dengan pakaian cahaya yang ia kenakan, Sang Pencipta membuat wajah dari kedua ciptaannya sedikit berubah menjadi waspada dan juga menunjukkan rasa takut kepadanya. "Tenanglah," Sang Pencipta mengulurkan tangan, berusaha memberi bukti bahwa ia bukanlah sesuatu yang jahat. "Raih tanganku. Astgh dan Mustgh, penjaga keseimbangan antara waktu dan realita, Sang Harapan dan Kebencian yang nyata." Astgh menatap Mustgh yang terlihat ragu. Namun sedikit keberanian dan dorongan dari rasa penasaran membuat mereka meraih tangan Sang Pencipta.

"Jadi kalian sudah percaya padaku," ujar Sang Pencipta saat kedua tangan itu meraih dan menjabat tangannya dengan rasa takut.yang terasa sudah berkurang dibandingkan dengan sebelumnya.

"Apa yang akan kau lakukan pada kami?" Tanya Mustgh dibalas senyuman Sang Pencipta.

"Aku akan menunjukkan sesuatu." Transmisi pikiran dilakukan, Sang Pencipta memberikan pandangan awal mula penciptaan Astgh dan Mustgh. Gambaran awal saat mereka dibuat berdasarkan partikel yang tersebar di alam semesta, bagaimana proses terbentuknya bintang, dan kejadian tepat sebelum transmisi ini terjadi diberikan secara jelas kepada mereka berdua. "Aku adalah Sang Pencipta, yang menciptakan kalian, dan juga bintang tempat kalian lahir." Pandangan Astgh dan Mustgh terlihat menjadi kosong, wajah mereka menunjukkan ketidaktahuan serta ketidakpercayaan tentang apa yang mereka tengah lihat melalui pikiran mereka. Transmisi pun selesai. Astgh bertekuk lutut, diikuti oleh Mustgh dengan mengucap segala hormat pada Sang Pencipta. "Apa kalian sudah paham akan tugas kalian?"

Cahaya dan Kegelapan itupun berdiri dan menatap wajah Sang Pencipta. Mereka mengangguk paham dengan air mata perlahan mengalir disebalik rambutnya. "Kalau begitu, akan kuberikan hadiah terakhir pada kalian." Sang Pencipta mengeluarkan cahaya merah menyala pada jarinya, lalu menembakkan cahaya itu tepat pada tubuh Astgh dan Mustgh. Tidak ada apapun yang terjadi, tubuh keduanya masih sama seperti sediakala. "Gunakan berkat itu dengan baik." Sesaat setelahnya, tubuh Astgh dan Mustgh perlahan menjadi lemah, sedikit menjadi goyah dengan kehilangan tegak pada tubuhnya, namun keduanya bertahan dan tidak jatuh di hadapan Sang Pencipta. "Kalian menerima berkat itu dengan sangat baik." Sang Pencipta pun pergi, meninggalkan mereka dalam keheningan dan rasa heran atas berkat yang baru saja mereka dapatkan.

Saling pandang pun terjadi, mereka menatap cukup lama sampai satu memori akan kewajiban menyadarkan mereka. Tugas membentuk alam semesta beserta penghuninya. "Mari kita mulai," ujar Astgh dengan tangan terangkat berusaha mengumpulkan partikel sisa pembentukan mereka. "Mari kita mulai penciptaan dunia yang penuh rasa bahagia, seperti Sang Pencipta inginkan." Mereka pun berhasil menciptakan sebuah tempat layak huni bagi mahluk dengan derajat dibawah mereka. Mard namanya, berwujud sama seperti mereka, namun tanpa berkat seperti yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada mereka berdua, Mard hanya diberikan akal dan juga pengetahuan untuk dapat bertahan hiduup serta menjalaninya dengan berdampingan satu sama lain didalam sebuah kelompok.

Mard terdiri atas dua partikel, kegelapan dan cahaya. Dua hal itu menjadi energi penyokong hidup bagi satu individu. Pada awalnya Mustgh menyarankan agar Mard diisi oleh cahaya tanpa ada unsur kegelapan didalamnya. Namun Astgh melihat hal itu sebagai suatu ketidakseimbangan. Ia menganggap, alam semesta tersusun atas dirinya dan Mustgh sebagai cahaya dan kegelapan. Keberadaan mereka berdua membuat alam semesta menjadi seimbang. Konsep itulah yang membuat Mard tersusun atas dua partikel berbeda. Sejak Molorach, tempat dimana Mard hidup berdampingan dengan berbagai elemen pelengkap kehidupan, Astgh dan Mustgh terlihat sangat bahagia. Setiap kali Mard memberikan ritual pemujaan untuk mereka dengan menatap langit lalu berdoa, menambah rasa cinta mereka pada ciptaannya. Namun kebahagiaan tidak pernah berlangsung lama. Suatu kejadian berhasil membuat Sang Kegelapan, berharap dapat merengkuh waktu untuk ia putar sebelum semua tercipta.

"Lihatlah itu," tunjuk salah seorang Mard yang terlihat sebagai tetua dari satu kelompok. Mard lain mengikuti arah pandangnya dan itu mengarah pada Astgh, Sang Cahaya yang bersemayam disebalik bintang utara. Mereka pun bersujud, lalu berdoa seperti biasa. Namun kali ini, hanya Astgh yang mereka puja tanpa sekalipun menyebut nama Mustgh.

"Apa yang terjadi? Mereka hanya menyebut Astgh tanpa menyebut namaku sama sekali?" Rasa kesal menyelimuti Mustgh, lantas ia mendatangi Astgh yang berada jauh di utara, berharap mendapat jawaban atas peristiwa ini.

"Astgh," ujar Mustgh. Terlihat olehnya, betapa riang dan bahagia Mard yang mereka ciptakan bersama, hanya menyambah Sang Cahaya tanpa tahu ada kegelapan yang membuat cahaya itu dapat bersinar. "Apa yang membawamu kemari?" Mustgh masuk dan duduk berdampingan dengannya. Raut wajahnya menunjukkan rasa kecewa. Mengapa tidak ada yang mengingat dirinya? Mard tercipta atas gabungan dua elemen, cahaya dan kegelapan. Namun mengapa?

"Kau terlihat bahagia," ujar Mustgh memandang Sang Cahaya penuh dengki tanpa ia tahu. Astgh memandang wajah Mustgh, membelai rupa indahnya dengan lembut. Ia masih sama seperti dulu, gadis pendiam namun tegas dengan banyak pertimbangan dalam melakukan sesuatu.

"Wajahmu terasa dingin. Bagaimana sisi selatan? Apa kau merasakan hal serupa? Rasa bahagia akan pujaan Mard pa—"

"Padamu." Dengan cepat Mustgh menjawabnya, menyelesaikan kalimat yang ingin dikatakan oleh Astgh.

Mustgh mengepalkan tangannya, ia merasa sangat iri atas perubahan dan pencapaian yang berhasil Astgh dapatkan. Sepertinya berkat itu lebih dulu didapatkan Sang Cahaya, dapat terlihat pada belakang tubuhnya yang muncul sepasang sayap berwarna putih dengan lingkar cahaya menjadi penghias kepalanya. Terlebih istana ini, dan semua energi yang ia punya, Mustgh merasa tertinggal. "Pada kita," sergah Astgh.

Astgh menarik tangan Mustgh agar menyatu dengan tangannya, memberikan kehangatan dimana Sang Kegelapan sendiri tidak memilikinya. "Mereka memuja kita. Para Mard itu, memberi kita pujian dan penghormatan karena penciptaan ini." Mustgh segera menarik tangannya keras, membuat Sang Cahaya terjatuh dari singgasana, sementara Sang Kegelapan dengan pikiran dipenuhi rasa iri dan dengki pun turun mendekat pada Astgh.

"Kau tahu apa yang kurasakan selama jauh di selatan?" Mustgh mencekik Cahaya itu, membawanya lebih tinggi dengan elemen kegelapan perlahan memakan tubuh dari Astgh. "Aku sendirian, berharap para Mard menyembahku seperti mereka memperlakukanmu."

"Tapi apa yang kudapat? Mereka tidak pernah sedikitpun peduli padaku. Mereka tidak pernah sedikit saja menyebut namaku dalam setiap doa yang mereka panjatkan," ujar Mustgh dengan wajah menitikkan air mata. Dia tidak ingin seperti ini, namun ada sesuatu yang sangat menyakitkan ia rasakan jauh di dalam dirinya. "Andai saja waktu itu kau tidak bersikeras membuat Mard dengan dua elemen, aku tidak akan menaruh harapan pada mereka." Astgh yang hampir kehilangan seluruh kesadarannya perlahan membuka sayap yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkraman Sang Kegelapan.

Mustgh ... hatimu tidak lagi sejalan. Apa yang menjadi angan sekarang berubah menjadi hasrat. Apa yang harus kulakukan?

"Kalau begitu, mari kita turun dan melihat Mard dari dekat. Tunjukkan dirimu yang sesungguhnya pada mereka." Mustgh nampak tak setuju. Namun sifat keras kepala dari Astgh dan juga keinginannya untuk mendapat perhatian berhasil memaksa Sang Kegelapan untuk bertemu ciptaannya. "Baik, aku akan ikut denganmu menuju Molorach." Sementara di Molorach, para Mard masih memanjatkan doa. Beragam makanan mereka siapkan, diiringi pujian dan nyanyian yang saling bersahutan tanda terimakasih pada Sang Cahaya. Saat pemanjatan doa selesai dilakukan, terdengar suara benda mendekat dari langit Molorach. Benda itu berpendar, berwarna terang dengan gelap menyertai di sekitarnya.

Semua orang panik, mencoba melarikan diri namun terlambat. Benda itu menghantam tanah dengan kuat, membuat aliran angin yang cukup besar untuk menghapuskan satu desa. "Angin apa ini?" Salah satu pria tua dengan tongkat kayu yang menopang tegak tubuhnya mendekat ke arah angin besar itu dan menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Tetua, kembalilah. Tetua." Beberapa orang menyahut memanggil pria tua itu untuk kembali, namun tidak dilakukannya."Apa yang sebenarnya terjadi kepada kami?" Sesaat setelah angin itu menghilang, terlihat cahaya dibalik kepulan asap. Cahaya terang yang menyilaukan mata, namun memberi kehangatan dan rasa aman disaat bersamaan. Penasaran akan apa yang baru terjadi, Tetua mendekati cahaya itu dan betapa terkejutnya, Sang Cahaya, Pengatur Waktu, Asgth datang mendatangi mereka.

"PUJA SANG CAHAYA." Kalimat itu membuat semua Mard tersadar akan apa yang baru saja mendatangi mereka dan mengikuti tindakan Tetua.

"PUJA SANG CAHAYA."

"PUJA SANG CAHAYA." Asgth tersenyum namun tidak dengan Mustgh. Ia terlihat kesal, kedatangan mereka ke Molorach hanya menambah rasa kesal dan benci pada Sang Cahaya dan ciptaannya. "Cukup," titah Sang Cahaya. Lantas ia menarik tangan dari Mustgh dan mengangkat keatas, membuat Mard melirik Mustgh dengan tatapan heran.

"Perkenalkan, dia adalah Sang Kegelapan, Mustgh. Ia yang berperan besar dalam penciptaan Molorach dan seluruh isinya. Kalian patut memujanya, ia adalah satu. Aku dan dia adalah satu kesatuan tanpa ada pembeda." Mendengar hal itu para Mard terdiam lalu tertawa lepas. Mengapa tidak? Sosok kegelapan sepertinya bisa bersanding dengan Sang Cahaya yang jelas jelas bisa dilihat melalui interpretasi bintang.

"Mohon maaf Sang Cahaya, tapi apakah benar Sang Kegelapan yang membantu anda membuat Molorach tempat kami sekarang ini?" Astgh menatap Mard itu dengan senyum mengembang, "Tentu saja, kami adalah satu dan saling melengkapi satu sama lain." Mustgh nampak tak senang dengan pertanyaan dari Mard itu. Ia murka, kegelapan berhasil menutupi hatinya dalam iri dan dengki.

Astgh yang menyadari aura pembunuh dari Sang Kegelapan berusaha menenangkan dia, namun semua sudah terlambat. Mustgh berevolusi menjadi seseorang dengan tingkat kekuatan setara dengan Sang Cahaya, tubuhnya mengeluarkan sepasang sayang berwarna hitam dengan beberapa bulu berwarna merah api. Sementara pada kepalanya muncul sepasang Yeghjur, melintang sempurna mengelilingi kepalanya. Aura kegelapan semakin kuat muncul, membuat beberapa Mard terlempar cukup jauh dan pingsan.

"AKU ...."

"SANG KEGELAPAN." Bersamaan dengan itu, sebuah pedang muncul pada tangan kanan Mustgh. Ia mengayunkan pedang itu dan semua Mard tanpa terkecuali terpisah antara kepala dengan tubuhnya. Semua makanan, pujian, dan nyanyian seketika hilang berganti dengan tetesan darah Mard. Astgh yang melihat itu hanya diam terpaku, ia merasa sudah salah dalam menilai struktur kehidupan. Kegelapan dan Cahaya, dua hal saling bertolak belakang. Ia hanya menangis, meratapi setiap darah yang menggenang dihadapannya dengan penuh sesal. Keputusan yang ia ambil membawa kehancuran bagi semua ciptaannya.

"Selanjutnya kau," tunjuk Mustgh pada Sang Cahaya. "Aku akan menghabisimu dan membuat kehidupan baru yang hanya menyembahku seorang, Sang Kegelapan."

Dengan kemampuan yang ia punya, sekejap saja Sang Kegelapan sudah berada tepat di hadapan Astgh. Lantas ia mengayunkan pedang, membuat Sang Cahaya terhempas cukup jauh. Belum puas dengan apa yang ia lakukan, kembali Sang Kegelapan mengejar Sang Cahaya. Menyerang secara membabi buta tanpa memberi jeda sedikitpun guna menarik napas.

"AKULAH ...." Mustgh mengeratkan pegangan pada pedangnya, lalu mengayunkannya tepat pada wajah Sang Cahaya. Membuatnya terlempar ke langit tanpa sedikitpun mempunyai kesadaran yang cukup guna menghentikan Sang Kegelapan.

"SANG ...." Setelahnya Mustgh membuka sayapnya, ia terbang dan lagi mendaratkan serangan. Kali ini, tubuh Sang Cahaya terombang ambing di udara menerima semua serangan dari Sang Kegelapan.

"KEGELAPAN." Kali ini, Mustgh terbang lebih tinggi. Memposisikan pedangnya menatap tanah. Ia pun mengarahkan pedangnya tepat pada jantung milik Astgh, lalu terbang mengarahkan dirinya menabrak pada Molorach. Serangannya membuat planet itu terbagi menjadi dua, tidak ada atas dan bawah. Tidak ada waktu dan realita. Semua kembali pada kekosongan seperti sediakala. Pedang menancap sempurna pada tubuhnya.. Darah mengalir deras dari mulut dan bekas tebasan di sekujur tubuhnya. Cahaya disekujur tubuhnya telah padam. Sang Cahaya telah mati, dikalahkan oleh Sang Kegelapan yang kini berkuasa atas segalanya.

"Dengan ini akan kuakhiri." Mustgh menarik tubuh Astgh untuk berdiri, ia mengarahkan pedangnya pada kepala dari Sang Cahaya. Satu tebasan menyudahi semua. Kepala itu telah terputus dari tubuhnya. Sang Kegelapan melempar kepala itu, jauh kedalam genangan darah dari para Mard yang mati karena ulahnya.

"Akhirnya, aku menjadi satu satunya penguasa di alam semesta." Saat Mustgh ingin pergi, ke tempat dimana ia bisa membangun planet yang memberikan puja dan nyanyian terkhusus untuknya, tubuhnya serasa kaku. Ia tidak bisa bergerak. Seperti ada sesuatu yang menahan tubuhnya.

"Kau pikir aku sudah kalah?" Suara itu membuat Sang Kegelapan memalingkan muka. Betapa terkejutnya ia, melihat kepala itu melayang tanpa tubuh yang utuh.

"Bagaimana mungkin. Kau sudah kalah, aku sudah mengalahkanmu." Yang terjadi setelahnya bahkan Mustgh sendiri tidak mengetahuinya. Seluruh kekuatannya terserap oleh segel berbentuk enam pilar lingkaran dengan puncak yang terpusat pada bagian tengah segel yang tiba-tiba berada di bawah kaki Mustgh. Segel itu menahan semua kekuatan yang ia punya, dan perlahan menyerap tubuh Sang Kegelapan kedalamnya.

"Apa yang kau lakukan?" Sang Kegelapan semakin meronta merasakan bahaya yang mengancam dirinya. Namun semua yang ia lakukan hanya menambah rasa sakit yang ia rasakan. "LEPASKAN AKU ... KUBILANG LEPASKAN." Mustgh berusaha bergerak namun tak dapat ia lakukan. Segel itu membuatnya diam tak mampu bergerak, sementara tubuhnya terus saja terhisap kedalamnya. Perlahan, sedikit demi sedikit aura kegelapannya menghilang. Ia tampak sangat lemah.

"Baik ... aku akan melepaskanmu." Astgh pun mengeluarkan rantai dari segel itu, melilit sempurna pada sekujur tubuh Sang Kegelapan. Lilitan semakin kuat mengikuti gerakan dari Sang Kegelapan.

"Baik ... aku akan melepaskanmu." Astgh pun mengeluarkan rantai dari segel itu, melilit sempurna pada sekujur tubuh Sang Kegelapan. Lilitannya semakin kuat mengikuti gerakan dari Sang Kegelapan yang berusaha melepaskan diri dari jeratan rantai segel itu. "Lepaskan aku, LEPASKAN AKU, ASTGH." Dilema menghampiri hatinya. Bahkan setelah semua yang dilakukannya, dengan kebencian yang dimilikinya, ia tetap memanggil dengan namanya. "Mustgh …." Bersama dengan air mata yang turun mengalir dari wajahnya, Mustgh menegakan hati untuk melenyapkan apa yang seharusnya menjadi penjaga bersamanya.

"Resiko ...."

"Akan kuambil semua resiko untuk melenyapkan perasaan jahat ini." Sang Cahaya memperkuat segelnya. Banyak kata dengan bentuk tidak familiar muncul pada dinding segel itu. Tak butuh waktu lama, dengan sedikit sisa tenaga yang ia punya, kekuatan Sang Kegelapan beserta tubuh miliknya terserap seutuhnya dan lenyap didalam segel itu. Astgh melihat sekeliling, betapa hancur ciptaan yang ia buat. Semua hampir saja kembali pada kekosongan. Sang Cahaya pun menatap langit, melihat bintang yang menjadi objek pertama pengisi kekosongan.

"Bagaimana aku memperbaiki semua ini? Aku tidak lagi utuh, dan jiwa ini terasa sangat hampa. Mengapa Mustgh, mengapa berakhir seperti ini." Astgh menangis menyadari penyebab semua ini adalah dirinya. Andai saja ia mendengarkan perkataan Mustgh, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

"Apa yang sudah kulakukan." Sebuah pemikiran masuk ke dalam pikirannya. Hanya satu dan penuh resiko akan hancurnya kedua belah pihak. "Liefe Tanichra ... aku akan menggunakannya." Sang Cahaya menggunakan energi dari Sang Kegelapan yang ia serap untuk menciptakan sebuah medan energi guna mengambil semua partikel pembentukan Molorach. Partikel itu berwarna terang, sama dengan bintang yang menjadi saksi dari pembentukan dan kehancuran planet dimana mahluk hidup dapat berdampingan. Sang Cahaya menangis, ia menyadari satu hal pasti yang akan terjadi jika ini berhasil, kematian baginya. Ia tidak lagi bisa melihat ciptaannya hidup bahagia dan saling berdampingan.

"Hanya ini berkat yang bisa kuberikan pada kalian." Tak lama terpancar cahaya dari Astgh dan mengelilingi medan energi itu. Planet Molorach perlahan menyatu. Inti kembali terbentuk dengan geogarfis kembali utuh dan lebih berwarna. Mungkin ini, salah satu akhir bila Cahaya dan Kegelapan dapat menyatu. Sebuah keindahan pada satu kehidupan. Sementara itu, guna mengembalikan jiwa Mard yang telah menghilang, Sang Cahaya mengorbankan semua energi miliknya untuk menggantikannya.

"Dengan ini akan cukup." Sang Cahaya kembali pada bentuknya semula, sebuah zat berpendar. Cahaya itu melayang menuju langit Molorach untuk terakhir kalinya.

"Selamat tinggal Molorach ...."

"Selamat tinggal Mustgh ...."

"Aku senang bisa bersama dengan kalian." Cahaya itu meledak. Serpihannya jatuh merupa hujan, mengenai semua mahluk hidup yang terdapat di Molorach. Setiap mahluk yang terkena serpihan itu mengeluarkan cahaya dari tubuhnya, menghapus jejak kesedihan dan masa lalu kelam yang terjadi. Bongkahan mayat hidup, genangan darah, serta lainnya berubah menjadi bentuk kehidupan seperti sediakala. Molorach kembali pada kehidupan awal yang diisi oleh Mard dengan mahluk hidup lainnya. Saling berdampingan mengukir bahagia pada takdir yang entah sampai kapan akan tercipta. Kegelapan dan Cahaya akan terus berseteru. Aku dan Mustgh mengetahui hal itu, tetapi kenyataan bahwa aku dan Mustgh pernah bersama membangun dunia adalah bukti bahwa selama kalian hidup berdampingan, melewati semua bersama, cahaya dan kegelapan akan mampu untuk menjadi jalan penerang menuju kehidupan yang lebih baik.