My Idol Is Werewolf
Chapter 22 :
"Ayo, duduk, Sayang!" Alisa menepuk-nepuk kursi yang ada di sebelahnya. Sementara itu, Ludra hanya bisa mengelah napas berat, matanya berputar dengan cepat. Dia dapat melihat dengan jelas, bahwa para gadis-gadis di sana tengah menatapnya dan tatapan mereka sungguh membuatnya tidak nyaman.
Ludra pun akhirnya menganggukkan kepala, tanpa setuju, sembari mengulas senyuman Ludra pun akhirnya duduk. Namun, bukan di kursi yang Alisa pukul tadi, melainkan kursi di seberangnya. Alisa pun menaikkan bahunya, dan alisnya naik turun tanda bahwa dirinya tidak keberatan.
"Kakak ingin pesan apa?" tanya Alisa, sembari memasang wajah mania, yang sengaja dia buat guna memancing kecemburuan di hati para gadis.
Ludra pun semakin pusing dibuatnya. Dia ingin protes dan meminta Alisa untuk menghentikan tindakannya itu. Namun, Ludra mengurungkan niatnya tersebut dan memilih untuk diam seraya mengulas senyuman yang sedikit dipaksakan.
Alisa pun senang melihat kakaknya begitu patuh dengan kata-katanya, sehingga membuat orang-orang yang ada di sana cemburu dengannya.
Ludra pun mengeluarkan benda pipihnya dari saku celana. Seketika Alisa pun berubah cemberut dan kesal karena Ludra mulai asyik dengan ponselnya.
Makanan yang keduanya pesan pun akhirnya datang juga, "Terima kasih," ucapnya pada pelayan yang membawakan makanannya.
"Terima kasih kembali, Nona. Selamat menikmati sarapannya," balas pelayan itu seraya mengulas senyuman hangat, tetapi lirikan matanya tertuju pada Ludra yang tengah memainkan ponselnya.
Seketika Alisa berdengus kesal, "Maaf, Anda sudah bisa pergi. Andai kami memerlukan sesuatu maka kami akan memanggil Anda kembali," ketusnya bernada kesal
Ludra pun mematikan ponselnya, lalu memandang Alisa yang tampak kesal. Dari tatapannya Ludra bisa menebak kalau Alisa merasa terganggu dengan keberadaan pelayan tersebut.
"Anda bisa pergi," pinta Ludra bernada santai.
Peyan itu mengangguk pelan, baru setelah itu dia pergi meninggalkan Ludra dan Alisa. Pelayan yang bekerja di sana sesungguhnya mengagumi Ludra. Namun, Alisa tidak bisa membiarkan hal itu terjadi di depan matanya. Itu sebabnya, Alisa memarahi pelayan tersebut.
"Sudah, sudah ... Jangan kesal seperti itu, cantiknya hilang tuh," bujuk Ludra yang terkesan manis.
Alisa masih memasang wajah masam, pipinya mengembung sempurna seperti balon, sementara matanya begitu tajam dan menegrikan, seolah-olah dia ingin menerkam pelayan itu hidup-hidup.
"Alisa ..." Ludra pun menyentuh tangan adiknya itu dengan lembut. Gerakan tangannya begitu menenangkan sedikit terasa aliran listrik akibat sentuhan tersebut.
Perlahan-lahan senyuman mulai terlihat kembali dari wajah gadis ayu itu, "Senyum, dong ..." pinta Ludra yang langsung dituruti oleh Alisa.
"Nah, itu lebih baik. Kamu itu kalau ngambek kaya tadi terlihat jelek tahu," ungkapnya bernada ejekan.
Mendengar kalimat tersebut membuat mood Alisa kembali buruk. Dia paling tidak suka ada yang memanggilnya jelek, itu sebabnya Alisa pun kembali merajuk. Pipinya mengembung layaknya balon, serta bibirnya sengaja dikerucutkan.
Hari itu Ludra dibuat pusing dengan tingkah adiknya yang bersikap manja. Selalu menempel padanya seperti prangko.
****
Sementara itu di tempat terpisah, Nicu sedang berada di halaman belakang sekolah bersama dengan tiga orang di sana.
"Mengapa kalian ada di tempat ini? Apakah sekarang Bangsa Beruang Hitam sudah berani untuk meninggalkan dunia Keabadian?" selidik Nicu penuh rasa curiga.
Nicu langsung mengenali ketiga orang yang saat ini berdiri di hadapannya. Ketiganya adalah, Mark, Lucky dan Wind. Mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Liam Jordan, sang penguasa Bangsa Beruang Hitam.
Bangsa Beruang Hitam, adalah salah satu bangsa terkuat di Alam keabadian, pemimpinnya adalah Liam Jordan. Selama ratusan tahun Liam Jordan memimpin Berung Hitam. Tidak ada yang mengetahui usia sebenarnya Liam Jordan. Ada yang mengatakan usia Liam Jordan di atas satu juta tahun, tetapi ada yang mengatakan juga usianya lima ratus tahun. Entahlah, yang mana yang benar?
"Ada urusan apa kalian datang ke tempat ini?" tanyanya kembali mengulang pertanyaan yang sama.
Ketiga pria itu tampak diam, sebelum akhirnya salah satu dari mereka mulai menjawab. "Kedatangan kami atas perintah Tuan, Liam," jawab Wind.
"Perintah Tuan Liam?" Nicu mengelus dagunya yang sedikit lancip itu.
"Benar. Tuan Liam yang telah meminta kami untuk mencari tahu semua informasi tentang dirimu dan Keturunan itu," lanjutnya demikian.
Nicu terperanjat, matanya melotot dan seolah ingin lepas dari sana, "Mencari tahu informasi tentang diriku? Ini kah sebabnya kalian tidak menyembunyikan aura keberadaan kalian?"
Ketiganya pun mengangguk bersamaan, "Benar sekali, kami memang senagaja menyembunyikan aura keberadaan kami karena kami ingin memancing dirimu," timpal Lucky yang kini angkat bicara.
"Memancing diriku? Memang untuk apa kalian mencari diriku sampai ke tempat ini?"
"Ini semua kami lakukan guna menemukan keberadaan penerus Cloud Armor yang menghilang ratusan tahun yang lalu."
"Penerus Cloud Armor katamu? Jadi, Tuan Liam sudah mengetahui keberadaan penerus itu, sehingga dia memerintahkan kalian untuk mencari keberadaannya melalui diriku. Benarkah itu?" tebal Nicu bernada serius.
Sungguh tebakan Nicu tidak meleset. Kedatangan Wind, Lucky dan Mark di sana tentu ingin menggali informasi tentang penerus Cloud Armor yang menghilang ratusan tahun akibat penyerangan yang terjadi di sana.
Nicu pun mengerutkan keningnya. Wind, Lucky dan Mark sama sekali tidak menyembunyikan sesuatu darinya. Mereka mengatakan apa adanya sesuai yang diperintahkan Liam pada mereka. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan besar di benak Nicu akan sosok Tuan Liam yang sebenarnya tidak dikenal baik olehnya.
"Kalau begitu, pertemukan diriku dengannya terlebih dahulu. Aku tidak ingin mengatakan apa pun tentang Pangeran, kecuali diriku bertemu langsung dengan Tuan Liam sendiri. Bagaimana?" tawar Nicu dengan tatapan menyakinkan.
Wind, Lucky dan Mark saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya mereka menyetujui tawaran tersebut, yang akan mempertemukan Nicu dengan Tuan Liam nantinya.
"Sepakat ..." Nicu pun menjabat tangan Wind, Lucky dan Mark secara bergantian.
Pada akhirnya mereka hanya bisa menerima tawaran tersebut dikarenakan, Tuan Liam memang ingin bertemu dengan Nicu bagaimana pun caranya dan ini adalah saatnya.
Tanpa berlama-lama lagi, ketiganya pun berlari kecepatan tinggi dan Nicu pun menyusul di belakangnya. Dia sendiri tidak mengetahui, apakah keputusannya untuk bertemu Tuan Liam adalah benar atau tidak? Karena saat ini sesungguhnya dia memerlukan banyak kekuatan untuk melindungi Lars dari ancaman para Bangsa Vampire dan Werewolf yang mengincar kekuatan yang tertanam di tubuh Lars.
Sementara itu, tanpa Nicu dan lainnya sadari, nyatanya dari jarak ratusan meter, seseorang telah mendengar pembicaraan mereka. Ia bersembunyi di balik dinding dan dengan kemampuannya, ia dapat menyembunyikan aura keberadaannya dari Nicu dan para Abdi dari Tuan Liam tersebut.
"Aku harus melaporkan ini pada Tuan Muda. Pasti dia senang mendengar kabar ini," gumamnya, sembari menganggukkan kepalanya.
Setelah Nicu dan lainnya pergi, maka dirinya pun ikut menghilang dari pandangan dengan begitu cepat, mungkin angin pun tidak bisa mengalahkan kecepatannya.
Ada apa di balik ini semua? Akankah Nicu mampu melindungi Lars dari kaum Werewolf yang mencoba untuk membunuhnya?