webnovel

My Identity Secret Story [MISS]

Refki adalah seorang remaja laki-laki yang mengalami kecelakaan hebat yang membuat tubuhnya hancur. Tetapi begitu dia terbangun, ia melihat dirinya sudah berubah menjadi perempuan. Ia ditolong oleh seorang laki-laki bernama Zien. Bagaimana nasib dan kisah Refki setelah berubah menjadi perempuan? Genre: Transgender(LGBT+), Romance, Comedy, Slice of Life, Supranatural

Fryzz_Na · LGBT+
Not enough ratings
22 Chs

2. Tinggal Di Rumah Zien

"Aku adalah orang yang menyelamatkan dirimu" ucapnya menoleh ke arahku. "Namaku.. Zien"

- Chapter 2 -

"Jadi lu orang yang bernama Zien? ...Apa gua kenal sama lu?" tanyaku menatap orang itu.

Orang itu terdiam sejenak. "Kita pernah bertemu sebelumnya, tapi mungkin kau tidak mengingat dan mengenalku" jawabnya. "Tapi.. Kau ajaib juga" ucapnya kemudian.

"Oh.." ((Pantesan)) "Pas kapan?" tanyaku. "Ajaib kenapa?"

"Normalnya butuh waktu beberapa bulan untuk orang pulih dari operasi apalagi operasi total seluruh bagian tubuh. Tapi kau hanya butuh sekitar kurang lebih sebulan dari operasi dan sudah bisa dikatakan pulih total" ucapnya sembari melipat kedua tangannya dan menatap ke arahku. Tapi orang itu tidak menjawab kapan mereka berdua pernah saling bertemu.

"... Begitukah?" Aku lalu melihat ke arah kuburanku, dan melihat tanggal 'kematianku'. Benar saja, kurang lebih sekarang sekitar 40harian dari tanggal kematian yang tertulis di batu nisan itu. ((Pantes aja di rumah terdapat banyak karangan bunga dan beberapa orang yang berkunjung. Kalau jaraknya udah lama pasti udah nggak ada kesan gua baru aja meninggal..)) ucap batinku.

"Jadi sekarang kau akan kemana? Kau tidak mungkin bisa pulang ke rumahmu kan?" tanyanya sembari masih melipat kedua tangannya. "Orangtuamu menyangkamu sudah meninggal"

"..." Aku sendiri tidak tau akan pulang kemana. Mereka menyangkaku sudah meninggal. Kalaupun aku kembali dengan wujudku yang sekarang, mereka pasti tidak akan percaya apapun yang ku katakan. Malah mungkin disangka aku cewek gila yang ngaku-ngaku dengan tujuan terselubung. Kalaupun cari penginapan atau kosan, saat ini sudah tidak ada uang. Bahkan dompet, kartu identitas, kartu atm, handphone, dan lainnya sudah hilang ketika kecelakaan terjadi. "Gak tau" gumamku.

"Ikutlah denganku" ucapnya. "Kau bisa tinggal di rumahku"

"Beneran? Weh makasih" ucapku tersenyum dan bersyukur.

"Tapi dengan syarat" ucapnya. "Berpura-puralah jadi pacarku" lanjutnya menatapku.

"Apa tu–HAH?!" responku terkejut.

Orang itu menyeringai "Pria dan wanita tinggal satu rumah tanpa ada ikatan hubungan, bukankah itu akan dinilai aneh di mata oranglain?" ucapnya.

"..." ((Masuk akal sih. Tapi.. GUA ASLINYA PRIA WOY!!)) batinku. Aku menghela nafas sejenak "Baiklah karena sekarang wujud gua cewek dan nggak ada yang kenal gua juga sekarang. Kalo cuma pura-pura gua gak masalah. Tapi.. Awas kalo lu aneh-aneh ke gua. Walaupun bentuk gua sekarang cewek, inget! Gua aslinya cowok" ucapku sambil menunjuk ke arah orang itu.

Orang itu terdiam dan tersenyum dengan entah apa maksud senyuman itu. "Hanya aku yang tau identitas aslimu, jadi tenang saja". Orang itu lalu berjalan meninggalkan kuburan'ku'. "Ikut aku. Kau tidak ingin tinggal di kuburan ini seperti 'jasadmu' di kuburan ini kan?" ucapnya dengan senyuman meledek.

"..." Aku pun berjalan mengikutinya.

Kami menaiki sebuah mobil hitam yang dikendarai oleh orang bernama Zien itu menuju ke rumahnya. Ketika sampai, terlihat rumahnya cukup mewah dan agak besar tetapi tidak terlalu besar. Seperti rumah dua lantai dengan gaya arsitektur klasik eropa tapi juga agak modern minimalis, dengan gerbang besi hitam yang menjulang tinggi.

Aku kemudian berjalan masuk mengikutinya ke dalam rumahnya. Rumah itu terlihat sepi seperti tidak ada orang lain. "Ada orangtua di dalem?" tanyaku.

"Tidak. Aku tinggal sendirian" ucapnya. "Ini rumah milikku"

"Oh.." pantes kesan rumahnya sepi. Tapi kalau untuk tinggal sendiri, rumah ini bisa dikatakan cukup besar untuk tinggal sendirian. "Ini rumah milik sendiri? Orangtua lu kemana?"

"Di luar negeri" ucapnya sembari membuka jas nya. Terlihat kemeja yang ia kenakan bewarna abu-abu muda. "Tapi mereka tinggal di luar kota, meskipun punya beberapa rumah lain juga"

((Anak orang kaya)) pikir batinku. Apalagi mengingat dia mampu membiayai seluruh operasi dan perawatan untuk orang asing sepertiku. Terlebih operasi plastik bahkan sampai merubah kelamin itu pasti sangat mahal. Dokter yang menanganiku itu juga cukup hebat karena tidak ada cacat pada operasi tersebut. Bahkan bisa dibilang sangat berhasil dan bagus hasilnya. Jika memang orang berniat oplas padanya, dokter itu bisa direkomendasikan. Tapi sejujurnya aku tidak ingin operasi plastik apalagi sampai merubah gender seperti sekarang ini.

"Lalu.. Kenapa gua harus pura-pura jadi pacarlu kalo lu tinggal sendirian?" tanyaku penasaran. Aku sempat terfikir dia akan menunjukkan ke orangtuanya dan memperkenalkanku sebagai ceritanya 'pacar'nya supaya diizinkan tinggal disini.

"Karena yang kubilang tadi. Dan.. Kau tidak harus bersikap seakan pacarku ketika di rumah. Tapi ketika di luar dan ada oranglain, kau akan kuakui sebagai pacarku" jelasnya. "Dengan begitu identitas aslimu pun juga akan terlindungi" lanjutnya.

"Oh.. Sip sip. Baguslah kalo gitu" ucapku mengangguk. Tapi ada hal yang gua penasaran.. "Trus kenapa lu minta gua dioperasi jadi cewek? Jangan-jangan ini tujuan lu, supaya gua bisa buat dijadiin pacar pura-pura lu ya?" tanyaku curiga sambil menunjuk ke arah wajahnya.

"Itu benar" jawabnya to the point.

"Udah gua duga. Kenapa gua harus dijadiin pacar pura-pura lu? Lu tau kan gua aslinya cowok. Kenapa lu nggak minta cewek beneran aja buat lu minta ngaku-ngaku jadi pacarlu? Atau cari cewek buat jadi pacarlu beneran?" tanyaku makin penasaran. Apalagi melihat tampangnya yang lumayan tampan, dan dia anak orang kaya. Sudah pasti banyak cewek yang bakal mau sama dia, bahkan menjadi pacar beneran. Bukan hanya sekedar pura-pura. Nggak kayak gua yang susah dapetin cewek, tampang dan duit pas-pasan.

"Aku tidak tertarik untuk pacaran sungguhan. Kalau cewek asli, ada kemungkinan nanti orangnya bakal beneran baper. Jadi akan lebih baik yang cewek palsuan" jawabnya.

"Hah?!" Aku tercengang dengan jawabannya. "Mending lu cari bencong taman lawang aja sono daripada ngubah gender orang jadi cewek kawe!" ucapku kesal.

"Tidak tertarik bencong" jawabnya sembari menyender ke tembok dan melipat kedua tangannya. "Aku tertariknya denganmu"

((Wtf.. Kenapa kesannya kek nih orang gay yang lagi naksir gua?!)) ucap batinku.

"Aku memintamu untuk pura-pura jadi pacarku bukan hanya untuk sekedar mengaku-ngaku punya pacar. Tapi memang ada beberapa alasan khusus. Itulah kenapa aku memilihmu" jelasnya.

"Alesannya kenapa?" tanyaku penasaran.

"Kau akan tau nanti" ucapnya sembari menegapkan dirinya kembali dan melepas lipatan kedua tangannya. "Yang jelas karena aku mengetahuimu meski kau tidak mengetahuiku. Dan karena kau mengalami kecelakaan, aku bisa memanfaatkan situasimu ini untuk mengubah dan menutup identitasmu" jelasnya.

"...." ((Licik. Jadi memang punya tujuan terselubung nih orang makanya ngubah gender gua?! Tai)) ucapku dalam batin. "Tujuan lu apa?"

"Sudah kubilang. Kau akan tau nanti" ucapnya sembari berbalik badan dan menuju arah tangga. "Ada kamar kosong satu lagi di lantai atas, ikut aku"

"Dasar nih orang" gumamku kesal. "Oke" aku pun mengikuti langkahnya menuju tangga untuk naik ke lantai atas.

"Sebenarnya ada dua kamar kosong. Kamar tamu di lantai bawah, dan satu kamar lagi di lantai atas yang akan jadi kamarmu" jelasnya sembari menaiki tangga.

"Oh.. Oke" ucap gua sembari mengikutinya menaiki tangga.

Terlihat di lantai dua ada beberapa pintu ruangan, dan di tengahnya ada ruang bersantai dengan televisi, rak buku, karpet, meja kopi, dan sofa dengan nuansa warna coklat. Kemudian kami berbelok arah. "Yang ini adalah kamarku" ucap Zien sembari menunjuk sebuah pintu kayu coklat keabuan yang memiliki ukiran. "Kalau ada apa-apa atau ingin bertanya ketuk saja pintu kamarku"

Aku mengangguk. "Oke"

Kemudian mereka berjalan ke depan pintu di sebelah kamar Zien. Terlihat pintu coklat tanpa ukiran. "Nah ini untuk kamarmu" ucap Zien sembari membuka pintu kamar tersebut. Terlihat nuansa kamar bewarna putih-coklat-krem, dengan desain gaya klasik-modern. Sudah dilengkapi kamar mandi, ac, lemari, meja belajar, laptop, rak kecil untuk buku, sofa kecil di dekat kasur, juga pintu jendela besar menuju balkon yang tertutup oleh tirai putih agak krem.

((Anjir serasa kamar hotel)) ucap batinku begitu melihat dan memasuki ruangan kamar tersebut. "Jadi disini kamar gua? Oke makasih"

"Sama-sama" ucapnya sembari menyalakan ac ruangan tersebut. "Tapi.." Zien menyenderkan badannya ke dinding sembari melipat kedua tangannya. Ia menatap ke arah tubuhku, lebih tepatnya pakaianku "Sepertinya kau butuh membeli beberapa pakaian baru. Dan aku juga tidak memiliki pakaian untuk perempuan" ucapnya.

Aku melihat ke arah bawahku untuk melihat pakaianku. Aku hanya memakai kaos putih dengan celana bahan biru dongker pemberian dari dokter rumah sakit tersebut. Dan tas selempang hitam. "Iyasih.. Tapi gua masih bisa pinjem baju lu kan? Nggak mesti pake baju cewek"

"Untuk baju mungkin iya. Tapi untuk pakaian pergi keluar terutama ketika bersamaku? Pakaian dalam, terutama celana dalam dan bra? Kau tidak mungkin memakai punyaku, lagipula aku tidak punya pakaian dalam wanita" jelasnya. "Aku tebak. Kau bahkan saat ini tidak menggunakan bra. Ya kan?" tebak Zien menatap ke arah wajahku.

"Iyasih.. Memang" ucapku hopeless. "Iya gua gak pake. Meskipun gua udah jadi cewek tapi untuk make bh.." sedikit geli membayangkan diri sendiri make bra. "Ogah"

"Kau tetap harus kadang memakainya untuk menopang dadamu. Karena dadamu sekarang sudah dada wanita bukan pria. Lagipula.. Puting dadamu sedikit terlihat nyeplak menonjol kalau tidak pakai" ucapnya melihat ke arah dadaku.

"... Mesum" ucapku dengan tampang datar ke arah Zien. ((Kalau gua beneran asli cewek mungkin udah gua geplak ini cowok. Tapi sebagai cowok, gua juga ngeliat dada cewek emang adalah pemandangan.. Tapi tetep kalo gua yang sebagai dipandang begitu, rasanya geli woy)).

"Aku hanya memberi tau. Lagipula kau aslinya cowok kan? Jadi tidak masalah" ucapnya sembari memejamkan matanya. "Oke. Istirahat lah dulu" ucapnya sembari menegakkan dirinya dan melepas kedua lipatan tangannya. "Ngomong-ngomong, kau mau makan apa?"

"Oke makasih" ucapku sembari berjalan ke arah kasur. "Terserah aja" jawabku.

"Ternyata kau beneran sudah seperti cewek ya. Ditanya makan apa jawabannya 'Terserah'" ucap Zien seperti meledek.

"Gua bilang terserah karena gua gak tau ada makan apa disini. Ini kan rumah lu! Ya gua ngikut aja disuguhi apa selama makanannya enak dan masuk akal" ucapku sedikit kesal.

"Pftt. Oke-oke. Kalau nasi goreng mau? Atau mau yang lain?" tanyanya dengan sedikit tersenyum.

"Boleh. Lu masak sendiri atau beli?" tanyaku sembari melepas tas dan duduk di kasur. Lalu sedikit menggenjot kasur karena merasa empuk ((Kasurnya empuk..))

"Dua-duanya bisa" ucap Zien sembari menatapku. "Kalo gitu akan ku buatkan nasi goreng untukmu"

Zien pun menutup pintu kamar. Terdengar langkahnya turun ke lantai bawah untuk membuatkan nasi goreng.

"Haah.." Aku menghela nafas lalu merebahkan diri ke atas kasur. "Kasurnya nyaman banget. Akhirnya bisa tidur di kasur begini nggak kayak kasur di rumah sakit yang keras bikin sakit punggung. Bahkan ini jauh lebih empuk dari kasur rumah gua"

Aku melihat suasana sekitar ruangan kamar sambil rebahan sembari menunggu Zien yang membuatkan nasi goreng. "Pengen mandi.. Tapi blom ada baju ganti" gumamku.

Beberapa belas menit kemudian terdengar suara ketukan pintu. "Nasi gorengnya udah jadi. Mau makan di kamar atau di meja makan?" tanya suara dari luar pintu.

Sejujurnya males keluar masih pengen rebahan di atas kasur. Tapi ngerasa nggak enak kalo makan di kamar rumah orang, jadi "Di meja makan aja. Bentar, gua keluar" ucapku sembari turun dari kasur. Kemudian membukakan pintu kamar.

"Mau makan di meja makan bawah. Atau disini aja?" tanya Zien yang terlihat sudah menggunakan kaos biru muda dengan celana pendek hitam selutut sembari menunjuk dengan gerakan wajah ke arah ruang tengah lantai dua. Kedua tangannya masing-masing membawa piring nasi goreng.

"Em.. Disitu aja" ucapku karena mager turun.

Kami berdua pun duduk di sofa ruang tengah lantai dua. Zien memberikan nasi goreng untukku di atas meja di depan posisiku, dan satu lagi untuk dirinya sendiri makan. Aku pun mencoba nasi goreng buatan Zien. "Emm~ Enak juga ternyata. Lu jago masak yak?"

Zien menyuap nasi gorengnya. "Mm... Nggak jyuga" ucapnya lalu menelan nasi goreng di mulutnya. "Aku memang biasa hidup sendiri jadi aku juga memasak dan belajar masak untuk diriku sendiri" jelasnya sembari memejamkan mata.

"Oh iya. Orangtua lu sering keluar negri? Kemana emangnya?" tanyaku penasaran sembari memakan nasi gorengnya.

"Urusan bisnis. Ayahku pengusaha terutama dibidang properti, sering ada proyek ke luar negeri, bisa ke beberapa negara berbeda. Terakhir setauku ia ke New Zealand, tapi entahlah. Bisa saja sekarang dia malah di negara lain bahkan benua Eropa atau Amerika. Ibuku fashion designer, fokusnya di aksesoris. Sering bolak balik ke Eropa, khususnya Prancis. Saat ini dia sedang ada di Paris untuk kerjasama dengan designer disana membuat rancangan tas baru, juga untuk persiapan Fashion Week" jelasnya di sela makannya.

"Ooh.." ucapku mengangguk. ((Beneran keluarga orang kaya dan sukses)) ucap batinku sweatdrop.

"Kalau keluargamu bagaimana?" tanya Zien menatap ke arahku.

"Oh. Bokap gua cuma karyawan kantoran. Nyokap gua ibu rumah tangga, sama paling kadang dia jual makanan sesekali, itupun kalo lagi mood dan ada yang mesen aja" jelasku. "Btw, ini makan kagak ada minum?" tanyaku yang mulai merasa butuh minum.

"Ohiya kau mau minum apa? Air putih, teh, atau kopi?" tanya Zien sembari menaruh sendoknya ke atas piring.

"Air putih aja" jawabku. "Tapi kalo ada teh yang dingin boleh juga"

"Oke. Kuambilkan" ucapnya. Zien pun berjalan ke arah kamarnya, dan masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian ia keluar sambil membawa empat botol minuman. Dua botol air mineral, dan dua botol teh. Keempatnya terlihat dingin seperti baru keluar dari kulkas. "Ini" ucapnya sembari memberikan satu botol air mineral dan satu botol teh kepadaku.

"Makasih" ucapku mengambil kedua botol itu. Kemudian membuka masing-masing botol bergantian. Aku meminum air mineral terlebih dahulu. "Gluk..gluk.. Ah. Legaa" ucapku yang akhirnya minum. Kemudian meminum yang teh nya. "Enakk. Thankyou Zien"

Zien mengangguk dengan sedikit senyum ke arahku. Kemudian ia membuka botol tehnya dan meminumnya.

Setelah makan dan minum aku berdiri untuk berjalan menuju kamar. Zien pun berdiri sembari mengangkut kedua piring makan tadi. "Oh iya, Zien. Gua boleh minjem baju ama celana lu buat ganti nggak? Sama.. Daleman lu?" tanyaku sedikit ragu.

"Boleh. Ambil aja langsung di kamarku" ucapnya sembari berdiri membawa piring. Lalu ia menuju arah tangga turun.

"Gapapa nih? Okedeh" ucapku. Lalu berjalan ke arah pintu kamar Zien.

Aku membuka pintu kamarnya Zien dan memasukinya. Terlihat suasana kamarnya yang elegant-classy sekaligus modern dengan nuansa dominan putih, abu-abu, dan coklat muda keabuan. Selain kasur, terdapat meja belajar atau kerja dengan kursi kerja hitam, diatas mejanya ada laptop silver, beberapa buku, alat tulis, lampu belajar, dan lainnya. Terdapat rak buku tinggi dengan berbagai jenis buku. Lemari kayu beserta lemari kaca. Dilengkapi kamar mandi, kulkas, ac, tv kecil di dinding, dan lain lain. Juga terdapat pintu jendela menuju balkon yang tertutup tirai putih tipis, dengan korden abu-abu silver terikat di bagian pinggir. Nuansa kamar sekaligus ruang kerja yang bahkan lebih terlihat seperti ruangan apartemen, tetapi minus dapur. "Gua kalo kek gini sih betah dah di kamar doang nggak keluar-keluar seharian penuh juga" ucapku.

Kemudian aku menuju lemari kayu dengan kaca transparan. Terlihat baju-baju digantung dan bagian bawahnya ada beberapa baju dilipat dari luar lemari. Baju yang digantung lebih seperti pakaian formal terutama jas, kemeja, mantel, jaket, dll. Baju yang dilipat lebih banyak kemeja, batik, dan celana bahan.

Aku kemudian membuka lemari kayu yang tanpa kaca transparan di sebelahnya. Terlihat lebih ke pakaian casual seperti kaos-kaos, hoodie, celana panjang ataupun pendek, dan lain-lain berada disini. "Oh disini ternyata" Aku mengambil kaos, celana pendek, dan celana dalem yang disimpan di bagian laci lemari.

Ada lemari lagi di sebelahnya tapi tidak aku buka karena sudah mengambil pakaian yang kubutuhkan. Jadi aku memutuskan untuk segera keluar kamar.

Ketika aku ingin menuju keluar, saat melewati dan melihat ke atas rak dekat meja kerja nya, aku melihat sebuah foto dalam bingkai. Foto Zien bersama seorang perempuan. "Siapa nih? Pacarnya kah? Atau sodaranya?"

Tapi entah kenapa perempuan ini terlihat tidak asing untukku. Seperti cewek ini pernah kulihat dan kenal sebelumnya. Seorang cewek cantik berkulit putih, berambut cokelat lurus dengan memakai bando merah, dan senyuman ceria yang terlihat tak asing. Tunggu ini.. "Eva?!"

To be continued..