"Memangnya harus pergi selarut ini?"
"Mau bagaimana lagi, ini pesanan penting," jawab mama.
"Hati-hati …."
"Tentu saja." Mama mengelus puncak kepalaku. "Kamu tidur, besok ‘kan ada presentasi," ucap beliau.
"Iya."
♛♛♛
Jemariku menari-nari di atas keyboard laptop. Daripada aku tidak bisa tidur karena memikirkan surat tadi, lebih baik aku membuat catatan saja untuk presentasi besok.
Prang. Sesuatu terlempar melewatiku jendela kamarku. Sontak aku menoleh ke arah sumber suara.
Kaca jendela kamarku pecah berserakan kemana-mana. Aku mengambil batu yang dibungkus oleh kertas, kubaca isi surat itu.
Berharap dapat ciuman pertama dari sang pacar?
Jangan terlalu berharap!
Deg. Ini surat dari siapa? Kenapa orang ini bisa mengetahuinya?
Aku melihat keluar jendela. Seseorang berpakaian serba hitam melambai kepadaku. Ternyata dia masih ada di bawah. Aku harus tahu alasan dia melakukan ini.
♛♛♛
Aku membuka pintu rumah dan melihat sosok itu berdiri beberapa meter di hadapanku. "Hei, kenapa kamu melempar batu ke rumahku? Dan siapa kamu?"
Orang itu tersenyum kecil. "Kamu akan tahu suatu hari nanti," ucapnya lalu berlari menjauhiku.
"Hei …."
Aku tidak bisa diam saja seperti ini. Dua kali surat itu datang. Itu pasti bukan kebetulan. Pasti ada alasannya ….
Aku menghembuskan nafasku lalu mulai berlari.
"Hei, tunggu aku!"
♛♛♛
Aku sudah berlari mengejar orang itu lumayan lama, tapi sepertinya orang itu masih belum kelelahan sama sekali.
"Hei, tunggu. Aku hanya ingin bertanya. Itu saja!"
Seketika langkah orang itu berhenti lalu ia menoleh ke arahku yang membuat langkahku ikut terhenti. Orang itu melambaikan tangannya, bersamaan dengan truk yang melintas.
"Eh-"
Orang itu menghilang bersamaan dengan truk yang mulai menjauh.
"Yah, gagal. Padahal aku hamper mendapatkannya …."
♛♛♛
"Selamat pagi, Pak Arlo,"sapaku pada penjaga kampus.
"Selamat pagi juga, May,"sapa beliau. "Sepertinya kamu datang terlalu pagi, May."
"Iya, aku sengaja datang lebih pagi karena harus menyiapkan presentasi, Pak Arlo,"jawabku.
"Begitu, ya." Pak Arlo mengangguk mengerti. "Oh, iya, tadi ada se …."
"Aku duluan, Pak," pamitku seraya pergi meninggalkan Pak Arlo.
♛♛♛
Aku menyalakan lampu auditorium. Sepi sekali. Sepertinya aku memang datang terlalu pagi.
Saat aku hendak duduk, tiba-tiba lampu ruangan mati, hanya diterangi oleh layar proyektor.
Mati lampu?
Seseorang berpakaian serba hitam berjalan menuju depan proyektor. "Kamu …." Aku hendak berjalan menghampirinya tapi ia memberi isyarat agar aku berhenti di tempat yang anehnya aku mengikuti ucapannya.
"Kamu pikir kamu akan berakhir bahagia dengan Gabriel? Kamu pikir setelah Amora meminta maaf padamu, sainganmu untuk mendapatkan kekash masa kecilmu itu tidak ada?" Orang itu tertawa hambar. "Kamu bahagia terlalu dini, May."
"Kamu siapa? Kenapa kamu bisa tahu tentang semua ini? Apa alasanmu menerorku?"
"Aku adalah orang yang tak kamu sangka akan menjadi musuhmu."
"Apa maksudmu?"
"Ayolah, May. Kamu tidak mungkin sepolos itu, bukan?"
Aku mulai geram dengan orang itu. Langkahku berjalan mendekatinya. "Hei, dengar, ya. Aku tidak tahu apa maumu. Tapi kalau kamu terus menerorku seperti ini aku akan …."
Seketika layar proyektor menampilkan sebuah foro yang membuatku menoleh. Itu foto mama. Langkahku terhenti.
"Itu … apa yang kamu inginkan?"
♛♛♛